CSP menggunakan lensa atau cermin untuk memfokuskan energi matahari di satu titik.
Baca juga: Inspirasi Energi: Mengenal PLTA Terbesar di Dunia Three Gorges Dam, Lebih Luas dari Kota Jayapura
Titik ini kemudian menjadi sangat panas kemudian memanaskan heat engine (biasanya ketel uap) dan menghasilkan listrik melalui turbin uap konvensional.
Beberapa sistem CSP menggunakan garam cair untuk menyimpan energi yang memungkinkan listrik dapat diproduksi di malam hari.
Sementara itu, panel surya dapat langsung mengubah energi surya menjadi energi listrik.
Baik CSP dan panel surya sebenarnya memiliki kelemahan, kata Profesor Al Habaibeh dalam tulisannya.
Baca juga: Inspirasi Energi: Mengenal Nord Stream 2 dan Kontroversinya
Dalam CSP, lensa dan cermin rawan tertutup oleh badai pasir, sedangkan turbin dan sistem pemanas uap tetap merupakan teknologi yang kompleks.
Kelemahan paling utama dari teknologi ini adalah penggunaan sumber daya air yang langka di daerah gurun.
Sedangkan kelemahan panel surya adalah ketika panel menjadi terlalu panas, efisiensinya menurun.
Panel surya tidak ideal di wilayah ketika mana suhu musim panas dapat mencapai 45 derajat Celcius bahkan di tempat teduh sekali pun.
Baca juga: Inspirasi Energi: 5 Teknologi Energi Terbarukan yang Naik Daun
Kendati demikian, sejumlah peneliti mengkhawatirkan efek jangka panjang bila Gurun Sahara dikembangkan sebagai situs PLTS.
Peneliti Geografi Fisik dari Universitas Lund Zhengyaou Lu dan Direktur Penelitian di Hawkesbury Institute for the Environment Western Sydney University Benjamin Smith menulis bahwa dari seluruh sinar matahari yang diserap, panel surya hanya mengubah sekitar 15 persennya yang kemudian diubah menjadi listrik.
Sisanya dikembalikan ke lingkungan sebagai panas, kata kedua ilmuwan tersebut dalam tulisannya di The Conversation.
Panel surya biasanya jauh lebih gelap daripada tanah yang mereka tutupi. Sehingga, pemasangan panel yang sangat luas akan menyerap banyak sinar matahari dan memantulkannya ke atmosfer sebagai panas.
Jika PLTS berskala sangat besar dibangun di Gurun Saharam dikhawatirkan panas yang terbuang ke atmosfer dari panel surya akan sangat banyak. Hal ini memiliki efek regional, bahkan global, pada iklim.
Baca juga: Inspirasi Energi: Benarkah Mobil Listrik Lebih Ramah Lingkungan?