Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biografi Tokoh Dunia: Recep Tayyip Erdogan, Pemimpin Muslim Terpopuler Dunia yang Lolos dari Kudeta

Kompas.com - 09/08/2021, 23:55 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

KOMPAS.com - Recep Tayyip Erdogan adalah Presiden ke-12 Turki yang menjabat sejak 2014, dan sebelumnya menjadi perdana menteri Turki selama tiga periode sejak 2003.

Berasal dari keluarga dengan ekonomi rendah, Erdogan memulai kariernya dari bawah hingga kini tumbuh menjadi raksasa politik Turki.

Pada 2020, Presiden Turki ini dinobatkan sebagai pemimpin Muslim paling populer di dunia menurut indeks internasional. Ketenarannya bahkan melebihi Raja Saudi Salman dan Presiden Iran terdahulu Rouhani.

Di Turki, kiprahnya sebagai tokoh muslim pertama yang terpilih sebagai walikota Istanbul menonjol. Pemerintahan awalnya memang diakui berhasil memberikan sejumlah perubahan.

Namun isu hasutan kebencian terkait agama menyandungnya hingga mengirimnya ke bui. Alih-alih menghilang dari dunia politik, dia kembali dengan partai baru dan berhasil menjabat sebagai Perdana Menteri hingga berhasil puncak kekuasaan sebagai Presiden Turki pada 2014.

Saat cengkramannya pada kekuasaan Turki dirasa makin kuat, percobaan kudeta militer terjadi pada 2016. Tapi upaya itu gagal menggulingkan pemerintahannya. Dia bahkan terpilih kembali sebagai presiden dua tahun kemudian.

Baca juga: Turki Dilanda Bencana Kebakaran Terburuk, Erdogan Marah Ada Tagar #HelpTurkey

Bakat terpendam

Recep Tayyip Erdogan lahir pada 26 Februari 1954, di kawasan Kasimpasa Istanbul, Turki, dari orang tua Ahmet dan Tenzile Erdogan.

Masa kecilnya dihabiskan di Rize, di mana sang ayah bekerja sebagai penjaga pantai, sebelum keluarganya kembali ke Istanbul ketika dia berusia 13 tahun.

Dibesarkan tanpa banyak uang, Erdogan menjual limun dan roti wijen di jalanan saat remaja.

Berbakat di olahraga sepak bola, Erdogan muda sempat mengikuti sejumlah kompetisi selama beberapa tahun. Keahliannya dikabarkan bahkan menarik minat klub-klub top. Sayang, ayahnya menghadang langkah Erdogan mengejar karier itu.

Erdogan diarahkan untuk mengenyam pendidikan di Sekolah Imam Hatip Istanbul yang religius. Di sana, dia terlibat dengan Asosiasi Pelajar Nasional Turki, dan lulus ujian untuk mendapatkan diploma dari Eyup High School juga.

Baca juga: Erdogan: Kebakaran Hutan di Turki Terburuk dalam Sejarah

Awal Politik

Ajaran pemimpin Partai Keselamatan Nasional Turki, Necmettin Erbakan, selanjutnya banyak memengaruhi pemikirannya.

Di masa kuliah Erdogan mulai aktif terjun ke politik. Dia terpilih sebagai ketua Partai Cabang Pemuda Beyoglu dan Cabang Pemuda Istanbul, pada 1976. Namun partai tersebut dibubarkan setelah kudeta militer 1980.

Setelah menyelesaikan pendidikannya dengan gelar sarjana dari Fakultas Ekonomi dan Ilmu Administrasi Universitas Marmara (1981), dia bekerja sebagai akuntan dan manajer di sektor swasta.

Namun pada 1983, Erdogan kembali ke politik melalui Partai Kesejahteraan, dan menjadi Bupati Beyoglu pada 1984.

Tahun berikutnya, ia terpilih sebagai kepala Provinsi Istanbul dan diangkat ke Dewan Eksekutif Pusat. Ditugaskan untuk meningkatkan jumlah pemilih, Erdogan mendapat apresiasi atas keberhasilan partai dalam pemilihan kota 1989.

Baca juga: Hari Ke-7 Kebakaran Hutan Turki, Pembangkit Listrik Terancam Kobaran Api Tak Terkendali

Wali Kota dan Penjara Istanbul

Pada 1994, Erdogan terpilih sebagai Wali Kota Istanbul. Sebagai muslim pertama yang menjabat dalam peran ini, ia menunjukkan komitmen keagamaannya dengan melarang alkohol dari kafe-kafe milik kota.

Dia juga berhasil mengatasi masalah kekurangan air di kota, mengurangi polusi dan meningkatkan infrastruktur, hingga membantu memodernisasi ibu kota negara.

Akan tetapi pada Desember 1997, Erdogan mendapat kecaman serius. Dia diketahui secara terbuka membacakan puisi yang berisi: "Masjid adalah barak kami, kubah helm kami, menara bayonet kami dan tentara kami yang setia."

Akibat insiden itu, dia didakwa karena melanggar hukum sekuler Turki dan dituduh menghasut kebencian agama. Erdogan pun dipaksa mundur sebagai walikota dan dilarang dari jabatan publik, serta akhirnya menjalani hukuman empat bulan penjara pada 1999.

Baca juga: Kebakaran Hutan Melanda Turki, Orang-orang Melarikan Diri dari Rumah

Dari revolusioner ke otoriter

Setelah hukuman penjaranya selesai, Erdogan ikut mendirikan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) pada 2001.

AKP mengklaim kemenangan gemilang dalam pemilihan parlemen 2002, dan Erdogan segera mendapatkan kembali kekuasaannya secara resmi berkata mendemen konstitusi yang membatalkan larangan politiknya.

Dia menjadi perdana menteri Turki pada 9 Maret 2003, dan kemudian terpilih kembali untuk posisi itu dua kali lagi.

Sebagai perdana menteri, Erdogan secara nyata meningkatkan posisi ekonomi Turki. Pengendalian inflasi berhasil dilakukan, serta mendorong peningkatan investasi asing. Peningkatan pendapatan per kapita Turki pun terdongkrak dengan peringkat kredit yang menguat.

Di bawah pemerintahannya di masa ini, Erdogan juga membangun hubungan dekat dengan sekutu Barat.

Namun setelah tiga periode berkuasa sebagai Perdana Menteri Turki, Erdogan semakin dikenal sebagai pemimpin otoriter yang secara nyata meningkatkan kekuasaannya.

Pada 2013, ia memenjarakan beberapa pejabat militer senior seumur hidup karena merencanakan penggulingan AKP. Dia juga memerintahkan militer menindak demonstrasi damai di Taman Gezi Istanbul.

Tahun berikutnya, cengkraman Erdogan semakin kuat setelah pemerintahnya mengutuk penggunaan media sosial. Dia juga secara singkat memblokir akses Turki ke Twitter dan YouTube.

Baca juga: Kebakaran Hutan Turki Hanguskan Tempat Wisata, 4.000 Turis Dievakuasi

Kegagalan kudeta militer

Setelah mencapai batas masa jabatannya sebagai perdana menteri, Erdogan menjadi kandidat AKP dalam pemilihan presiden langsung pertama Turki, dan dilantik pada 28 Agustus 2014.

Meskipun perannya sebelumnya lebih bersifat seremonial, Erdogan menunjukkan niat mendirikan kekuatan baru sebagai presiden.

Akan tetapi pada malam 15 Juli 2016, kerusuhan memuncak dalam bentuk upaya kudeta militer. Erdogan yang sedang berlibur bersama keluarganya nyaris tertimpa masalah saat hotelnya digerebek.

Dalam bahaya, dia menggunakan aplikasi obrolan video FaceTime untuk memohon kepada orang-orang sebangsanya melawan unit militer yang membangkang.

Dengan dukungan pejabat kunci pemerintah dan tokoh berpengaruh, kudeta kemudian berhasil digagalkan dalam beberapa jam. Namun lebih dari 400 kematian dan 1.400 orang lainnya terluka.

Baca juga: VIDEO: Kebakaran Hutan Turki Merambat ke Kota, Ada 53 Titik Api, 3 Orang Tewas

Erdogan menyalahkan pemberontakan pada pengikut Fethullah Gulen, seorang ulama Turki yang tinggal di pengasingan di Amerika Serikat, dan menuntut agar ulama itu di ekstradisi.

Setelah insiden itu, pemerintah Turki memenjarakan ribuan personel militer, puluhan ribu polisi, hakim. Pegawai negeri dan guru juga ditangguhkan, ditahan, atau diselidiki.

Keadaan darurat nasional kemudian dideklarasikan. Langkah ini diyakini digunakan untuk menggulingkan musuh-musuhnya yang terkenal, sehingga melenggangkannya mengklaim lebih banyak kekuatan.

Kekhawatiran itu dikuatkan dengan disahkannya referendum konstitusional pada April 2017.

Aturan baru itu menghilangkan jabatan perdana menteri dan memberi presiden Turki kekuasaan eksekutif baru, termasuk kemampuan untuk menunjuk hakim dan pejabat.

Baca juga: Sejumlah Fakta tentang Pembunuhan Massal Orang Armenia di Turki 1915

Pemilihan Kembali

Setelah Erdogan menyerukan pemilihan awal pada 2018, partai-partai oposisi melakukan perlawanan penuh semangat dalam upaya untuk menghentikan konsolidasi kekuasaannya.

Namun, petahana memperoleh 53 persen suara yang dilaporkan dalam pemilihan 24 Juni, dan cukup untuk menghindari putaran kedua dengan runner-up, Muharrem Ince.

Sementara AKP-nya memperoleh kurang dari 50 persen suara parlemen, beraliansi dengan Partai Gerakan Nasionalis hingga memastikan koalisi mayoritas di sana.

"Sepertinya bangsa telah mempercayakan saya dengan tugas kepresidenan, dan kepada kami tanggung jawab yang sangat besar di legislatif," katanya saat itu hasil pemilihan mengarah ke kemenangannya.

"Turki telah memberikan pelajaran demokrasi dengan jumlah pemilih yang mendekati 90 persen. Saya berharap beberapa orang tidak akan memprovokasi untuk menyembunyikan kegagalan mereka sendiri."

Baca juga: 5 Tahun Kudeta Gagal Turki, Sejumlah Warga Masih Merasakan Duka

Di antara langkah pertama yang diambil Erdogan dalam masa jabatan keduanya adalah pembentukan tanggapan terhadap tarif Presiden AS Donald Trump atas impor baja dan aluminium Turki.

Pada Agustus 2018, Turki mengumumkan tarifnya sendiri atas serangkaian barang AS, mencakup mobil dan alkohol. Erdogan dalam pidatonya ketika itu bahkan menyerukan boikot produk elektronik Amerika.

Menanggapi ancaman sanksi Trump, Erdogan mengatakan: "Mereka menekan kami untuk menghentikan operasi. Mereka mengumumkan sanksi. Tujuan kami jelas. Kami tidak khawatir tentang sanksi apa pun."

Berbeda dengan masa awalnya yang gemilang, di bawah kepemimpinan Erdogan ekonomi Turki memburuk dalam beberapa tahun terakhir.

Lira Turki merosot terhadap dollar, sementara inflasi hampir 12 persen. Pandemi Covid-19 Turki juga memperburuk kesengsaraan ekonomi masyarakatnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Secara Ekonomi, Cukup Kuatkah Iran Menghadapi Perang dengan Israel?

Secara Ekonomi, Cukup Kuatkah Iran Menghadapi Perang dengan Israel?

Internasional
Mengapa Israel Menyerang Kota Isfahan di Iran?

Mengapa Israel Menyerang Kota Isfahan di Iran?

Internasional
Apa Status Palestina di PBB?

Apa Status Palestina di PBB?

Internasional
Alasan Mogok Kerja Para Dokter di Kenya

Alasan Mogok Kerja Para Dokter di Kenya

Internasional
Posisi Yordania Terjepit Setelah Ikut Tembak Jatuh Rudal Iran

Posisi Yordania Terjepit Setelah Ikut Tembak Jatuh Rudal Iran

Internasional
Asia Tenggara Jadi Tujuan Utama Perdagangan Sampah Impor Ilegal

Asia Tenggara Jadi Tujuan Utama Perdagangan Sampah Impor Ilegal

Internasional
Junta Myanmar Dituding Pakai Warga Rohingya sebagai “Perisai Manusia”

Junta Myanmar Dituding Pakai Warga Rohingya sebagai “Perisai Manusia”

Internasional
Mengapa Banyak Sekali Tentara Rusia Tewas di Ukraina?

Mengapa Banyak Sekali Tentara Rusia Tewas di Ukraina?

Internasional
Kecerdikan dan Kegigihan Hamas dalam Memperoleh Senjata

Kecerdikan dan Kegigihan Hamas dalam Memperoleh Senjata

Internasional
Sosok Uskup Korban Penusukan Dalam Aksi Terorisme di Australia

Sosok Uskup Korban Penusukan Dalam Aksi Terorisme di Australia

Internasional
Persenjataan Hamas Semakin Banyak yang Justru Bersumber dari Israel

Persenjataan Hamas Semakin Banyak yang Justru Bersumber dari Israel

Internasional
Dari Mana Hamas Memperoleh Senjata?

Dari Mana Hamas Memperoleh Senjata?

Internasional
Perjalanan Hubungan Israel dan Iran, dari Sekutu Jadi Musuh

Perjalanan Hubungan Israel dan Iran, dari Sekutu Jadi Musuh

Internasional
Siapa Pemasok Terbesar Senjata untuk Israel?

Siapa Pemasok Terbesar Senjata untuk Israel?

Internasional
Apa Saja Jenis Persenjataan Militer Israel dan dari Mana Pasokannya?

Apa Saja Jenis Persenjataan Militer Israel dan dari Mana Pasokannya?

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com