KOMPAS.com - Hari setelah Thanksgiving, atau biasa disebut Black Friday, telah menjadi salah satu hari belanja tersibuk di AS.
Toko rantai nasional menawarkan penawaran khusus hemat uang, dan terbatas pada berbagai macam barang.
Ini dilakukan dalam upaya memikat pembeli ke toko, sembari menawarkan penawaran serupa secara online.
Tapi, seberapa gawatkah Black Friday ini? Hanya menyimpan potensi keuntungan atau justru malapetaka?
Baca juga: 6 Trik Memikat Pembeli di Momen Black Friday
Dilansir History, diyakini banyak orang bahwa istilah Black Friday berasal dari konsep bahwa bisnis bisa beroperasi dengan kerugian finansial, atau istilahnya, "dalam bahaya".
Hal ini terjadi sampai hari setelah Thanksgiving, ketika penjualan besar-besaran akhirnya memungkinkan mereka menghasilkan keuntungan.
Hal ini yang menempatkan mereka “dalam warna hitam.”
Ungkapan "Black Friday" juga menandakan dorongan positif dalam penjualan ritel yang sempat tidak tumbuh secara nasional sampai akhir 1980-an.
Baca juga: Black Friday dan Pandemi Virus Corona di Amerika Serikat
Ketika pedagang mulai menyebarkan narasi keuntungan dari "merah" ke "hitam", Black Friday digambarkan sebagai hari dimana toko mulai menghasilkan keuntungan.
Hari belanja terbesar di AS memicu hal ini.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.