Abad ke-15 menyaksikan kebangkitan kelompok pejuang agama yang tak kalah menakutkan yang disebut “Ikko-Ikki”.
Ikko-Ikki adalah penganut Buddha Jodo-Shinshu, mengikuti cabang dari Buddhisme Tanah Murni. Mereka percaya pada keselamatan bagi seluruh umat manusia, bukan hanya mereka yang memiliki waktu dan kecenderungan untuk mempelajari detail agama.
Oleh karena itu, mereka lebih egaliter daripada sohei, dan lebih berbentuk gerakan sosial massa bersenjata daripada kader pejuang elit.
Beberapa Ikko-Ikki mencukur rambut mereka sebagai tanda iman mereka. Namun, mereka terlihat dan bertempur seperti tentara samurai yang mereka lawan.
Mereka memperoleh kekuatan yang cukup untuk menguasai provinsi Kaga pada 1488, sebelum didorong kembali ketika Jepang yang retak bersatu kembali pada abad berikutnya.
Mereka mirip dengan pemberontakan petani Eropa, tetapi tambahan fanatisme agama membuat mereka menjadi lawan yang tangguh.
Baca juga: Pedang Katana, Simbol Tradisi Samurai Jepang
Samurai memiliki hierarki yang jelas. Setiap prajurit memiliki kepentingan untuk mendapat atau mempertahankan posisi di dalamnya.
Terkadang seorang samurai kehilangan tempatnya dalam hierarki. Itu bisa terjadi ketika daimyo, atau tuannya, meninggal atau dipermalukan, atau meninggalkannya tanpa tuan. Dia kemudian menjadi seorang ronin, sebuah kata yang berarti “manusia ombak.”
Tanpa tanah milik mereka sendiri atau pendapatan tetap, ronin yang tidak punya uang. Mereka pun mencari pekerjaan dengan cara terbaik yang mereka tahu, misalnya dengan bekerja sebagai tentara bayaran.
Selama pergolakan hebat pada akhir abad ke-15 dan ke-16, pekerjaan semacam itu berlimpah. Ketika keteraturan pemerintahan dipulihkan di Jepang, semakin sedikit pekerjaan untuk prajurit ronin.
Baca juga: Nengo: Penamaan Era dalam Kalender Jepang
Pembunuh rahasia Jepang, ninja, meninggalkan lebih sedikit informasi tentang aktivitas mereka daripada Ikko-Ikki. Informasi soal ninja penuh dengan rumor, ketidakpastian, dan kerap berlebihan.
Ninja memainkan peran yang sangat berbeda dari kelompok prajurit lainnya. Mereka tidak bertarung di medan perang. Sebaliknya, mereka bertarung dari bayang-bayang, menggunakan samaran dan kelicikan untuk membunuh musuh.
Daimyo Uesugi Kenshin, yang meninggal pada 1578, dikabarkan dibunuh oleh seorang ninja yang menghabiskan berhari-hari bersembunyi di jamban. Ninja menunggu kesempatan menyerang pada saat korbannya dalam kondisi paling rentan dan tidak curiga.
Ninja mengenakan pakaian serba tertutup untuk menyembunyikan diri mereka dari pandangan. Pakaian warna hitam digunakan untuk kerja malam dan cokelat khaki untuk siang hari.
Baca juga: 8 Budaya Jepang Paling Terkenal di Dunia
Seperti ksatria Eropa, samurai menjadi simbol dari perang yang mereka ikuti karena kemewahan dan status mereka. Namun di balik semua pertempuran itu prajurit yang paling banyak terlibat di garis depan adalah para Ashigaru.