KOMPAS.com - Pengungkapan kasus atlet yang memakai doping biasanya memicu kemarahan.
Doping dianggap salah secara moral karena itu curang. Mereka yang ketahuan melakukannya harus dihukum.
Media, Asosiasi Anti-Doping Dunia (WADA), dan pejabat olahraga, semuanya mewujudkan gagasan ini.
Namun mengapa doping salah secara moral?
Baca juga: Seperti Apa Proses Tes Doping pada Atlet?
Esai karya Heather Dyke dari London School of Economics and Political Science dalam The Conversation (2016) menyebut, atlet yang menggunakan obat doping berusaha untuk mendapatkan keunggulan kompetitif atas saingan mereka.
Atlet berusaha untuk mendapatkan keunggulan kompetitif dengan berbagai cara, dan banyak di antaranya tidak dilarang.
Tapi, mengapa penggunaan doping dilarang? Jawabannya: aturan olahraga.
Baca juga: Apa Itu Doping? Ini Sejarah, Jenis, dan Bahayanya bagi Atlet
Zat terlarang doping biasanya bersifat sintetis, sehingga secara artifisial meningkatkan kinerja atletik.
Jika tujuan olahraga adalah untuk menguji batas-batas alami sifat manusia, maka, dengan memperluas batas-batas itu secara artifisial, doping bertentangan dengan esensi olahraga.
Banyak zat terlarang, seperti steroid anabolik, adalah sintetis.
Tetapi banyak zat alami, seperti Erythropoietin (EPO), dan teknik yang tidak melibatkan zat sintetis, seperti doping darah, juga dilarang.
Mungkin masalah sebenarnya terletak pada efek koersif doping, yakni apa yang disebut "perlombaan senjata".
Jika beberapa atlet diuntungkan karena mereka doping, itu memberi tekanan pada atlet lain untuk melakukan doping juga.
Baca juga: Alasan Doping seperti Testosterone Booster Dilarang dalam Olahraga
Jawaban yang paling jelas tentang mengapa doping dilarang adalah bahwa doping memberikan keuntungan yang tidak adil.
Dengan melanggar aturan, atlet doping mendapatkan keuntungan yang tidak didapatkan oleh pesaingnya yang lebih patuh aturan.