Perang Enam Hari dipicu selama periode gesekan diplomatik dan pertempuran kecil antara Israel dan kelompok Arab yang bergejolak.
Pada April 1967, bentrokan memburuk setelah Israel dan Suriah bertempur sengit, dengan enam jet tempur Suriah dihancurkan.
Setelah pertempuran pada April, Uni Soviet memberi informasi intelijen kepada Mesir bahwa Israel sedang memindahkan pasukan ke perbatasan utara dengan Suriah, sebagai persiapan untuk invasi skala penuh.
Informasi itu tidak akurat, tetapi telah menggerakkan Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser untuk mengirim pasukan ke Semenanjung Sinai.
Di sana mereka mengusir pasukan penjaga perdamaian PBB yang telah menjaga perbatasan dengan Israel selama lebih dari satu dekade.
Pasukan Pertahanan Israel kemudian melancarkan serangan udara terhadap Mesir pada 5 Juni 1967.
Kedua negara mengklaim bahwa mereka bertindak untuk membela diri dan berlanjut dalam konflik berikutnya, yang menarik Yordania dan Suriah, yang berpihak pada Mesir.
Perang itu kemudian berakhir pada 10 Juni, yang dikenal sebagai Perang Enam Hari dengan kemenangan berada di pihak Israel.
Pada akhir perang, Israel telah menguasai Jalur Gaza, Tepi Barat, Semenanjung Sinai (wilayah gurun yang terletak di antara Laut Mediterania dan Laut Merah), dan Dataran Tinggi Golan (dataran tinggi berbatu yang terletak di antara Suriah dan Israel).
Hasil dari Perang Arab-Israel 1967 menyebabkan ketegangan dan konflik bersenjata yang berkelanjutan antara Israel dan tetangganya selama beberapa dekade mendatang.
Baca juga: Konflik Palestina dan Israel Jadi Perang Narasi di Media Sosial Indonesia
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.