Di bawah tekanan KMT yang meningkat, Mao diturunkan dari peran kepemimpinannya. Pasukan Chiang Kai Shek mengepung Tentara Merah di pegunungan Jiangxi, memaksa mereka untuk melarikan diri dengan putus asa pada 1934.
Sekitar 85.000 tentara dan pengikut Tentara Merah mundur dari Jiangxi dan mulai berjalan sepanjang 6.000 kilometer menuju provinsi utara Shaanxi.
Diliputi oleh cuaca yang membekukan, jalur gunung yang berbahaya, sungai yang tanpa jembatan, dan serangan oleh panglima perang dan KMT, tersisa 7.000 komunis yang berhasil mencapai Shaanxi pada 1936.
Long March ini mengukuhkan posisi Mao Zedong sebagai pemimpin komunis China. Dia mampu menggalang pasukan, meskipun situasi mereka mengerikan.
Pada 1937, Jepang menginvasi China.
Partai Komunis China dan KMT menghentikan perang saudara mereka untuk menghadapi ancaman baru dari Jepang, yang berlangsung hingga kekalahan Jepang pada 1945 dalam Perang Dunia II.
Jepang merebut Beijing dan pantai China, tetapi tidak pernah menduduki pedalaman. Kedua tentara China terus bertempur, taktik gerilya komunis sangat efektif.
Sementara itu, pada 1938, Mao menceraikan He Zizhen dan menikah dengan aktris Jiang Qing, yang kemudian dikenal sebagai "Nyonya Mao."
Di tengah ia memimpin perang melawan Jepang, Mao telah berencana untuk merebut kekuasaan dari musuh lamanya, KMT.
Mao mengkodifikasikan ide-idenya dalam sejumlah pamflet, termasuk "On Guerrilla Warfare" dan "On Protracted War".
Pada 1944, Amerika Serikat mengirim Misi Dixie untuk menemui Mao dan kaum komunis, Amerika menemukan komunis lebih terorganisir dan lebih rendah tingkat korupnya dari pada KMT, yang telah menerima dukungan barat.
Setelah Perang Dunia II berakhir, tentara China mulai bertempur lagi dalam perang saudara antara partai komunis dengan partai nasionalis.
Titik baliknya adalah Pengepungan Changchun 1948, di mana Tentara Merah, sekarang disebut Tentara Pembebasan Rakyat (PLA), mengalahkan tentara Kuomintang di Changchun, Provinsi Jilin.
Pada 1 Oktober 1949, Mao merasa cukup percaya diri untuk mendeklarasikan berdirinya Republik Rakyat China.
Pada 10 Desember, PLA mengepung benteng terakhir KMT di Chengdu, Sichuan. Pada hari itu, Chiang Kai Shek dan pejabat KMT lainnya melarikan diri dari daratan ke pulau Taiwan.
Baca juga: Perempuan Berdaya: Ching Shih, Ratu Bajak Laut China Selatan Abad Ke-19
Setelah berkuasa, Mao mengarahkan gerakan reformasi radikal di China. Tuan tanah dieksekusi, mungkin sebanyak 2-5 juta di seluruh negeri, dan tanah mereka didistribusikan kembali kepada petani miskin.
"Kampanye untuk Menekan Kontrarevolusioner" Mao itu merenggut sedikitnya 800.000 nyawa tambahan, kebanyakan mantan anggota KMT, intelektual, dan pengusaha.
Dalam Kampanye untuk Menekan Kontrarevolusioner pada 1951-1952, Mao mengarahkan targetnya terhadap orang-orang kaya dan tersangka kapitalis. Mereka yang menjadi sasaran "sesi perjuangan" publik.
Banyak yang selamat dari pemukulan dan penghinaan awal kemudian bunuh diri.
Antara 1953 dan 1958, Mao meluncurkan Rencana Lima Tahun Pertama, dengan maksud menjadikan China sebagai kekuatan industri.
Didorong oleh keberhasilan awalnya, Ketua Mao meluncurkan Rencana Lima Tahun Kedua, yang disebut "Lompatan Jauh ke Depan" pada Januari 1958.
Dia mendesak para petani untuk beralih bekerja industri di pekarangan mereka, dari pada merawat tanaman. Hasilnya adalah bencana Kelaparan Besar, diperkirakan 30-40 juta orang China kelaparan yang berlangsung pada 1958-1960.
Tak lama setelah Mao mengambil alih kekuasaan di China, dia mengirim "Tentara Relawan Rakyat" atau PVA ke dalam Perang Korea untuk berperang bersama Korea Utara melawan pasukan Korea Selatan dan PBB. PVA menyelamatkan tentara Kim Il Sung dari serangan.