Pada 12 Februari 1912, Dinasti Qing resmi menyerahkan kedaulatan kepada Republik China pada 12 Februari 1912.
Baca juga: Sejarah Partai Komunis China
Sun Yat Sen mengundurkan diri sebagai presiden sementara dan digantikan oleh Yuan Shih Kai pada 15 Februari 1912.
Pergolakan politik di China daratan tak berhenti sampai di situ, Partai Komunis China atau Kungchantang lahir pada 1921.
Setelah Kungchantang berdiri, Kuomintang memiliki saingan. Kedua partai ini saling bersaing dan berebut ideologi. Namun, kedua partai ini punya andil dalam membentuk China modern.
Sun Yat Sen wafat pada 1925 dan tongkat kepemimpinan Kuomintang diambil alih Jenderal Chiang Kai-Shek.
Sementara China daratan diwarnai pergolakan dan pertumpahan darah, Taiwan masih berada di bawah kekuasaan Jepang.
Baca juga: Sejarah Korea Utara, dari Penjajahan Jepang hingga Merdeka
Pada 1937, Jepang menginvasi China dan pecahlah Perang China-Jepang II. Dua tahun kemudian, atau tepatnya 1939, Perang Dunia II pecah.
Selama Perang China-Jepang II, China secara efektif dibagi menjadi tiga wilayah yaitu wilayah China nasionalis di bawah kendali pemerintah Republik China, wilayah China komunis di bawah Kungchantang, dan wilayah yang diduduki Jepang.
Kubu China nasionalis dan komunis pada dasarnya saling bermusuhan, meski pasukan militernya seolah-olah bersekutu di bawah panji Front Persatuan.
Selama Perang Dunia II, pada 1943, pemimpin Republik China Chiang Kai-shek bertemu dengan Presiden AS Franklin Roosevelt dan Perdana Menteri Inggris Winston Churchill di Kairo, Mesir.
Dalam pertemuan itu, tercetuslas Deklarasi Kairo yang menyatakan bahwa Formosa atau Taiwan dan Kepulauan Penghu akan dikembalikan ke Republik China.
Baca juga: Sejarah Kerajaan Inggris, dari Era Anglo-Saxon hingga Saat Ini
Pada 1945, Perang Dunia II berakhir dengan kekalahan Jerman dan Jepang. Jepang menyerah dan menerima persyaratan penyerahan Deklarasi Potsdam pada 14 Agustus 1945.
Namun, berakhirnya Perang Dunia II dan menyerahnya Jepang rupanya tidak menandai berakhirnya konflik di China.
China justru terjerembab ke konflik baru hingga Perang Saudara China meletus segera setelah itu, melibatkan kubu nasionalis Kuomintang di bawah kepemimpinan Chiang Kai-shek dan kubu komunis Kungchantang dikomandoi Mao Zedong.
Dari Agustus 1945 hingga akhir 1946, kubu nasionalis dan komunis berlomba-lomba mengambil alih wilayah yang dikuasai Jepang, membangun kekuatan, dan melakukan banyak pertempuran terbatas sambil tetap melakukan negosiasi untuk penyelesaian damai.
Selama 1947 dan paruh pertama 1948, setelah kubu nasionalis berhasil di awal-awal, situasi justru berbalik mendukung kubu komunis.
Kubu Komunis akhirnya memenangi serangkaian kemenangan besar yang dimulai pada akhir 1948 yang mengarah pada berdirinya Republik Rakyat China.
Baca juga: Sejarah Perang Dunia II: Faktor Pemicu dan Negara yang Terlibat
Pada 1949, sekitar dua juta pendukung Kuomintang yang dipimpin Chiang Kai-shek melarikan diri ke Taiwan.
Mereka mendirikan sebuah pemerintahan yang terpisah setelah kalah perang sipil menghadapi kubu komunis pimpinan Mao Zedong.
Pada 1 Oktober 1949, Mao Zedong mendeklarasikan berdirinya Republik Rakyat China di China daratan.
Pengumuman tersebut sekaligus mengakhiri Perang Saudara China antara kubu komunis dan kubu nasionalis.
Baca juga: Sejarah Jepang (I): Periode Jomon hingga Lahirnya Shogun
Setelah pendukung Kuomintang pergi dari China daratan ke Taiwan, Chiang Kai-shek akhirnya memerintah Taiwan dan mendeklarasikan darurat militer di sana.
Pada 25 Oktober 1971, Majelis Umum PBB mengesahkan Resolusi 2758 PBB yang mengakui Republik Rakyat China sebagai satu-satunya perwakilan sah China di badan global tersebut.