Dalam beberapa hari terakhir saat itu, kebanyakan pria Israel yang berusia di bawah 50 tahun mengenakan semacam seragam militer.
Diplomasi internasional berusaha menyelesaikan krisis sebelum berubah menjadi perang skala penuh.
Menteri luar negeri Israel, Abba Eban, terbang ke Washington untuk pertemuan mendesak dengan Presiden AS Johnson.
Pada 1956, ketika Israel menyerang Mesir sebagai bagian dari perjanjian rahasia dengan Inggris dan Perancis, Amerika mencap Israel sebagai agresor, dan memaksanya menarik diri dari tanah yang ditaklukkannya.
Kali ini Eban menginginkan persetujuan Johnson untuk perang Israel. Presiden AS memperingatkan Israel untuk tidak melepaskan tembakan pertama.
Johnson mengindikasikan dia akan mencari cara untuk membuka Selat Tiran, mungkin dengan gugus tugas angkatan laut multinasional, tetapi dia butuh waktu untuk melihat apakah itu bisa berhasil.
Menlu Abba Eban memutuskan Israel harus bergerak sesuai dengan kecepatan Amerika, tetapi tentara siap untuk menyerang dan para jenderal semakin frustrasi.
Para jenderal sangat marah ketika kabinet pada 28 Mei setuju untuk menunggu dua minggu. Bagi mereka, itu lebih dari sekadar Selat Tiran.
Yang penting adalah gambaran besarnya yakni, Nasser menyatukan seluruh dunia Arab untuk melawan mereka. Dia telah memindahkan divisi ke gurun Sinai, membuat ancaman langsung ke perbatasan Israel.
Baca juga: Dunia Arab Kutuk Polisi Israel Serang Jemaah Palestina di Masjid Al-Aqsa
Kepemimpinan Nasser di dunia Arab yang tidak dipersoalkan sejak 1956. Sekarang dengan melawan Israel, posisinya di antara orang Arab sebagai idola politik semakin diperkuat.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.