Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jenderal Hitoshi Imamura: Pemimpin Penjajahan Jepang di Indonesia

Kompas.com - 07/08/2021, 11:51 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

Dalam pertempuran sengit itu, 2 kapal angkut dan kapal penyapu ranjau Jepang tenggelam. Salah satu kapal angkut "Ryujo Maru" yang tenggelam adalah kapal yang ditumpangi Jenderal Imamura.

Saat kapalnya karam, Jenderal Imamura menyelamatkan diri dengan lompat ke laut. Sebuah perahu menyelamatkannya ke darat.

Akibat pertempurn Selat Sunda, 696 orang di kapal USS Houston tewas, sementara 368 lainnya selamat. Pihak HMAS Perth kehilangan nyawa 375 orang dengan 307 lainnya selamat.

Di pihak Jepang, kapten kedua kapal penjelajah tewas. Di kapal penjelajah Mikuma 6 orang tewas, 11 orang teluka.

Di kapal perusak Shirayuki, 1 orang awak tewas, 11 orang terluka. Sedangkan di kapal Harukaze, 3 orang tewas dan lebih dari 15 orang terluka, menurut catatan military.wikia.org.

Baca juga: 6 Agustus dalam Sejarah: Tragedi Bom Atom di Hiroshima pada 1945

Perjanjian Kalijati

Sebulan setelah pertempuran Selat Sunda, pada 8 Maret 1942 terjadi peyerahan kekuasaan atas Hindia Belanda dari penjajah Belanda kepada penjajah Jepang di Kalijati, yang diwakili oleh Letjen Hein ter Poorten, Panglima Tentara Kerajaan Hindia Belanda dan Jenderal Hitoshi Imamura, Panglima Tentara Kekaisaran Jepang.

Perjanjian Kalijati menandai kekalahan dari satu kekuatan kolonial dan transfer kekuasaan total tanpa syarat oleh Belanda kepada Jepang.

Mengutip Medium.com, para analis dan profesional pertahanan mengungkapkan bahwa hanya dalam rentang waktu 60 hari Jepang mampu merebut Hindia Belanda, mencerminkan strategi militer yang sengit.

Kecepatan serangan Jepang dalam penjajahan di Hindia Belanda didukung oleh pengalaman satu dekdae sebelumnya dalam perang modern di China, Korea, dan Manchuria, mengejutkan pihak Belanda.

Kalijati menjadi pintu masuk bagi Jepang karena adanya landasan udara. Mengutip berita Kompas.com sebelumnya, Kalijati adalah lokasi terakhir Belanda melakukan serangan terhadap Jepang.

Pada 6 Maret 1942, Panglima Angkatan Darat Belanda Letjen Ter Poortern memerintahkan Komandan Perthanan di Bandung, Mayor Jenderal (mayjen) JJ Pesman, untuk tidak melakukan pertempuran di Bandung.

Ter Poortern mempertimbangkan Bandung yang sudah dipadati penduduk sipil, baik wanita maupun anak-anak. Jika pertempuran terjadi, anak banyak korban sipil berjatuhan.

Sore hari pada 7 Maret 1942, Lembang jatuh ke tangah Jepang. Jepang berhasil memaksa pasukan KNIL (Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger) di bawah komando Letjen Ter Poorten melakukan gencatan senjata.

Mayjen JJ Pesman mengirim utusan ke Lembang untuk melakukan perundingan. Kolonel Shoji meminta agar perundingan dapat dilakukan di Gedung Isola (sekarang Gedung Rektorat UPI).

Sementara, Jenderal Imamura yang dihubungi Kolonel Shoji memerintahkan agar mengadakan kontak dengan Gubernur Jenderal Tjarda van Starkendborgh Stachouwer untuk mengadakan peruningan di Kalijati, Subang pada pagi hari 8 Maret 1942.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com