BEIJING KOMPAS.com - Perang Saudara China terjadi pada 1945-1949, melibatkan Nasionalis Kuomintang di bawah Chiang Kai-shek dan Komunis pimpinan Mao Zedong.
Selama Perang China-Jepang II (1937–1945), China secara efektif dibagi menjadi tiga wilayah, yaitu China Nasionalis di bawah kendali pemerintah, China Komunis, dan wilayah yang diduduki Jepang.
Masing-masing pada dasarnya saling bermusuhan, meskipun pasukan militer China seolah-olah bersekutu di bawah panji Front Persatuan.
Baca juga: Perang Saudara Amerika: Pemicu Konflik hingga Hasil Akhirnya
Saat Jepang menerima persyaratan penyerahan Deklarasi Potsdam pada 14 Agustus 1945, China telah mengalami puluhan tahun pendudukan Jepang dan delapan tahun perang brutal.
Jutaan orang tewas dalam pertempuran, dan jutaan lainnya tewas akibat kelaparan atau penyakit. Namun, berakhirnya Perang Dunia II tidak menandai berakhirnya konflik di China.
Dikutip dari Encyclopaedia Britannica, kekalahan Jepang memicu persaingan antara Nasionalis dan Komunis untuk mengendalikan sumber daya vital dan pusat populasi di China utara dan Manchuria.
Pasukan nasionalis yang menggunakan fasilitas transportasi militer AS, mampu mengambil alih kota-kota utama dan sebagian besar jalur kereta api di China Timur dan Utara.
Sementara itu, pasukan Komunis menduduki sebagian besar pedalaman di utara dan di Manchuria.
Front Persatuan selalu rawan, dan baik Nasionalis maupun Komunis diam-diam menyadari mereka hanya akan bekerja sama sampai Jepang kalah.
Nasionalis dan Komunis sempat akan berdamai sebelum penyerahan Jepang diselesaikan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.