Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Para Pemimpin Islam: Salahuddin Ayyubi dan Kisah Kepemimpinan Selama Perang Salib

Kompas.com - 09/05/2021, 18:41 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

KOMPAS.com - Salahuddin Ayyubi (Saladin) adalah Sultan Mesir ternama, dan pendiri 'Dinasti Ayyubiyah.'

Dia adalah pemimpin militer dan politik Islam, yang menjabat sebagai sultan dan memimpin pasukan Islam selama Perang Salib.

Baca juga: Kisah Inspirasi Islam: Sultan Mehmed II, Perintahkan Tak Ubah Ornamen Kristiani di Masjid Hagia Sophia

Karir militernya di mulai dengan peran kecil untuk membantu pamannya, Syirkuh. Meski begitu, dengan peran tersebut dia tetap membuktikan kemampuannya.

Segera setelah itu, tanggung jawab untuk pertempuran yang lebih penting dipercayakan padanya.

Kemenangan terbesar Saladin atas Tentara Salib Eropa terjadi pada Pertempuran Hattin pada 1187. Ini membuka jalan bagi masuknya kembali Islam di Yerusalem dan kota-kota Tanah Suci lainnya.

Selama Perang Salib Ketiga berikutnya, Saladin tidak dapat mengalahkan pasukan yang dipimpin oleh Raja Inggris Richard I, yang mengakibatkan hilangnya sebagian besar wilayah yang ditaklukkan ini.

Namun, dia mampu menegosiasikan gencatan senjata dengan Richard I yang memungkinkan penduduk muslim melanjutkan kendali atas Yerusalem.

Kemenangan besarnya datang melawan Raja Richard selama 'Pertempuran Hatin', ketika Palestina sekali lagi menjadi bagian dari dinasti Muslim.

Sebelum dia meninggal, semua harta miliknya diberikan kepada warga miskin dinastinya. Alhasil dia tidak meninggalkan apa pun untuk sekadar dikuburkan secara layak.

Bahkan setelah wafatnya, Salahuddin sangat dihormati, tidak hanya di negara-negara Muslim, tetapi juga oleh negara-negara di barat. Orang-orang mengingatnya karena kemurahan hati dan kebaikannya.

Baca juga: [Tokoh Islam] Sayidah Nafisah, Cendekiawan Wanita Guru Imam Syafi’i

Pejuang muda

Salahuddin memiliki nama lengkap Salah ad-Din Yusuf ibn Ayyub. Dia lahir pada 1138 di Tikrit Irak, dari ayah bernama Najm ad-Din Ayyub dan istrinya.

Setelah kelahirannya, keluarga tersebut melakukan perjalanan ke kota Mosul, dan diberi perlindungan oleh penguasa Imad ad-Din Zengi.

Salahuddin kemudian dibesarkan di Damaskus, Suriah, dan dikenal memiliki pengetahuan yang luas tentang filsafat, agama, sains, dan matematika.

Dia juga tahu banyak tentang orang Arab, dari sejarah, budaya, warisan, dan kuda Arab mereka. Dia juga sangat ahli dalam puisi, terutama puisi yang ditulis oleh penyair Arab Abu Tammam.

Ketika Imad ad-Din Zengi meninggal, putranya, Nuruddin mengambil alih takhta, dan paman Shalahuddin, Asad al-Din Shirkuh menjabat sebagai komandan pasukan 'Zengid'.

Di bawah pengawasan paman Shirkuh, bocah lelaki itu belajar taktik dan strategi militer.

Shawar, wazir (Perdana Menteri) dari 'Kekhalifahan Fatimiyah' mendekati Nuruddin untuk membantunya dalam perjuangannya melawan pemimpin saingan Dirgham.

Nuruddin menurutinya, dan mengirim pasukan yang dipimpin oleh Syirkuh, untuk membantu Shawar dalam pertarungan.

Shirkuh dan Shawar ditemani oleh Shalahuddin, tetapi dia tidak memiliki banyak peran untuk dimainkan dalam pertempuran kecil.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com