KOMPAS.com – Kekhawatiran mengenai perubahan iklim mendorong dunia internasional melakukan percepatan tramsisi ke sumber energi yang ramah lingkungan.
Namun, percepatan tersebut berimplikasi cukup besar bagi negara berkembang. Pasalnya, mereka tengah mengimbangi pertumbuhan permintaan yang tinggi dalam jangka panjang.
Baru-baru ini, ada tiga perusahaan energi yang mengalami peristiwa yang signifikan dan dapat secara drastis mengubah cara mereka menjalankan bisnis.
Baca juga: Inspirasi Energi: G7 Kembali Berkomitmen untuk Energi Bersih
Pada 26 Mei, Pengadilan Belanda memerintahkan perusahaan energi Royal Dutch Shell, atau dikenal dengan Shell, mengurangi emisi karbonnya sebesar 45 persen pada 2030 dibandingkan pada 2019.
Sebelum perintah itu dijatuhkan, sebanyak tujuh kelompok pro-lingkungan, termasuk Greenpeace dan Friends of the Earth Netherlands, mengajukan gugatan.
Mereka menyebut Shell mengancam hak asasi manusia jika terus berinvestasi di sektor bahan bakar fosil.
Shell, yang sebelumnya meluncurkan rencana pengurangan emisi karbon, menyatakan akan mengajukan banding atas putusan tersebut.
Kendati demikian, putusan yang telah dijatuhkan itu sudah menunjukkan tekanan yang semakin kuat terhadap perusahaan energi untuk semakin memperhatikan perubahan iklim.
Baca juga: Inspirasi Energi: Bagaimana Proses Pencarian dan Produksi Minyak Bumi?
Pada hari yang sama dengan putusan pengadilan terhadap Shell, terjadi gejolak di dalam perusahaan raksasa energi asal Amerika Serikat (AS), Chevron.
Para pemegang sama Chevron memberikan suara yang mendukung proposal untuk mengurangi emisi yang dihasilkan dari penggunaan produk perusahaan sebagaimana dilansir Oil Price.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.