Para pemimpin dari Israel dan Mesir berusaha membuat terobosan menuju perjanjian damai abadi, atas perintah Amerika Serikat dan kekuatan dunia lainnya.
Lalu, mereka datang ke Norwegia membangun Perjanjian Camp David, yang ditandatangani oleh Presiden Mesir Anwar Sadat dan Perdana Menteri Israel Menachem Begin, pada September 1978.
Perjanjian Camp David adalah kesepakatan yang membentuk "Kerangka Kerja untuk Perdamaian di Timur Tengah" dan mengakhiri konflik yang membara antara Mesir dan Israel.
Dalam Perjanjian Camp David juga menyerukan pembentukan Negara Palestina di daerah yang dikenal sebagai Gaza dan di Tepi Barat Sungai Jordan.
Namun, karena Palestina tidak terwakili dalam pembicaraan yang diadakan di oleh Presiden AS Jimmy Carter, maka kesepakatan yang dihasilkan tidak secara resmi diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Ketika PLO dan perwakilan dari pemerintah Israel tiba di Norwegia sekitar 15 tahun kemudian, Camp David Accords berfungsi sebagai model dan titik awal untuk negosiasi terbaru.
Tujuan akhirnya adalah untuk membangun kerangka kerja pembentukan negara Palestina yang independen.
Delegasi yang duduk dalam pembicaraan pentiing ini di antaranya adalah Kepala PLO Yassir Arafat, mantan Perdana Menteri Israel Shimon Peres, dan Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin, serta Wakil Menteri Luar Negeri Norwegia Jan Egeland.
Orang Norwegia secara efektif bertindak sebagai mediator antara kedua belah pihak, Palestina dan Israel.
Baca juga: Sorak-sorai Warga Israel di Depan Kobaran Api di Kompleks Masjid Al-Aqsa
Sebelum kedua belah pihak dapat memulai pembicaraan, ada masalah yang diketahui bersama, yaitu kedua belah pihak saling mengakui kekuasaan masing-masing.
Memang, hanya beberapa hari sebelum penandatanganan resmi Oslo I, kedua belah pihak menandatangani "Letter of Mutual Recognition", di mana PLO setuju untuk mengakui negara Israel.
Diketahui sebelum kesepakatan, PLO memandang Israel telah melanggar beberapa hukum internasional sejak pembentukannya pada 1948.
Sementara menurut kesepakatan, Israel mengakui peran PLO sebagai "perwakilan rakyat Palestina".
Selain "Surat Pengakuan Bersama," Oslo I menetapkan "Deklarasi Prinsip tentang Pengaturan Pemerintahan Sendiri Sementara", yang membentuk Dewan Legislatif Palestina, dan menetapkan parameter untuk penarikan bertahap Pasukan Israel dari Gaza selama periode 5 tahun.
Oslo I juga mengatur agenda kesepakatan tindak lanjut yang kemudian dikenal dengan Oslo II, yang akan mencakup pembahasan tata kelola kota Yerusalem di masa depan.