Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biografi Tokoh Dunia: Yitzhak Rabin, Sosok Pendamai Israel dan Palestina yang Berakhir Tragis

Kompas.com - 14/05/2021, 09:28 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

KOMPAS.com - Yitzhak Rabin adalah perdana menteri kelima Israel dan perdana menteri kelahiran pribumi pertama bangsa itu.

Seumur hidupnya, dia mengabdikan diri sebagai pelayan publik di pemerintahan.

Dia bertugas di berbagai posisi, mulai dari kepala staf Angkatan Pertahanan Israel, duta besar untuk Amerika Serikat, anggota Knesset (Parlemen Israel) dan dua periode sebagai Perdana Menteri.

Rabin memiliki reputasi sebagai pemimpin yang jujur, dengan pikiran analitis yang brilian.

Perjanjian Oslo dengan Palestina dan Perjanjian Damai dengan Yordania merupakan inisiasinya saat menjabat sebagai pemimpin Israel.

Karena usahanya ini, anugrah Hadiah Nobel Perdamaian diberikan untuknya pada 1994, setelah penandatanganan Perjanjian Oslo.

Baca juga: Israel Kerahkan Ribuan Tentara ke Gaza, Hamas Tebar Ancaman

Didikan aktivisme

Yitzhak Rabin lahir pada Maret 1922 di Yerusalem, Israel, yang pada saat itu masih di bawah Mandat Inggris untuk Palestina.

Orang tuanya adalah Nehemiah Rubitzov dan Rosa Cohen Rubitzov. Ayahnya, yang lahir di Ukraina berimigrasi ke Israel dari Amerika Serikat. Ibunya lahir di Rusia dan tiba di Palestina pada 1919, sebagai bagian dari pelopor Aliya Ketiga (gelombang imigrasi).

Keluarga itu tinggal sebentar di Haifa, lalu di Tel Aviv, tempat Yitzhak dibesarkan, dan saudara perempuannya Rachel lahir pada 1925.

Keluarga Rabin memupuk komitmen terhadap layanan publik. Kedua orang tua adalah aktivis relawan hampir sepanjang hidup mereka.

Meskipun ayahnya telah meninggal ketika dia masih kecil, ibunya tetap aktif di organisasi pertahanan Haganah, di Mapai, Partai Pekerja Eretz Israel, dan menjadi anggota dewan kota Tel Aviv.

Baca juga: Mengenal Iron Dome, Senjata Israel untuk Melawan Roket Hamas


Rabin bersekolah di sekolah Anak Pekerja Tel Aviv yang didirikan pada 1924 oleh Histadrut, Federasi Umum Buruh.

Lembaga pendidikan ini bertujuan untuk menanamkan generasi muda kotanya, kecintaan pada negara. Dan secara praktis, sekolah ini membesarkan generasi penerus yang dapat mengelola tanah airnya.

Ajarannya fokus dibuat untuk mendidik siswa menghormati tanggung jawab, berbagi dan solidaritas. Mereka menumbuhkan aktivisme sosial, yang diharap dipegang siswanya sepanjang hidup mereka.

Yitzhak Rabin yang bersekolah di sekolah ini selama delapan tahun, kemudian menulis bahwa dia menganggap sekolah itu sebagai rumah keduanya.

Dia mengungkapkan apresiasi khusus terhadap gaya mengajar di luar batas ruang kelas pada umumnya di sana.

Selama masa mudanya Rabin diajarkan bahwa permukiman pertanian kolektif, yang disebut kibbutzim, sangat penting untuk tujuan mengamankan tanah air bagi orang Yahudi.

Karena itu, meski dibesarkan di sebuah kota, dia akhirnya memutuskan untuk belajar pertanian untuk membantu membangun pemukiman tersebut.

Dia kemudian mendaftar di Sekolah Pertanian Kadoorie, dan lulus pada 1940 dengan sangat baik.

Sejumlah alumni Kadoorie Rabin akhirnya menjadi komandan di Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dan menjadi pemimpin Negara Israel baru kelak, yang didirikan pada 1948.

Baca juga: Rentetan Serangan Israel di Gaza hingga Tewasnya Komandan Senior Hamas

Bersiap untuk Israel

Selama Perang Dunia II, Rabin tinggal di kibbutz, sembari bekerja sebagai polisi. Dia menjadi sangat ahli dalam melakukan penyergapan untuk menghentikan serangan Arab terhadap komunitasnya.

Keahliannya mencuri perhatian Haganah, kekuatan militer bawah tanah Korps Yahudi.

Pada 1941, ketika Haganah membentuk pasukan mobilisasi bernama Palmach (yang merupakan akronim Yahudi untuk "perusahaan penyerang"), Rabin termasuk di antara orang-orang pertama yang diundang bergabung.

Rabin bekerja penuh waktu di Palmach dari 1944-1948. Dalam periode itu, kariernya melesat cepat dari prajurit rendah menjadi pemimpin batalion. Dia menjadi kepala operasi pada 1947.

Palmach mengoordinasikan beberapa misinya dengan tentara Inggris selama perang. Namun, pada 1945, kelompok ini mulai bekerja melawan Inggris untuk menyelamatkan imigran Yahudi.

Selama Perang Dunia II, jutaan orang Yahudi dibunuh oleh Nazi, pemerintah Jerman yang dipimpin oleh Adolf Hitler (1889–1945).

Banyak orang Yahudi mencoba melarikan diri dari Nazi dengan berimigrasi ke Palestina. Tetapi banyak yang ditolak masuk oleh Inggris karena tekanan dari Arab Palestina.

Rabin membantu dalam operasi untuk membebaskan ratusan orang Yahudi dari kamp tahanan Inggris, sebelum mereka dikirim kembali ke Eropa yang dikuasai Nazi.

Baca juga: Derita Warga Sipil Saat Bentrokan antara Israel dan Palestina Memanas

Pada akhir perang, nasib Palestina berada di tangan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pada 1947, PBB memutuskan membagi dua wilayah itu satu untuk Yahudi dan yang lainnya Arab.

Halaman:
Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com