Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

7 Tokoh yang Mati Dipenggal Selama Revolusi Perancis

Kompas.com - 25/09/2021, 14:30 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

KOMPAS.com -  Pada 1789, Revolusi Perancis berdarah dimulai dengan sejumlah aristokrat mati dipenggal.

Saat itu, sebagian besar kelas pekerja miskin dan kelaparan, kontras dengan para aristokrat masih menikmati kekayaan dan makan sepuasnya di istana mereka.

Sebenarnya, saat itu Perancis telah bangkrut oleh perang dan borjuasi (kelas atas dan menengah).

Baca juga: Biografi Tokoh Dunia: Rumphius, Tokoh Ahli Botani Ambon yang Buta Kelahiran Jerman

Warga negara terpelajar, yang dipengaruhi oleh para penulis Pencerahan, menjadi letih dengan rezim absolutis yang telah ada selama berabad-abad. Mereka memutuskan sudah waktunya untuk revolusi.

Faksi-faksi yang berbeda muncul, semua dengan pendekatan dan definisi revolusi mereka sendiri.

Awal revolusi ditandai pada 14 Juli 1789 di Bastille. Kelompok besar petani dan buruh menyerbu otoritas kerajaan. Raja dan keluarganya segera diseret ke penjara, mengantarkan pada kematian mereka.

Lalu, siapa saja tokoh yang mati dipenggal selama Revolusi Perancis?

Berikut Kompas.com merangkum 7 tokoh dan kisahnya yang mati dipenggal dengan guillotine selama Revolusi Perancis, seperti yang diansir dari History Extra:

1. Raja Louis XVI

Raja Louis XVI adalah tokoh Ancien Regime yang dibenci. Ia disalahkan atas penderitaan yang dirasakan rakyat Perancis pada umumnya, membuat jurang antara monarki dan kelas pekerja sangat luas.

Terlebih lagi, anggaran negara yang tidak kira-kira untuk mendukung penjajah dalam Perang Kemerdekaan Amerika, serta sejumlah perang mahal lainnya, seperti Perang Dunia II, yang telah membuat negara itu tenggelam jauh ke dalam utang.

Sementara rakyat berjuang dalam kemiskinan tanpa cukup makanan untuk dimakan, Louis XVI dan keluarganya yang memegang kekuasaan mutlak hidup mewah di istananya di Versailles.

Kemudian saat revolusi, keluarga kerajaan dipindahkan dari lingkungan nyaman mereka di Versailles ke penjara di Istana Tuileries di Paris.

Pada Juni 1791, keluarga kerajaan sempat berusaha melarikan diri dari Paris dan meluncurkan kontra-revolusi, tetapi hanya berhasil sampai sejauh Varennes (240 km dari Paris) dan kemudian dikembalikan ke Tuileries.

Pada 21 September 1792, monarki Prancis secara resmi dihapuskan, dan Republik Perancis Pertama didirikan.

Konvensi Nasional menyatakan Raja Louis XVI bersalah atas pengkhianatan, pada 15 Januari 1793, ia dipenggal dengan guillotine. Enam hari kemudian, ia dieksekusi, yang disambut gembira oleh banyak orang.

Baca juga: Kisah Marie Antoinette, Ikon Kecantikan Wanita Zaman Kerajaan Perancis yang Tewas Dipenggal

2. Ratu Marie Antoinette

Salah satu gambar paling abadi yang terkait dengan Revolusi Perancis adalah Marie Antoinette, yang menghadapi kematiannya setelah suaminya.

Mitos yang bertahan Marie Antoinette adalah orang yang menghina rakyatnya yang kelaparan. Sebuah kalimat yang disebut-sebut sebagai ucapan penghinaannya adalah "biarkan mereka makan kue".

Namun, kutipan itu dikaitkan dengan sang ratu 50 tahun setelah kematiannya, pada 16 Oktober 1793.

Marie Antoinette mulanya merupakan seorang putri Austria. Ia menikah dengan calon Louis XVI ketika dia baru berusia 14 tahun. Pernikahan mereka dimaksudkan untuk memperkuat aliansi antara Austria dan Perancis, yang telah berperang selama bertahun-tahun.

Awalnya penduduk Perancis terpesona oleh putri muda ini, opini populer segera berubah dan dia menjadi dibenci oleh kelas pekerja Perancis biasa, karena sifatnya yang suka foya-foya.

Dia bahkan menugaskan sebuah desa model untuk dibangun di Versailles sebagai tempat peristirahatan pribadinya, yang secara luas dipandang sebagai ejekan terhadap kehidupan petani.

Kata-kata terakhirnya sebelum dipenggal dengan guillotine adalah permintaan maaf karena tidak sengaja menginjak kaki algojonya.

Tubuh Marie Antoinette dilemparkan ke dalam kuburan tak bertanda. Pada 1815, jenazahnya dan jenazah suaminya, digali dan dipindahkan ke Basilika Saint-Denis.

3. Putri Lamballe

Marie-Therese-Louise de Savoie-Carignan, Princess de Lamballe, adalah teman dekat Ratu Marie Antoinette, dan salonnya menjadi tempat pertemuan populer bagi simpatisan royalis setelah Revolusi dimulai.

Setelah Istana Tuileries pada 10 Agustus 1792 diserangan, Putri Lamballe dibawa ke penjara La Force.

Antara 2 dan 4 September, para tahanan diseret ke depan pengadilan yang dibentuk dengan tergesa-gesa dan dijatuhi hukuman mati.

Setengah lebih dari 2.700 tahanan tewas, banyak yang tewas oleh kelompok bersenjata, Putri Lamballe di antara mereka yang mati dipenggal dengan guillotine.

Periode itu kemudian dikenal sebagai Pembantaian September.

Baca juga: 4 Tokoh Sejarah Dunia Penyebab Kerugian Ekonomi Terbesar, Salah Satunya Mansa Musa I

4. Charlotte Corday

Charlotte Corday adalah seorang bangsawan kecil dari Caen dan simpatisan Girondins, sebuah kelompok politik yang menganjurkan revolusi yang tidak terlalu ekstrim.

Namun, dia menjadi tertekan pada arah di mana Revolusi yang sedang berlangsung.

Pada 13 Juli 1793, setelah memberikan pernyataan bahwa dia akan mengkhianati simpatisan Girondins, Corday diundang ke rumah Jakobin Jean-Paul Marat di Paris.

Marat adalah seorang dokter, wartawan, ilmuwan, dan politikus yang aktif selama Revolusi Perancis. Ia menyuarakan aspirasinya melalui surat kabar L'Ami du peuple.

Ketika Marat sedang mandi obat untuk mengobati kulitnya, Corday muncul untuk menikam dadanya.

Di persidangan, Corday menjelaskan alasannya membunuh Marat, “Saya tahu bahwa dia, Marat, memutarbalikkan Perancis. Aku telah membunuh satu orang untuk menyelamatkan seratus ribu.”

Setelah itu, ia dijatuhi hukuman mati dengan dipenggal dengan guillotine.

Menurut salah satu legenda setempat, seorang pria menampar pipi kepala Corday yang terpenggal, sehingga membuat ekspresi marah. Ini memicu gagasan bahwa korban guillotine dapat mempertahankan kesadaran untuk sementara waktu.

5. Louis Philippe, Duke Orleans

Duke Orleans adalah sepupu Raja Louis XVI, tetapi ia menyukai transformasi dari monarki absolut ke monarki konstitusional.

Sebagai pejuang kaum miskin, ia sering menggunakan kekayaannya untuk memberi makan yang membutuhkan dan membuka kediamannya, Palais-Royal, kepada publik.

Duke memiliki hubungan yang dingin dengan sepupunya dan secara terbuka memusuhi Marie Antoinette.

Pada 1787, setelah menantang otoritas raja di depan Parlement Paris (salah satu pengadilan tinggi Kehakiman Ancien Regime), Duke untuk sementara diasingkan ke perkebunannya.

Dia menjadi pahlawan bagi banyak kaum revolusioner, terutama mereka yang terlibat dalam penyerbuan Bastille, dan ia dipilih untuk mewakili para bangsawan di Estates-General, kemudian bergabung dengan Majelis Nasional.

Duke melepaskan gelar kerajaannya dan diberi nama Philippe galite (kesetaraan) oleh Komune Paris, pemerintah Paris antara tahun 1792 dan 1795.

Setelah mengetahui bahwa sepupunya telah menyerukan eksekusinya, Raja XVI berkata, "Saya sangat sedih melihat Monsieur d'Orleans, kerabat saya, memilih saya mati."

Pada 1793, setelah beberapa tahun bertugas di militer Perancis, Louis Philippe membelot ke Austria, bersama dengan jenderal Perancis, Charles-Francois du Perier Dumouriez.

Hal itu menyebabkan kemarahan di Paris.
Pada 6 November 1793, Louis Philippe dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Revolusioner dan dipenggal dengan guillotine pada hari yang sama.

Baca juga: 7 Tokoh Sejarah yang Tumbuh Sebagai Seorang Yatim Piatu

6. Georges Danton

Georges Danton terinspirasi untuk membantu perjuangan revolusioner, bergabung dengan penjaga sipil (garde borjuis) pada 1789.

Pada 1790, bersama dengan beberapa revolusioner militan ia mendirikan Cordeliers Club, yang dibuat untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran. bertentangan dengan hak-hak manusia.

Pada 10 Agustus 1792, diangkat menjadi Menteri Kehakiman karena dianggap berjasa dalam penyerbuan di Istana Tuileries oleh Garda Nasional Komune Paris.

Pada April 1793, Danton menjadi presiden pertama Komite Keamanan Publik. Berbagai upaya ia lakukan untuk merundingkan perdamaian dengan Austria, tetapi gagal.

Ketika Revolusi Perancis semakin lebih ekstrem, Danton mulai menyerukan pendekatan yang lebih moderat.

Penolakannya yang terus-menerus terhadap tawaran kekerasan Maximilien Robespierre menyebabkan penangkapannya pada 30 Maret 1794, dan dia dipenggal dengan guillotine beberapa hari kemudian.

7. Maximilien Robespierre

Salah satu tokoh paling berpengaruh selama Revolusi Perancis, Maximilien Robespierre awalnya adalah seorang pengacara yang terpilih menjadi Estates-General.

Kemudian, ia menjabat sebagai bagian dari Majelis Konstituante Nasional, yang telah dibentuk dari Majelis Nasional pada 1789.

Robespierre menjadi populer dengan rakyat karena ide serangannya yang ganas terhadap monarki dan menyerukan reformasi demokrasi.

Pada 1790, Robespierre menjadi presiden dari Klub Jacobin yang radikal dan kemudian menjadi wakil pertama untuk Konvensi Nasional Paris.

Konvensi tersebut menghapuskan monarki, mendeklarasikan Perancis sebagai republik, dan mendakwa Louis XVI dengan pengkhianatan.

Perebutan kekuasaan terjadi antara Jacobin dan Girondin yang lebih moderat. Jacobin menggunakan pengaruh mereka dengan massa untuk merebut kendali, dan para pemimpin Girondin ditangkap.

Komite Keamanan Publik mengambil alih Perancis, dengan Robespierre menjadi kekuatan utamanya.

Di bawah perintah Robespierre, siapa pun yang dianggap sebagai musuh Revolusi Perancis akan dipenggal dengan guillotine, termasuk mantan teman Robespierre, Georges Danton.

Sekitar 17.000 orang secara resmi dieksekusi selama 11 bulan di bawah Pemerintahan Teror, ketika Robespierre berusaha mengkonsolidasikan kekuasaannya.

Pada 27 Juli 1794, Robespierre ditangkap setelah dikecam sebagai tiran dalam kontra-revolusi yang kemudian dikenal sebagai Reaksi Thermidorian.

Pada hari itu terjadi perkelahian hingga rahang Robespierre tertembak, tetapi tidak jelas apakah Robespierre menembak dirinya sendiri atau ditembak oleh salah satu penculiknya.

Keesokan harinya, Robespierre dan 21 pendukungnya dikirim ke guillotine. Algojo merobek perban yang menutupi rahangnya yang terluka, menyebabkan dia menangis kesakitan sebelum pedang guillotine yang jatuh menebas kepalanya.

Menurut saksi sejarah, orang banyak bersorak selama 15 menit atas kematiannya.

Baca juga: Tokoh Separatis Catalonia Carles Puigdemont Ditangkap di Italia

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com