Segera Ranavalona berusaha mengumpulkan pendukung untuk menjatuhkan agenda Pangeran Rakotobe. Tujuan Ranavalona berikutnya adalah untuk menjadi penerus langsung takhta Kerajaan Madagaskar.
Untuk muncul sebagai pemenang takhta Kerajaan Madagaskar, Ranavalona menyebarkan desas-desus tentang pesan Tuhan tentang takdirnya dari rakyat jelata menjadi raja.
Adriamihaja, seorang perwira tentara muda, mendukungnya dalam misi dan kemudian menjadi menteri pertama di istana Ranavalona.
Dia mungkin adalah kekasihnya dan ayah dari putranya, Rakoto, yang lahir 11 bulan setelah kematian Raja Radama I. Namun seiring waktu, Adriamihaja dieksekusi karena diam-diam menipu Ranavalona.
Baca juga: Sosok Bajak Laut Paling Kejam di Dunia Terungkap berkat Koin Arab Langka
Pada 1829, Ranavalona mendeklarasikan dirinya sebagai ratu Madagaskar, sehingga membuatnya menjadi Ranavalona I.
Sebagai anti-Eropa yang keras, Ranavalona I menghapus reformasi yang dilakukan suaminya dalam upaya memodernisasi bangsa Madagaskar.
Dia mengusir para pedagang Eropa, guru, diplomat, dan kesepakatan perdagangan dengan Inggris serta Perancis segera dibatalkan.
Setelah satu pertempuran yang berhasil melawan invasi, ratu yang paling kejam ini menggorok kepala orang-orang Eropa, menancapkannya pada tombak, dan meletakkannya di pantai sebagai ukuran untuk memukul mundur penjajah asing.
Ratu yang paling kejam ini juga melarang ajaran Kristen di Madagaskar.
Pada 1835, Ranavalona I, sang ratu paling kejam ini menyatakan, "Siapa pun yang melanggar hukum kerajaan saya akan dihukum mati, siapa pun dia."
Menjadi tidak toleran, Ranavalona I mengadopsi metode keras untuk melenyapkan mereka yang mempraktekkan agama Kristen.
Mereka dipukuli, disiksa, dibuat kelaparan, didorong dari tebing, diracun, dipenggal kepalanya dengan sanak saudaranya dibuat untuk menyaksikan adegan kematian yang brutal.
Antara tahun 1837 dan 1856, ratu Madagaskar itu memerintahkan penahanan dan penganiayaan terhadap sekitar 100 orang Kristen.
Wanita paling kejam menyuruh orang-orang Kristen tersebut meminum sari tanaman tangena yang beracun.
Praktiknya disebut “pengadilan dengan tangena”, membuat tahanannya makan tiga kulit ayam, diikuti dengan kacang tangena atau kernel beracun.
Kemudian, orang itu akan muntah. Jika ketiga kulit itu muncul, orang tersebut dianggap tidak bersalah. Jika sebaliknya, maka orang tersebut bersalah. Cara ini digunakan oleh Ranavalona I untuk menguji kesetiaan rakyatnya.
Baca juga: Kisah Pembalasan Kejam Olga dari Kiev, Kubur dan Bakar Pasukan Musuh