Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akar Konflik China-Taiwan

Kompas.com - 26/11/2021, 14:01 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

Lee Teng-hui, wakil Chiang Ching-kuo, menggantikannya pada 1988. Dan pada 1980-an sampai 199-an, Taiwan bertransformasi dari pemerintahan otoriter menjadi demokratis.

Hubungan antara China dan Taiwan mulai membaik pada 1980-an.

China mengajukan formula yang dikenal sebagai "satu negara, dua sistem" di mana Taiwan akan diberikan otonomi jika menerima reunifikasi dengan China.

Baca juga: Sejarah China, dari Zaman Prasejarah, Dinasti, hingga Modern

Sistem tersebut didirikan di Hong Kong untuk digunakan sebagai semacam “pajangan” untuk menarik orang Taiwan kembali ke pangkuan China daratan.

Taiwan menolak tawaran itu, tetapi melonggarkan aturan tentang kunjungan dan investasi di China. Pada 1991, Taiwan menyatakan perang dengan Republik Rakyat Cina akan berakhir.

Pada 1992, tercapailah konsensus antara China yang dipimpim Partai Komunis dengan Taiwan yang masih dipimpin Kuomintang.

Dalam konsensus tersebut, China dan Taiwan menyepakati “satu China” meski masing-masing pihak memiliki penafsiran berbeda.

Hubungan “diplomatik” antara China daratan dengan Taiwan akhirnya secara resmi dimulai.

Baca juga: Sejarah Kerajaan Inggris, dari Era Anglo-Saxon hingga Saat Ini

Konflik China-Taiwan era 2000-an

Pada 2000, Chen Shui-bian dari Partai Demokratik Progresif (DPP) yang pro-kemerdekaan, terpilih sebagai Presiden Taiwan.

Kemenangan Chen Shui-bian mengakhiri dominasi Kuomintang di Taiwan selama 51 tahun. Ideoligi DPP yang keras soal kemerdekaan membuat hubungan Taiwan dengan China menjadi tegang.

Namun, serangkaian skandal korupsi yang melibatkan Chen Shui-bian, keluarganya, dan anggota senior DPP telah mencoreng citra partai.

Hal tersebut menjadi penyebab utama kekalahannya pada pemilihan presiden pada Maret 2008 sebagaimana dilansir Antara.

Angin perubahan terjadi setelah Ma Ying-jeou dari Kuomintang meraih kemenangan. Hubungan antara Taiwan dan China membaik secara dramatis sejak Ma Ying-jeou menjabat presiden.

Baca juga: Kerusuhan di Kepulauan Solomon, Dipicu Pengalihan Hubungan Diplomatik dari Taiwan ke China

Sebagai dampaknya, penerbangan langsung antara kedua wilayah itu pun diluncurkan dan diikuti dengan langkah-langkah untuk meningkatkan sektor pariwisata.

Selain itu, ditandatangani Perjanjian Kerjasama Kerangka Ekonomi pada 2010 untuk mengurangi hambatan komersial.

Namun, sentimen publik justru berbalik melawan Kuomintang karena khawatir dengan semakin dominannya pengaruh China.

Pada musim semi 2014, sekitar 200 mahasiswa menduduki parlemen selama lebih dari tiga pekan yang dikenal sebagai Gerakan Bunga Matahari untuk menentang pakta perdagangan yang kontroversial.

Kuomintang menderita kekalahan terburuk dalam pemilu lokal pada November 2014 dan terpaksa untuk mengganti calon presiden mereka pada Oktober 2015 akibat pandangan yang terlalu pro-China.

Baca juga: China Peringatkan Perusahaan Taiwan agar Tidak Mendukung Kemerdekaan

Kemudian pada 2016, presiden Taiwan saat ini, Tsai Ing-wen, terpilih. Dia memimpin DPP yang condong ke arah kemerdekaan resmi dari China.

Sejak Tsai Ing-wen menjadi Presiden Taiwan, hubungan Taipei dengan Beijing kembali memanas.

Terbaru, beberapa bulan terakhir, Taiwan mengeluhkan kehadiran pesawat-pesawat China di zona identifikasi pertahanan udaranya.

Hingga saat ini, China masih menganggap Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya berdasarkan konsep “satu China”.

Baca juga: Tangkal Ancaman China, Taiwan Kini Punya Jet Tempur F-16 Versi Paling Canggih

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com