Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politik Luar Negeri Amerika Serikat

Kompas.com - 25/11/2021, 12:01 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Tak dimungkiri bahwa Amerika Serikat (AS) adalah negara adidaya di dunia. Di kancah internasional, AS memiliki kekuatan yang besar dan memiliki nilai tawar yang sangat tinggi.

Dalam pelaksanaan kebijakan luar negerinya, AS kerap kali menunjukkan kekuatannya dan tak segan unjuk gigi kepada rival-rivalnya.

Menurut buku Albertine Minderop berjudul Pragmatisme Sikap Hidup dan Prinsip Politik Luar Negeri Amerika, pandangan hidup AS dan kebijakan luar negerinya tak lepas dari pragmatisme.

Baca juga: Bentuk Pemerintahan Amerika Serikat, Lembaga Negara hingga Lokal

Politik Luar Negeri AS Pragmatisme

Pragmatisme sangat memengaruhi cara pandang AS karena merupakan sejarah masa lalunya yang berasal dari berbagai bangsa dan menjunjung tinggi liberalisme.

Minderop menulis, politik luar negeri AS pada dasarnya dilandasi oleh persepsi pentingnya membina hubungan dengan negara lain demi manfaat yang diperoleh dari hubungan perdagangan.

Melalui pemasyarakatan pentingnya hak asasi manusia dan perdamaian dunia, AS mengharapkan keuntungan dalam perdagangan. Dengan demikian, hubungan dengan negara lain perlu dijalin semaksimal mungkin.

Karena pragmatisme itulah, politik luar negeri AS dikenal unik. Keunikan ini terjadi karena AS tidak pernah konsisten dengan apa yang pernah dianut atau dijalankan mereka. Selalu berubah-ubah tergantung berbagai aspek dan kepemimpinan.

Politik luar negeri AS yang berlandaskan ajaran pragmatisme paling jelas pada peran pengalaman dan intelegensia manusia.

Kegagalan dan keberhasilan “Negeri Paman Sam” di masa lampau menjadikan pedoman dalam keputusan politik terutama dalam politik luar negeri.

Baca juga: Bentuk Pemerintahan Amerika Serikat, Lembaga Negara hingga Lokal

Selain itu, keterlibatan AS dalam percaturan politik dunia memberikan keyakinan kepada AS betapa pentingnya pengalaman.

Kendati demikian, masih menurut Minderop, beberapa ahli sebenarnya tidak sepakat kalau politik luar negeri AS memiliki fondasi yang murni pragmatis.

Pasalnya, AS cukup kerap melakukan intervensi di sejumlah dunia dan komunitas internasional. Menurut sejumlah ahli, bila AS berpegang pada pragmatisme, AS tidak boleh melakukan intervensi.

Bila kembali ke esensi menurut para ahli pragmatisme mengenai politik, apa yang menjadi sikap politik luar negeri AS tidak pragmatis-pragmaris amat.

Sehingga menurut Minderop, pragmatisme yang dianut oleh AS cenderung ke pragmatisme kontroversi karena meninggalkan idealisme dalam pragmatisme serta melepaskan etika politik.

Sampai saat ini pun, politik luar negeri AS mempunyai suatu pola yang dinamis. Setiap periode pemerintahan Presiden AS mempunyai priotitas sendiri dalam pelaksanaan politik luar negerinya.

Kebijakan tersebut diambil untuk menyesuaikan kepentingan nasional dengan konteks internasional yang dihadapi.

Baca juga: Penduduk Asli Amerika Serikat

Dinamika Politik Luar Negeri AS

Bendera Amerika SerikatShutterstock Bendera Amerika Serikat

Dhyka Kurnia Pratama dalam skripsinya berjudul Persepsi Amerika Serikat Terhadap Kuba Pada Masa Pemerintahan Fidel Castro Dan Raul Castro di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta menulis, AS memiliki dinamika politik luar negeri yang cukup banyak.

Ekspansionisme

Pada awal abad ke-18, beberapa tahun setelah AS mendapatkan kemerdekaannya, AS menerapkan kebijakan luar negeri ekspansionisme alias perluasan.

Kebijakan ekspansionisme ini merupakan proses akuisisi AS terhadap negara atau wilayah lain baik itu melalui pembelian atau perang.

Pada1840-an pemimpin AS mempunyai keyakinan yang menjadi akar dari ekspansionisme “Negeri Paman Sam”.

Mereka meyakini bahwa bangsa mereka harus mencapai natural frontier yaitu upaya merambah ke Laut Pasifik.

Minderop menulis, ekspansionisme AS awalnya didasari oleh pentingnya memperluas wilayah perekonomian, namun lama-kelamaan menjadi pertahanan keamanan dan politik.

Ekspansionisme bertujuan untuk memperkuat pengaruh AS dalam bidang ideologi, politik dan ekonomi di wilayah Amerika-Pasifik.

Melalui kebijakan tersebut AS berhasil memperluas wilayahnya sehingga mendapatkan Alaska yang dibeli dari Rusia pada 1867 serta menduduki 40 persen wilayah Meksiko.

AS juga menguasai wilayah-wilayah kini berada di dalam AS seperti Louisiana, Texas, Florida.

Baca juga: Dollar sebagai Mata Uang Amerika Serikat: Asal-usul dan Artinya

Isolasionisme dan Netralisme

Isolasionisme merujuk pada prinsip dan kebijakan AS untuk menghindari sekaligus menutup diri dari segala komitmen politik dan militer dengan negara lain, terutama negara-negara di wilayah Eropa.

Sementara netralisme adalah sikap politik luar negeri AS yang tidak ingin terlibat dalam perang, terlebih ikut terlibat dalam Perang Dunia.

Kebijakan isolasionisme merupakan pilihan para pengambil keputusan di Amerika sepanjang abad ke-18 hingga awal abad ke-20.

Pada 1823 Presiden AS kala itu, James Monroe, mendukung politik isolasi dan netralisme dengan mengeluarkan Doktrin Monroe.

Doktrin tersebut berisi sikap AS yang netral, tidak akan ikut campur dalam konflik politik yang terjadi di Eropa. Sebaliknya, Eropa juga dilarang ikut campur dalam pemerintahan AS.

Namun, pada 1890 dan 1917, AS terlibat perang. Pada 1890, AS melancarkan intervensi ke Peurto Rico dan Kuba.

Sedangkan pada 1917, AS terlibat dalam Perang Dunia I karena diserang Jerman. Jerman menyerang AS karena menganggap Washington tidak netral.

Setelah itu, AS kembali menerapkan politik luar negeri isolasi dan netralnya hingga terjadi depresi ekonomi pada 1929.

Pada tahun-tahun tersebut, AS fokus pada masalah perbaikan ekonomi nasionalnya dan mengabaikan dunia luar.

Saat AS dipusingkan urusan dalam negerinya, kekuatan fasis di Eropa dan Asia bergerak dan Perang Dunia II pecah.

Baca juga: Perang Saudara Amerika: Pemicu Konflik hingga Hasil Akhirnya

Intervensionisme dan Internasionalisme

Dalam intervensionisme dan internasionalisme, AS mulai muncul sebagai negara yang berperan aktif dalam dunia internasional.

Mereka juga tak segan melakukan intervensi langsung kepada negara lain.

Ketika Perang Dunia II pecah, politik isolasi AS berganti dengan kebijakan yang mengarah ke intervensionisme.

Pergeseran kebijakan luar negeri ini muncul akibat hubungan Eropa-Amerika dan ketakutan publik akan perang.

Ketika Perancis dikalahkan Jerman, publik semakin khawatir. Akhirnya, digelarlah referendum dan 67 persen rakyat AS percaya kemenangan Jerman akan membahayakan posisi AS.

Ini secara tidak langsung mengikis kebijakan AS mengenai isolasi dan menuntun negara tersebut pada kebijakan politik intervensionisme lalu terlibat dalam Perang Dunia II.

Setelah Perang Dunia II, bagi AS, politik intervensi merupakan tindak lanjut atas kesuksesannya sebagai pemenang.

Tujuan utama politik intervensi pasca-Perang Dunia II adalah untuk mencegah penyebaran ideologi lain yang tidak sesuai dengan ideologi demokrasi.

Pasalnya, tersisa dua kekuatan besar pemenang Perang Dunia II, yakni AS dan Uni Soviet dengan ideologi komunismenya.

Pasca-Perang Dunia II dan masuk Perang Dingin, AS berusaha sekuat tenaga menahan penyebaran ideologi komunis melalui politik luar negeri intervensionisme.

Bertandem dengan intervensi dalam menekan menyebaran komunisme, AS juga melakukan kebijakan internasionalisme untuk menyebarkan demokrasi di dunia.

Baca juga: Sejarah Berdirinya Amerika Serikat hingga Pembentukan Konstitusinya

Unilateralisme

Unilateralisme adalah doktrin yang mendukung tindakan sepihak.

Unilateralisme AS menjadi karakteristik poltik luar negeri Washington yang sangat ambisius pasca-Perang Dingin dan runtuhnya Uni Soviet.

Pola politik luar negeri yang tergambar jelas dalam uniteralisme ini adalah politik standar ganda AS.

Standar ganda adalah situasi inkonsistensi dari kebijakan luar negeri, di mana AS memperlakukan dua atau beberapa negara dengan cara yang berbeda.

Satu pihak menerima perlakuan positif dari AS sedangkan lainnya mengalami perlakuan yang tidak adil.

Salah satu contoh standar ganda dalam unilateralisme AS terlihat pada 2003. Kala itu, AS melancarkan serangan ke Irak karena diduga memiliki senjata pemusnah massal.

Serangan tersebut berhasil menggulingkan rezim Sadam Husein. Tindakan AS tersebut menimbulkan korban jiwa dari warga sipil yang tentu saja bertentangan dengan Hukum Humaniter Internasional.

Padahal, AS sangat menekan pentingnya perlindungan hak asasi manusia.

Baca juga: Bagaimana Sistem Pemerintahan di Amerika Serikat?

Moralisme dan Realisme

Moralisme dan realisme adalah sisi lain dari sistem perpolitikan AS. Politik luar negeri AS sering disebut dengan politik yang tidak tentu arahnya antara politik moralis dan riil.

Dalam menjalankan politik moralismenya, AS menegakkan nilai-nilai dasar negara AS.

Namun di sisi lain, AS cukup agresif dan cenderung menghalalkan segala untuk melindungi dan mencapai kepentingan luar negerinya.

Esensi dari realisme ini adalah kepentingan nasional yang terkait dengan keamanan nasional.

Baca juga: Bagaimana Sejarah Amerika Serikat Berdiri?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com