Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Khawla Binti Al-Azwar: Pendekar Wanita dalam Medan Perang Melawan Kekaisaran Bizantium

Kompas.com - 19/08/2021, 06:36 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

KOMPAS.com - Khawla Binti Al-Azwar, salah satu dari sedikit wanita Muslim yang turun ke medan perang pada abad ke-7 untuk melawan pasukan Kekaisaran Bizantium.

Menurut riwayat sejarah yang dilansir dari History Collection, Khawla hidup pada 600-an Masehi. Ia adalah wanita Muslim yang dikenal sebagai penyair dan petarung yang tangguh dari Arab.

Ia memimpin pasukannya sendiri di berbagai pertempuran, dan menjadi terkenal karena keterampilan perang, keberanian, dan ketangguhannya sebagai perempuan berdaya.

Baca juga: Perempuan Berdaya: Ching Shih, Ratu Bajak Laut China Selatan Abad Ke-19

Khawla adalah putri dari kepala suku Arab yang dikenal sebagai Bani Assad, yang selama masa mudanya mempelajari keterampilan perang, seperti ilmu menggunakan pedang dan menunggang kuda, yang diajarkan oleh saudara laki-lakinya, Dhiraar bin Al-Azwar.

Selain itu, ia juga belajar sastra dari saudaranya. Kemudian, jadilah ia seorang penyair dan pendekar wanita tangguh di zamannya.

Sosoknya pertama kali dicatat sebagai seorang petarung tangguh pada 634 Masehi, selama pengepungan Arab di Damaskus, ketika saudara laki-lakinya yang terluka ditawan oleh prajurit Kekaisaran Bizantium.

Awalnya, Khawla berperan sebagai tenaga bantuan medis saat menyusul saudaranya yang bergabung dengan pasukan Tentara Rashidun yang besar, dalam penaklukan Suriah, Yordania, dan Palestina.

Mengutip Al Shindagah, saudaranya adalah salah satu komandan, yang bertugas di bawah Khalid Bin Walid. Khalid adalah sahabat Nabi Muhammad SAW serta seorang panglima perang termasyhur dan ditakuti di medan perang.

Di sana, Khalwa bertanggung jawab untuk mengobati para Tentara Rashidun yang terluka dan membawakan air bagi yang sekarat.

Suatu hari saat berlangsung pertempuran pasukan Arab dengan prajurit Kekaisaran Bizantium di luar Yerusalem, Khawla yang berjaga di perbukitan melihat saudara laki-lakinya jatuh dari kuda dan diseret oleh pasukan musuh sebagai tahanan.

Seketika ia hilang minat untuk bertugas merawat para pasukan yang luka. Pada titik itulah Khawla dengan tekad berkobar turun ke medan perang.

Baca juga: [Perempuan Berdaya] 7 Pejuang Wanita dari India yang Pilih Bertarung hingga Mati

Mengambil baju zirah, Khawla menutupi wajahnya dengan cadar untuk menyembunyikan jenis kelaminnya.

Ia bersiap untuk menyerang barisan belakang pasukan Kekaisaran Bizantium sendirian. Dia berjuang sampai bala bantuan tiba untuk menyelamatkan saudara laki-lakinya dari tahanan.

Menurut kisahnya yang dikutip dari Badass of the Week, aksi Khawla di medan perang itu layaknya ksatria pria yang berapi-api menembus barisan prajurit Bizantium dengan hidup-hidup.

Mengutip Parhlo, salah satu komandan pasukan tentara Rashidun, Shurahbil Ibn Hassana, berkata saat itu, "Prajurit ini bertarung seperti Khalid bin Walid, tapi saya yakin dia bukan Khalid”.

Khalid mencari ksatria itu sampai dia menemukannya dalam kondisi sudah berlumuran darah, seperti yang dilansir dari Al Shindagah.

Dia memuji keberaniannya dan memintanya untuk membuka cadarnya. Namun, Khawla tidak menjawab, dan mencoba melepaskan diri. Para prajurit lainnya tidak akan membiarkan dia melakukan itu dan semua orang memintanya untuk mengungkapkan identitasnya.

Khawla tidak menemukan cara untuk menghindar, dan akhirnya menjawab, “Anda adalah pemimpin yang hebat, dan saya hanyalah seorang wanita yang hatinya membara.”

"Siapa kamu?" tegas Khalid.

“Saya Khawla Binti Al Azwar. Saya bersama para wanita yang menyertai tentara, dan ketika saya mengetahui bahwa musuh menangkap saudara saya, saya melakukan apa yang saya lakukan.”

Baca juga: Perempuan Berdaya: 5 Petarung Wanita dari Zaman Kuno yang Mengukir Sejarah

Khalid kemudian memerintahkan para tentara Rashidun untuk mengejar tentara Kekaisaran Bizantium yang melarikan diri, dengan Khawla yang memimpin, mencari saudaranya ke segala arah, tetapi sia-sia hingga menjelang siang, yang menentukan.

Mengetahui bahwa para tahanan harus berada di suatu tempat, Khalid mengirim Khawla dengan sejumlah pasukan untuk menemukan mereka.

Setelah pengejaran di tengah terik, mereka berhasil mengejar rombongan pasukan Kekaisaran Bizantium yang membawa para tahanan ke markas mereka. Pertempuran selanjutnya terjadi yang dimenangkan oleh pasukan Khawla dan para tawanan diselamatkan, termasuk saudaranya.

Dalam pertempuran lain di Ajnadin, tombak Khawla patah, dan kuda betinanya terbunuh, dan dia dijadikan tawanan.

Namun, dia heran menemukan bahwa pasukan Kekaisaran Bizantium menyerang kamp wanita dan menangkap beberapa dari mereka. Pemimpin mereka memberikan tawanan kepada komandannya, dan memerintahkan Khawla dipindahkan ke tendanya.

Dia sangat marah, dan memutuskan bahwa mati lebih terhormat dari pada hidup dalam aib. Dia berdiri di antara wanita lain, dan berseru ke mereka untuk memperjuangkan kebebasan dan kehormatan mereka atau mati.

Mereka pun antusias dengan rencananya. Mereka mengambil tiang dan pasak tenda dan menyerang penjaga. Mereka membuat formasi lingkaran, seperti yang Khawla katakan kepada mereka.

Pendekar wanita itu memimpin serangan, membunuh penjaga pertama dengan tiang, wanita lain mengikutinya.

Menurut Sejarawan Arab, Al Waqidi dalam bukunya “The conquering of Al Sham (greater Syria)”, para wanita pemberani itu berhasil membuat 30 pasukan Bizantium tak berkutik, dengan Khawla mengiringi mereka dengan syairnya yang mengobarkan semangat.

Pemimpin Kekaisaran Bizantium marah dengan yang terjadi, dan memimpin pasukan untuk melawan mereka, yang awalnya para wanita itu dia rayu.

Baca juga: Perempuan Berdaya: 7 Legenda Wanita Bersejarah dalam Islam

Dia mengatakan ke Khawla bahwa ia akan menikahinya dan menjadikannya ibu negara Damaskus.

Perempuan berdaya itu membalasnya dengan tenang dan menghina, "Saya bahkan tidak akan menerima Anda sebagai penggembala unta saya! Bagaimana Anda mengharapkan saya untuk merendahkan diri saya dan tinggal bersama Anda?"

Selanjutnya, diceritakan pertempuran sengit terjadi. Para wanita yang ambil bagian dalam pertempuran dengan bangga mengatakan bahwa Khawla membunuh 5 ksatria Bizantium, termasuk pemimpin yang menghinanya.

Dalam pertempuran lain, tentara Rashidun ditaklukkan oleh tentara Kekaisaran Bizantium yang jauh lebih besar. Banyak tentara melarikan diri, tetapi tidak lama.

Khawla dan wanita lainnya bertemu dengan tentara yang melarikan diri, mempertanyakan klaim keberanian mereka dan memaksa mereka untuk kembali ke medan perang.

Orang-orang itu tercengang ketika mereka melihat Khawla menghunus pedangnya dan memimpin serangan balik. Mereka membalikkan kuda mereka dan bergabung dalam pertempuran, yang akhirnya dimenangkan.

Salah satu ksatria yang hadir hari itu berkata, “Wanita kami jauh lebih keras terhadap kami dari pada orang Bizantium. Kami merasa bahwa kembali untuk bertarung dan mati jauh lebih mudah dari pada menghadapi kemarahan wanita kami di kemudian hari”.

Menurut catatan biografi yang dikutip dari Badass of the Week, setelah mengakhiri perang, Khawla menikah dengan seorang pangeran Arab yang kuat.

Khawla dikenang sebagai pendekar wanita legendaris yang tangguh dan pemberani dari abad ke-7 dalam sejarah bangsa Arab.

Baca juga: Perempuan Berdaya: Ambisi Ratu Isabella I di Balik Runtuhnya Kerajaan Muslim di Spanyol

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com