Dengan runtuhnya tentara Persia, Alexander menjadi "Raja Babilonia, Raja Asia, Raja Empat Perempat Dunia."
Baca juga: Profil Pemimpin Dunia: Kim Jong Un, Presiden Korea Utara
Agenda kampanye militer Alexander Agung selanjutnya adalah untuk menaklukkan Mesir.
Setelah mengepung Gaza dalam perjalanannya ke Mesir, Alexander dengan mudah mencapai penaklukannya, Mesir jatuh tanpa perlawanan.
Pada 331 SM, ia menciptakan kota Alexandria, yang dirancang sebagai pusat budaya dan perdagangan Yunani.
Penaklukan Alexander berikutnya adalah Iran timur, di mana ia menciptakan koloni Makedonia, dan pada 327 SM merebut benteng di Ariamazes.
Setelah menangkap Pangeran Oxyartes, Alexander menikahi putri pangeran, Rhoxana.
Pada 328 SM, Alexander mengalahkan pasukan Raja Porus di India utara. Namun, ia terkesan oleh Porus, yang membuatnya mengembalikan Porus sebagai raja dan memenangkan kesetiaan dan pengampunannya.
Alexander melanjutkan penyerangan ke Gangga, tetapi batal karena pasukannya menolak untuk maju lebih jauh. Dalam perjalanan mereka kembali di sepanjang Indus, Alexander terluka oleh prajurit Malli.
Pada 325 SM, setelah Alexander pulih, dia dan pasukannya menuju utara di sepanjang Teluk Persia yang terjal. Di sana banyak pasukannya yang tumbang karena penyakit dan cedera. Pada 324 SM, Alexander akhirnya mencapai kota Susa.
Putus asa untuk mempertahankan kepemimpinannya dan merekrut lebih banyak tentara baru, ia mencoba menghubungkan bangsawan Persia dengan Makedonia untuk menciptakan kelas penguasa.
Di Susa, dia memerintahkan agar sejumlah besar orang Makedonia menikahi putri-putri Persia.
Setelah Alexander berhasil merekrut puluhan ribu tentara baru Persia ke dalam pasukannya, dia memecat banyak tentara Makedonia yang ada.
Hal ini membuat marah para prajurit, yang mengkritik pasukan baru Alexander, dan mengutuknya, karena mengadopsi kebiasaan dan tata krama Persia.
Alexander menenangkan tentara Makedonia dengan membunuh 13 pemimpin militer Persia. Pesta Thanksgiving kemudian diadakan di Susa, yang telah diarahkan untuk memperkuat ikatan antara Persia dan Makedonia, yang memiliki unsur yang sangat berlawanan.
Saat berencana menaklukkan Kartago dan Roma, Alexander Agung yang saat itu berada di Babilonia (sekarang Irak) menghebuskan napas terakhir karena malaria.
Ia meninggal pada 13 Juni 323 SM di usia yang masih muda, 32 tahun. Beberapa bulan kemudian, Rhoxana melahirkan putranya.
Setelah Alexander meninggal, kerajaannya runtuh dan negara kota di dalamnya berebut kekuasaan.
Seiring waktu, budaya Yunani dan Timur berasimilasi dan berkembang sebagai efek samping dari strategi kekuasaan Alexander, menjadi bagian dari warisan dan menyebarkan semangat Panhellenisme, suatu ide dan cita-cita untuk mempersatukan bangsa Yunani.
Baca juga: Profil Pemimpin Dunia: Elizabeth II, Ratu Inggris
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.