KOMPAS.com - Sekitar tahun 1920-an beredar kabar tentang kutukan Raja Tut, sebutan Raja Tutankhamun dari Mesir.
Kabar kutukan Raja Tut santer terdengar setelah seorang bangsawan Inggris dan ahli Mesir Kuno amatir, George Herbert atau Lord Carnarvon kelima meninggal.
Bangsawan itu membantu membiayai pencarian makam Raja Tut yang dilakukan oleh Howard Carter. Ia juga secara seremonial ikut membuka ruang pemakaman firaun muda itu di Lembah Para Raja Mesir.
Baca juga: 10 Pemimpin Terhebat dalam Sejarah Peradaban Dunia dari Alexander Agung hingga Raja Tut
Melansir Livescience.com, Carnarvon meninggal pada 5 April 1923. Kematiannya, secara luas dianggap sebagai misteri dan dengan cepat dikaitkan dengan kutukan Raja Tut.
Namun menurut penelitian bahwa Raja Tut mengalami infeksi gangren pada usia 19 tahun sebelum kematiannya. Gangrene adalah kondisi matinya jaringan tubuh akibat tidak mendapat pasokan darah yang cukup.
Disebutkan oleh History, infeksi gangren yang dialami Raja Tut itu kemungkinan disebabkan oleh patah kaki.
Studi lain pada 2010 tentang DNA Tutankhamun ditemukan bahwa dia menderita malaria dan cacat, membutuhkan tongkat untuk berjalan, yang dapat mempercepat risiko jatuh dan memperburuk infeksi kakinya.
Pada 26 November 1922, makam Raja Tut ditemukan dan pada 16 Februari 1923 makamnya dibuka.
Sejak makam Raja Tutankhamun ditemukan di Lembah Para Raja Mesir, beredar cerita bahwa mereka yang berani melanggar tempat peristirahatan terakhir raja muda itu akan menghadapi kutukan yang mengerikan.
Baca juga: Fakta Unik Mesir Kuno, dari Raja Wanita hingga Obat Tak Lazim
Ide kutukan diperkuat dengan tren cerita di surat kabar dan buku fiksi, seperti buku karya Sir Arthur Conan Doyle, yang menulis bahwa peri itu nyata.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.