KOMPAS.com - Genghis Khan, seorang panglima perang dari pasukan Mongol yang biasa menerapkan taktik perang kejam.
Ia dan pasukannya tak segan membunuh semua manusia hingga binatang di wilayah yang mereka jajah, anak-anak, wanita, hingga kucing dan anjing, tetapi membiarkan segelintir orang melarikan diri, untuk menyebarkan teror.
Pasukan Genghis Khan juga tega saja memutilasi mayat musuh dan membawa bagian tubuh, seperti hidung, bibir, dan telinga sebagai suvenir kebanggaan, seperti yang disebutkan di beberapa literasi.
Namun di lain sisi, ada sikap toleransi yang ditanamkan pria bernama asli Temujin ini dalam membangun Kekaisaran Mongol (1206-1227 M). Berikut 10 daftar sikap toleransi pemimpin Mongol tersebut, seperti yang dilansir dari Mentalfloss.com:
Baca juga: Rahasia Kekuatan Perang Pasukan Kekaisaran Mongol dalam Menaklukkan Asia
Genghis Khan mengesahkan aturan yang mengizinkan kebabasan beragama, dan bahkan memberikan pembebasan pajak untuk tempat-tempat ibadah.
Kebijakan itu ia ambil dengan mempertimbangkan bahwa rakyat kecil dapat terdorong untuk memberontak, jika itu tidak dilakukan.
Apalagi, mengingat bahwa bangsa Mongol menganut banyak agama berbeda, dan tidak mungkin untuk menyatukan mereka dalam satu agama.
Meski suka menahan musuh, disebutkan bahwa Genghis Khan melarang pasukannya untuk menyiksa orang-orang yang ditahan. Sebaliknya, ia suka merekrut mereka sebagai pasukannya.
Diceritakan dalam suatu perang, pemimpin Kekaisaran Mongol hampir terbunuh setelah kudanya ditembak dari bawah oleh tahanan musuh yang menembakkan panah.
Seorang pria dengan berani melangkah maju untuk mengaku, dan mengatakan dia akan menerima hukuman mati atau bersumpah setia abadi jika diampuni.
Panglima perang yang terkenal kejam ini segera mengangkatnya menjadi perwira di pasukannya. "Jebe" yang artinya panah, demikian Khan memanggilnya. Kemudian, ia menjadi salah satu komandan lapangan Mongol yang hebat.
Baca juga: Temujin dan Gelar Genghis Khan dalam Sejarah Kerajaan Mongol
Setelah merebut sebuah kota, Genghis Khan akan meninggalkan beberapa pejabat untuk mengawasi masalah kota, dan pada dasarnya membiarkan orang-orang melanjutkan hidup mereka, asalkan setia kepada Kekaisaran Mongol.
Sistem feodal kuno di seluruh Asia biasanya akan menghadiahi hak istimewa kecenderungan kepada putra bangsawan atau garis keturunan. Namun, pemimpin Kekaisaran Mongol ini memberikan hak jabatan pasukannya berdasarkan pencapaian dan kesetiaan mereka secara individu.
Genghis Khan memahami kepahitan dan ketegangan ekonomi yang diciptakan oleh perbudakan.
Dia pernah menjadi budak selama masa remajanya, ketika dia dan istrinya Börte ditangkap oleh klan saingan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.