"Demi Tuhan, di mana Tuhan?" teriakan yang saat itu menggema. Seorang anak laki-laki digantung karena dia mengambil sedikit makanan disaksikan oleh Mindu di depan matanya.
Nazi terus melakukan itu, mempertontonkan hukuman kepada tahanan lainnya.
Di dalam kamp konsentarsi itu, ternyata Mindu bertemu dengan bibinya, adik dari ibunya, Bibi Berthe.
Bibi Berthe mendengar ada tahanan baru yang masuk dan kemungkinan kelurga Mindu, maka ia segera mencari mereka.
Setelah bertemu, keluarga itu saling bertukar informasi rahasia secara terus-menerus. Bibi Berthe berusaha untuk menjaga keponakannya.
"Ketika orang bertanya, bagaimana Anda bertahan hidup? Kami hidup dengan saling membantu satu sama lain," ungkaap Mindu yang kini telah berusia senja.
Baca juga: Kisah Perang: Saat Nazi Keok oleh Tentara Hantu yang Ternyata Hanya Ilusi
Gadis itu tidak menyangka bantuan akhirnya datang juga, ia tidak tahu bagaimana itu bisa terjadi.
Menjelang pasukan Soviet tiba-tiba para Nazi mengumpulkan semua tahanan dan menempatkan mereka di kereta.
Itu adalah pengalaman pertama Mindu masuk ke dalam kereta penumpang. Namun, di sana gadis itu melihat di kedua ujung kereta terdapat senapan mesin.
Inggris melihat itu dan mengira kereta membawa kargo berharga. Seketika Armada Inggris menembaki kereta hingga menewaskan sekitar 60 atau 70 gadis dalam kereta.
Takut terbunuh, Mindu dan yang lainnya melambaikan tangan untuk memberikan isyarat bahwa mereka bukan musuh.
"Saya pikir saat itu adalah keajaiban bahwa kami tidak terbunuh di kereta itu, baik oleh Inggris atau Jerman, yang mencoba membunuh kami di saat-saat terakhir," ungkap Mindu dewasa.
Setelah penyiksaan Nazi berakhir, gadis itu sangat bersyukur, tapi hingga ia tua tidak ada penjelasan yang bisa ia terima tentang pambantaian tersebut.
"Tetapi jika Anda ingin tetap normal, dan Anda tidak ingin berakhir di sofa psikiater, atau semacamnya, Anda harus kembali ke kehidupan, bergabung dengan komunitas, dan menjadi bagian dari mereka," ujar Mindu.
"Karena...ketika Anda dibesarkan dalam komunitas, Anda pasti ingin menjadi bagian di dalamnya lagi. Dan itu adalah hal yang paling penting bagi saya, yaitu untuk saling miliki kembali," imbuhnya.
Hingga menua, Mindu yang saat ini berusia 92 tahun tidak pernah lupa dari mana dia berasal dan bagaimana Nazi merenggut kehidupan remajanya dengan pengalaman yang paling mengerikan.
Menurut catatan biografi, Mindu Hornick lahir pada 4 Mei 1929 di komunitas shtetl di Pegunungan Karpatia.
Saat itu, hidupnya baik-baik saja. Ia memiliki rumah dan kebun yang indah.
Keluarganya pun memiliki hubungan yang baik dengan para tetangga dan teman sekolah yang beragam, tidak selalu Yahudi.
Ketika Nazi tiba, mimpi buruk baginya dimulai. Ayahnya yang dibunuh Nazi menjadi mimpi buruk pertama.
Baca juga: Kisah Perang: Luftwaffe, AU Nazi Spesialis Serangan Kilat Blitzkrieg
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.