Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perang Korea 1950: Bagaimana Akhirnya dan Kenapa Korsel-Korut Tidak Bersatu

Kompas.com - 12/10/2021, 13:00 WIB
Aditya Jaya Iswara

Penulis

KOMPAS.com - Perang Korea 1950 berakhir tanpa perjanjian damai, sehingga secara teknis Korea Selatan dan Korea Utara sampai sekarang masih berperang.

Sejauh ini ujung dari Perang Korea adalah gencatan senjata, dan upaya-upaya untuk melakukan perjanjian damai selalu menemui jalan buntu.

Lantas bagaimana akhir dari Perang Korea pada 1950 serta kenapa Korsel dan Korut tidak bersatu? Berikut adalah rangkuman sejarahnya.

Baca juga: Kisah Perang: Terciptanya 2 Korea dari Medan Laga dan Gencatan Senjata Terlama

Bagaimana awal terjadinya Perang Korea?

Menurut National Geographic, sejarah Perang Korea berakar dari pendudukan Jepang di Korea selama 1910-1945. Ketika Perang Dunia II berakhir dan Sekutu mulai membongkar Kekaisaran Jepang, nasib Semenanjung Korea menjadi tawar-menawar antara Amerika Serikat (AS) dan Uni Soviet.

Pada 1948, Korea Utara dan Korea Selatan dipisah oleh garis paralel ke-38, garis lintang yang melintasi Semenanjung Korea.

Korea Utara menjadi negara sosialis yang dipimpin Kim Il Sung dan didukung Uni Soviet, sedangkan Korea Selatan menjadi negara kapitalis yang dipimpin oleh Syngman Rhee dan didukung AS.

Alasan mengapa Korea terbagi menjadi dua, karena diharapkan dapat menyeimbangkan kekuatan di Asia Timur, tetapi baik Korea Utara dan Korea Selatan memandang satu sama lain sebagai negara yang tidak sah.

Serangkaian pertempuran perbatasan pun terjadi, hingga akhirnya berujung Perang Korea pada 1950.

Baca juga: Kisah Perang: Kenapa Thailand Tidak Pernah Dijajah?

Apa kepentingan Amerika Serikat dan Uni Soviet terlibat dalam Perang Korea?

Seorang tentara beristirahat di bunker Komunis China bersama prajurit Soviet dalam Perang Korea 1950.WIKIMEDIA COMMONS Seorang tentara beristirahat di bunker Komunis China bersama prajurit Soviet dalam Perang Korea 1950.
Perang Korea dimulai pada 25 Juni 1950, ketika 75.000 Tentara Rakyat Korea Utara terjun melintasi batas paralel ke-38, yang memisahkan Republik Demokratik Korea di Utara yang didukung Soviet, dan Republik Korea di selatan yang pro-Barat.

Invasi ini adalah aksi militer pertama di Perang Dingin. Pada Juli pasukan Amerika Serikat (AS) memasuki medan perang atas nama Korea Selatan, dan seperti biasa mereka memerangi komunisme.

Namun, AS memasuki Perang Korea tanpa deklarasi perang resmi dan tidak melalui persetujuan Kongres.

AS hanya menekan Dewan Keamanan PBB yang baru dibentuk, untuk mengizinkan penggunaan kekuatan guna membantu Korea Selatan.

Presiden AS saat itu, Harry Truman, tidak meminta persetujuan Kongres, padahal lembaga itulah yang satu-satunya berwenang di "Negeri Paman Sam" untuk menyatakan perang.

"Kami tidak berperang," kata Truman kepada pers pada 29 Juni 1950. "(Korea Selatan) diserang secara tidak sah oleh sekelompok bandit yang bertetangga dengan Korea Utara."

Terlepas dari pertanyaan tentang apakah Truman melampaui otoritas kepresidenan, keterlibatan Amerika Serikat dalam Perang Korea secara resmi dikaitkan dengan "tindakan polisi".

Baca juga: Kisah Perang: Invasi Soviet ke Afghanistan yang Berujung Lahirnya Taliban

Foto tak bertanggal menunjukkan pendiri sekaligus Pemimpin Korea Utara Kim Il Sung menandatangani dokumen di Seoul. Pasukan Korea Utara menginvasi Korea Selatan pada 25 Juni 1950, menandai dimulainya Perang Korea.AFP PHOTO/HO/- Foto tak bertanggal menunjukkan pendiri sekaligus Pemimpin Korea Utara Kim Il Sung menandatangani dokumen di Seoul. Pasukan Korea Utara menginvasi Korea Selatan pada 25 Juni 1950, menandai dimulainya Perang Korea.
Ketika Amerika Serikat berkepentingan membela Korea Selatan di Perang Korea, Uni Soviet juga memiliki keperluan untuk mendukung Korea Utara dan membantu China.

Pada hari-hari awal Perang Korea, pasukan PBB sempat mendorong tentara Korea Utara ke perbatasan China, yang kemudian direspons China dengan mengerahkan lebih dari tiga juta tentara ke Korut.

Sementara itu, Uni Soviet memasok dan melatih pasukan Korea Utara dan China, serta mengirim pilot untuk misi melawan pasukan PBB.

Bagaimana akhir dari Perang Korea?

Pada musim panas 1951, pasukan kedua kubu terlibat pertempuran sengit di sekitar garis paralel ke-38. Korban-korban pun berjatuhan.

Negosiasi kemudian dimulai pada Juli 1951, tetapi terhambat karena persoalan nasib tawanan perang.

Meskipun banyak tawanan perang yang ditangkap oleh pasukan Amerika tidak ingin kembali ke negara asal mereka, baik Korea Utara maupun China bersikeras agar mereka dipulangkan sebagai syarat perdamaian.

Serangkaian pertukaran tahanan pun terjadi menjelang gencatan senjata tahun 1953. Lebih dari 75.000 tahanan komunis dikembalikan, sedangkan tak kurang dari 22.000 tawanan perang yang membelot atau mencari suaka.

Banyak juga tentara yang hilang pada akhir Perang Korea, dan keberadaannya tidak pernah diketahui.

Seorang prajurit membawa sebuah peti berisi sisa jenazah tentara AS yang tewas selama Perang Korea 1950-53. Kerangka tentara AS diangkut pesawat militer dari Korea Utara dan mendarat di Pangkalan Udara Osan di Pyeongtaek, Korea Selatan,  Jumat (27/7/2018). (AFP/Kim Hong-ji) Seorang prajurit membawa sebuah peti berisi sisa jenazah tentara AS yang tewas selama Perang Korea 1950-53. Kerangka tentara AS diangkut pesawat militer dari Korea Utara dan mendarat di Pangkalan Udara Osan di Pyeongtaek, Korea Selatan, Jumat (27/7/2018). (AFP/Kim Hong-ji)
Sekitar 80.000 tentara Korea Selatan ditangkap di Korea Utara ketika perang Korea berakhir. Korut membantah telah menahan, tetapi para pembelot dan pejabat Korsel melaporkan tawanan perang itu dipekerjakan sebagai pekerja paksa.

Sementara itu di kubu AS, ada lebih dari 7.500 tentara yang hilang. Perang Korea juga terlupakan di "Negeri Paman Sam", karena perhatian media tidak sebesar Perang Dunia I, Perang Dunia II, atau Perang Vietnam.

Baca juga: Kisah Perang: Rahasia Taktik Dau Tranh yang Bungkam AS di Perang Vietnam

Tanggal 27 Juli 1953, Korea Utara, China dan Amerika Serikat menandatangani perjanjian gencatan senjata Perang Korea.

Akan tetapi, Korea Selatan keberatan dengan pembagian Korea dan tidak menyetujui gencatan senjata atau menandatangani perjanjian damai formal.

Jadi, meskipun pertempuran di medan laga telah berakhir, secara teknis Perang Korea masih berlangsung.

Jumlah korban tewas dari Perang Korea diperkirakan hampir 40.000 dari militer AS, 46.000 dari tentara Korea Selatan, 215.000 tentara Korea Utara, 400.000 tentara China, dan 4 juta warga sipil.

Kenapa Korsel dan Korut tidak bersatu?

Tentara Korea Selatan berjaga di desa Panmunjom, zona demiliterisasi yang memisahkan kedua Korea. Secara teknis Korea Utara dan Selatan masih dalam kondisi perang karena Perang Korea 1950-1953 berhenti karena perjanjian gencatan senjata, bukan perjanjian damai.JUNG YEON-JE / AFP Tentara Korea Selatan berjaga di desa Panmunjom, zona demiliterisasi yang memisahkan kedua Korea. Secara teknis Korea Utara dan Selatan masih dalam kondisi perang karena Perang Korea 1950-1953 berhenti karena perjanjian gencatan senjata, bukan perjanjian damai.
Upaya reunifikasi untuk menyatukan Korea Selatan dan Korea Utara belum ada titik terangnya, meski gencatan senjata seharusnya diakhiri dengan perjanjian damai.

Syngman Rhee dari Korsel tidak mau menandatangani perjanjian damai karena ingin mengalahkan "saudaranya", sedangkan Korut terus mengembangkan senjata nuklir serta rudal jarak jauh untuk membendung invasi AS.

Akibatnya Korea Utara dijatuhi serangkaian sanksi dari Dewan Keamanan PBB, dan Amerika Serikat masih menempatkan 28.500 tentaranya di Korea Selatan.

Hampir 70 tahun lamanya sejak gencatan senjata Perang Korea, Korsel dan Korut belum bersatu karena sama-sama mengeklaim sebagai penguasa sah dari Semenanjung Korea.

Baca juga: Kisah Perang Terlama di Dunia, 335 Tahun Tanpa Darah dan Satu Pun Peluru

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mengapa Ukraina Ingin Bergabung dengan Uni Eropa?

Mengapa Ukraina Ingin Bergabung dengan Uni Eropa?

Internasional
Siapa Kelompok-kelompok Pro-Israel di AS?

Siapa Kelompok-kelompok Pro-Israel di AS?

Internasional
Mengenal Kelompok-kelompok Pro-Palestina di AS

Mengenal Kelompok-kelompok Pro-Palestina di AS

Internasional
Secara Ekonomi, Cukup Kuatkah Iran Menghadapi Perang dengan Israel?

Secara Ekonomi, Cukup Kuatkah Iran Menghadapi Perang dengan Israel?

Internasional
Mengapa Israel Menyerang Kota Isfahan di Iran?

Mengapa Israel Menyerang Kota Isfahan di Iran?

Internasional
Apa Status Palestina di PBB?

Apa Status Palestina di PBB?

Internasional
Alasan Mogok Kerja Para Dokter di Kenya

Alasan Mogok Kerja Para Dokter di Kenya

Internasional
Posisi Yordania Terjepit Setelah Ikut Tembak Jatuh Rudal Iran

Posisi Yordania Terjepit Setelah Ikut Tembak Jatuh Rudal Iran

Internasional
Asia Tenggara Jadi Tujuan Utama Perdagangan Sampah Impor Ilegal

Asia Tenggara Jadi Tujuan Utama Perdagangan Sampah Impor Ilegal

Internasional
Junta Myanmar Dituding Pakai Warga Rohingya sebagai “Perisai Manusia”

Junta Myanmar Dituding Pakai Warga Rohingya sebagai “Perisai Manusia”

Internasional
Mengapa Banyak Sekali Tentara Rusia Tewas di Ukraina?

Mengapa Banyak Sekali Tentara Rusia Tewas di Ukraina?

Internasional
Kecerdikan dan Kegigihan Hamas dalam Memperoleh Senjata

Kecerdikan dan Kegigihan Hamas dalam Memperoleh Senjata

Internasional
Sosok Uskup Korban Penusukan Dalam Aksi Terorisme di Australia

Sosok Uskup Korban Penusukan Dalam Aksi Terorisme di Australia

Internasional
Persenjataan Hamas Semakin Banyak yang Justru Bersumber dari Israel

Persenjataan Hamas Semakin Banyak yang Justru Bersumber dari Israel

Internasional
Dari Mana Hamas Memperoleh Senjata?

Dari Mana Hamas Memperoleh Senjata?

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com