Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Jepang (I): Periode Jomon hingga Lahirnya Shogun

Kompas.com - 11/11/2021, 11:00 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Masa kepemimpinan Himiko masih menjadi spekulasi dalam sejarah Jepang. Sumber berbeda memunculkan berbagai teori tentang seperti apa pemerintahan dan negara pada masa ini.

Catatan China menggambarkan bagaimana kepemimpinan Himiko menang secara damai atas berbagai negara kecil lainnya di Wa, dan berhasil menyatukan mereka di bawah pemerintahannya.

Baca juga: Putri Mako dari Jepang Buka Suara Setelah Menikahi Rakyat Jelata

Kudeta yang Mengubah Jepang

Yamato, selanjutnya muncul sebagai klan paling dominan di pusat negara baru yang bersatu itu. Mereka terkenal karena kemampuan membentuk aliansi, penggunaan besi secara luas, dan mengatur orang-orang mereka.

Klan Yamato diperintah oleh Kaisar yang garis keturunannya masih menjadi Kaisar di Jepang saat ini, sehingga menjadikan Kekaisaran Jepang sebagai monarki tertua di dunia. Klan-klan sekutunya termasuk Nakatomi, Kasuga, Mononobe, Soga, Otomo, Ki, dan Haji.

Kelompok sosial ini membentuk aristokrasi dalam struktur politik Jepang yang disebut “Uji”. Setiap orang di dalamnya memiliki pangkat atau gelar tergantung pada posisinya dalam klan.

Tahun 538 menandai awal periode Asuka dan pengenalan agama Buddha ke Jepang, yang dibawa dari Korea. Agama ini dengan cepat mendapatkan pengikut, dan pendukung Buddhisme yang paling menonjol di Jepang adalah Pangeran Shotoku.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Serangan Kamikaze Pertama dalam Perang Jepang-Amerika

Ketika memerintah, dia berbicara kepada penguasa China dengan kalimat "Dari penguasa Negeri Matahari Terbit ke penguasa Negeri Matahari Terbenam." Konon karena itulah, Jepang dikenal sebagai negeri matahari terbit, “Nihon”.

Pangeran Shotoku berafiliasi dengan klan Buddha Soga yang sangat berpengaruh dan bahkan punya kendali atas Kaisar yang berkuasa.

Seiring waktu kepala klan Soga, yang tidak puas dengan posisi di bawah bayang-bayang penguasa, secara terbuka menunjukkan pengaruh dan kekuasaannya. Mereka menampilkan diri seolah-olah berdaulat, tinggal di rumah mewah dan membangun makam besar untuk keluarganya.

Setelah Pangeran Shotoku wafat, perilaku itu mendorong Insiden Isshi, yakni pembunuhan kepala klan Soga terkemuka, Soga no Iruka, dan penghancuran seluruh klannya.

Setelah peristiwa itu, Kaisar Kotoku menetapkan seperangkat aturan dan doktrin yang disebut Reformasi Taika. Tujuannya untuk memusatkan negara di sekitar Istana Kekaisaran sekali lagi.

Baca juga: Puluhan Kapal Hantu Jepang yang Tenggelam dalam Perang Dunia II Terangkat ke Permukaan

Periode Nara dan Periode Heian

Sepanjang periode Nara (710 - 794), Kekaisaran Jepang melakukan upaya untuk membentuk lanskap politik Jepang berlanjut dengan sistem Ritsuryo. Terdiri dari hukum pidana, pembentukan jajaran pengadilan resmi, serta banyak undang-undang yang mendefinisikan pemerintahan dan administrasi.

Kojiki dan Nihon Shoki, dibuat di masa ini untuk lebih melegitimasi kekuasaan tertinggi Kaisar dan menjadi dokumen sejarah tertua Jepang.

Agama Buddha berkembang dan banyak kuil besar seperti Daian-ji, Kofuku-ji, dan Todai-ji, dan Buddha Agung yang terkenal dibangun.

Cikal bakal Kekaisaran Jepang saat itu mengalami puncak perkembangan seni dan sastra hingga 1185.

Banyak ide yang sekarang dianggap sebagai tradisi Jepang muncul dalam periode ini. Contohnya, kebiasaan menghitamkan gigi yang disebut “ohaguro”, hingga sistem suku kata “hiragana”.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com