Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KISAH MISTERI: Teka-teki Tank Man, Penghadang Pasukan China di Lapangan Tiananmen

Kompas.com - 04/06/2021, 01:00 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

KOMPAS.com - Lapangan Tiananmen menjadi saksi bisu insiden 4 Juni 1989, yang oleh dunia dipandang sebagai salah satu peristiwa paling berdarah dalam sejarah politik modern dan sejarah China.

Ketika itu, Partai Komunis China (PKC) pimpinan Deng Xiaoping mengumumkan status darurat militer di ibu kota Beijing.

Setidaknya 200.000 Tentara Pembebasan Rakyat China kemudian dikerahkan, untuk mengakhiri enam minggu demonstrasi nasional.

Baca juga: AS Kecam Upaya Hong Kong Hapus Sejarah Pembantaian Tiananmen

Satu juta pemuda China telah menduduki tempat terkenal itu berminggu-minggu. Mereka melakukan mogok makan dan menyerukan diakhirinya korupsi negara, menuntut transparansi yang lebih besar, dan peningkatan kebebasan sipil.

Demonstrasi di Lapangan Tiananmen terbukti mempermalukan pemerintah China, jelang kunjungan Perdana Menteri Soviet Mikhail Gorbachev. Khawatir akan sorotan media, diyakini mendorong Beijing tergesa “membersihkan” jalan-jalan.

Sebelum pembantaian brutal terjadi, seorang pria tampak menonjol di tengah Lapangan Tiananmen yang kosong.

Sejarawan dan jurnalis TD Allman, yang menyaksikan pemberontakan dari balkon kamar hotel Beijing, menggambarkannya sebagai “teladan sejati” dari kepahlawanan pengunjuk rasa China.

Majalah Time menyebutnya sebagai "Pemberontak Tidak Dikenal." Meski tanpa nama, pria itu masuk dalam daftar 100 orang paling penting di abad ke-20.

Kebenaran identitas dan nasib demonstran pemberani, yang momen heroiknya terdokumentasikan dengan baik itu, tetap diselimuti kisah misteri.

Hanya film dan foto yang telah dibagikan tak terhitung jumlahnya, menjadi bukti keberaniannya saat memberikan tanda “berhenti”, menantang barisan tank China yang bergemuruh di Lapangan Tiananmen.

Baca juga: AS Mendakwa Karyawan Zoom Bantu China Blokir Peringatan Online Tragedi Tiananmen

Identitas sebenarnya

Bagi kebanyakan orang, dia hanya dikenal sebagai "Tank Man" (Manusia Tank). Julukan ini diberikan kepadanya oleh tabloid Inggris. Sikapnya sejak itu menjadi simbol abadi pemberontakan berdarah di Beijing.

Setidaknya, perlawanannya memperlambat tindakan keras pemerintah terhadap pengunjuk rasa di Lapangan Tiananmen.

Seperti yang didokumentasikan oleh film yang diambil pada saat itu, Tank Man mengenakan kemeja putih sederhana dengan celana gelap. Tas belanja ada di kedua tangannya.

Dia awalnya menghentikan tank dengan menunjukkan telapak tangan kanannya, sinyal yang secara universal dikenal sebagai permintaan untuk “berhenti.”

Tank-tank itu memang berhenti sesaat.

Pria itu kemudian terlihat memanjat bagian depan tank utama. Dia berdiri di atasnya selama beberapa saat. Selama waktu itu dia berbicara dengan seorang anggota militer di dalam tank.

Meskipun tank militer berusaha bermanuver di sekitar Tank Man, dia berulang kali bergerak untuk memblokir jalan kendaraan lapis baja itu.

Jan Wong, mantan koresponden Toronto Globe and Mail Beijing, mengingat kembali momen itu.

Dia mengaku merasa ngeri melihat kejadian itu. “Saya mulai menangis karena saya telah melihat begitu banyak penembakan dan begitu banyak orang sekarat, sehingga saya yakin orang ini akan dibunuh.

Tak lama setelah konfrontasi Tank Man, dua pria tak dikenal membawanya pergi. Setelah itu tank melanjutkan perjalanan mereka.

Namun menurut Wong, orang-orang itu tidak menariknya secara kasar. Bahkan dia melihat mereka cukup protektif.

“Saya pikir orang-orang yang membawa Tank Man pergi adalah orang-orang yang peduli.”

Tapi sejumlah pihak punya pandangan berbeda tentang ini. Banyak yang mengklaim dia ditarik oleh agen keamanan dan ditangkap.

Baca juga: Dituntut Taiwan Minta Maaf soal Tragedi Tiananmen, China: Omong Kosong

Jejak terakhir

Wartawan TV Amerika Barbara Walters mengkonfrontasi Sekretaris Jenderal Jiang Zemin setahun setelah insiden yang dinilai dunia sebagai aksi pembantaian itu terjadi.

Dengan memegang foto Tank Man, Walters bertanya kepada pejabat pemerintah China saat itu: "Apakah Anda tahu apa yang terjadi pada pemuda ini?"

Jiang hanya menekankan bahwa Tank Man tidak dieksekusi oleh Pemerintah atau dilindas. Dia menyoroti fakta bahwa tank-tank dalam gambar tetap diam. Mereka tidak berusaha untuk melindasnya.

"Orang-orang di dalam tank tidak ingin menabrak orang-orang yang menghalangi,” klaimnya saat itu.

Yang lain mengklaim polisi tidak pernah dapat menemukan pria itu setelah dia ditarik dari depan tank.

"Kami tidak dapat menemukannya. Kami mendapatkan namanya dari wartawan. Kami telah memeriksa melalui komputer, tetapi tidak dapat menemukannya di antara orang mati atau di antara mereka yang dipenjara," kata pejabat pemerintah China ketika itu mengutip Independent.

Baca juga: Biden Peringati Pembantaian Tulsa Berusia 100 Tahun

Kejelasan nasib

Sebuah laporan mengutip seorang profesor di Hong Kong mengklaim Tank Man adalah seorang arkeolog. Temannya datang dari Changsha ke Beijing untuk bergabung dalam protes.

Profesor itu mengklaim Tank Man melarikan diri ke Taiwan, dan dipekerjakan oleh Museum Istana Nasional. Tetapi museum itu diduga membantah laporan ini.

Kantor berita Yonhap di Korea Selatan juga melaporkan bahwa dia telah lolos dari pembantaian dengan melarikan diri ke Taiwan.

Sementara itu, Bruce Herschensohn, mantan wakil asisten khusus mantan Presiden AS Richard Nixon, mengatakan kepada President Club pada 1999 bahwa Tank Man dieksekusi 14 hari kemudian.

Sedang cerita lainnya mengklaim dia kemudian dihukum mati oleh regu tembak beberapa bulan setelah protes.

Sunday Express mengidentifikasi dia sebagai mahasiswa berusia 19 tahun bernama Wang Weilin. Teman-temannya saat itu mengatakan mereka khawatir dia telah dihukum mati.

Tapi identitas Tank Man sampai saat ini tidak pernah mendapat konfirmasi positif.

Baca juga: KISAH MISTERI: Periode Gelap Pembantaian Rasial Tulsa di Amerika Serikat

Sejarah yang hilang

Meski kejelasan hidup dan mati Tank Man masih jadi teka-teki, pujian akan keberanian terus dikenang dunia. Terutama di hari peringatan pembantaian Lapangan Tiananmen tiap tahunnya.

Tanggapan atas keberaniannya kontras dengan pandangan ngeri dunia pada Tiananmen Square. Tepatnya sejak penumpasan brutal terhadap mahasiswa pengunjuk rasa pro-demokrasi China diyakini terjadi setelah peristiwa heroik tersebut.

Menurut History, anggota Pasukan Grup ke-27 China menembaki kerumunan dengan senapan otomatis. Sementara penembak jitu menghujani peluru dari atap.

Personel lapis baja juga diluncurkan, banyak diantaranya melindas siswa pengunjuk rasa yang saat itu saling terkait membentuk rantai manusia.

China secara resmi mencatat jumlah kematian tidak lebih dari 300 orang. Sementara Palang Merah China di lapangan mengatakan jumlahnya lebih dari 2.700.

Tetapi Sir Alan Donald, duta besar Inggris untuk China pada saat itu, mengatakan jumlah korban tewas jauh lebih tinggi.

Menulis dalam memo kontemporer yang baru dideklasifikasi pada tahun 2017, Sir Alan menyatakan keyakinannya bahwa jumlah yang tewas benar-benar 10.454 jiwa.

Selain itu kata dia, Pasukan Grup ke-27, terdiri dari pasukan yang “60 persen buta huruf dan disebut primitif.” Mereka diduga dipilih secara khusus untuk tugas tersebut, karena reputasinya untuk kepatuhan yang tidak perlu dipertanyakan lagi.

Sampai hari ini, Lapangan Tiananmen tidak pernah disebutkan di media China dan tidak diajarkan di sekolah.

Kehadiran polisi yang meningkat di lokasi adalah satu-satunya anggukan diam-diam terhadap apa yang terjadi di sana 32 tahun yang lalu.

Baca juga: Kisah Amin Daud Korban Pembantaian Westerling: Tahanan Diikat, Diberondong Tembakan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com