Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjanjian Oslo: Jejak Upaya Damai Atas Konflik Israel dan Palestina yang Terus Dilanggar

Kompas.com - 12/05/2021, 20:28 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

Sumber History

Selain itu, mengatur masalah tentang perbatasan, keamanan, dan hak, jika ada, dari pemukim Israel di Tepi Barat.

Protokol pemilihan bebas untuk kepemimpinan Otoritas Palestina juga dibuat dalam kesepatakan tersebut.

Oslo II, yang ditandatangani dua tahun kemudian, memberi Otoritas Palestina, yang mengawasi Gaza dan Tepi Barat, kendali terbatas atas sebagian wilayah.

Sementara, mengizinkan Israel untuk mencaplok sebagian besar Tepi Barat, dan menetapkan parameter untuk kerja sama ekonomi dan politik di antara kedua pihak.

Sebagai bagian dari perjanjian, terdapat peraturan contohnya, kedua belah pihak dilarang melakukan kekerasan atau konflik terhadap satu sama lain.

Israel juga memungut pajak dari warga Palestina yang bekerja di Israel, tetapi tinggal di Wilayah Pendudukan, mendistribusikan pendapatan ke Otoritas Palestina.

Israel juga mengawasi perdagangan barang dan jasa masuk dan keluar dari Gaza dan Tepi Barat.

Baca juga: Konflik di Gaza Makin Panas, PM Israel Janji Hamas Bakal Membayar Mahal

Nasib dari Perjanjian Oslo

Ratifikasi Perjanjian Oslo sayangnya berumur pendek.

Pada 1998, pejabat Palestina menuduh Israel tidak menindaklanjuti penarikan pasukan dari Gaza dan Hebron yang diserukan dalam kesepakatan.

Setelah awalnya memperlambat pembangunan permukiman di Tepi Barat, atas permintaan Amerika Serikat, pembangunan perumahan baru Israel di wilayah tersebut dimulai lagi dengan sungguh-sungguh pada awal 2000-an.

Kemudian, kritik terhadap Perjanjian mengatakan bahwa kekerasan Palestina terhadap warga Israel meningkat setelahnya, bertepatan dengan meningkatnya kekuasaan Otoritas Palestina.

Para kritikus ini merasa bahwa Otoritas Palestina gagal untuk mengawasi Gaza dan Tepi Barat secara memadai, dan mengidentifikasi serta menuntut tersangka teroris.

Ketidaksesuaian pada praktiknya ini menjadi latar belakang, para negosiator dari kedua belah pihak berkumpul kembali, sekali lagi di Camp David, dengan harapan untuk menindaklanjuti Kesepakatan Oslo dengan perjanjian damai yang komprehensif.

Namun, dengan Amerika Serikat memainkan peran kunci dalam negosiasi, pembicaraan segera runtuh.

Diperumit oleh perubahan dalam kepemimpinan Amerika, masa jabatan kedua Presiden Bill Clinton akan berakhir, dan ia akan digantikan oleh George W Bush pada Januari 2001.

Pada September 2000, militan Palestina mendeklarasikan "Intifada Kedua," yang menyerukan peningkatan kekerasan terhadap orang Israel setelah Sharon, sebagai perdana menteri mengunjungi Temple Mount, sebuah situs yang dikeramatkan baik bagi orang Yahudi maupun Muslim.

Periode kekerasan di kedua sisi kemudian dimulai, memupuskan harapan untuk perdamaian abadi antara Israel dan Palestina. Lalu, kedua belah pihak tidak lagi melakukan negosiasi yang substantif sejak saat itu.

Meskipun beberapa ketentuan Kesepakatan Oslo tetap berlaku, yaitu peran Otoritas Palestina dalam pemerintahan di Gaza dan Tepi Barat, banyak ketentuan lainnya yang telah lama ditinggalkan.

Baca juga: Derita Warga Sipil Saat Bentrokan antara Israel dan Palestina Memanas

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Sumber History
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com