KOMPAS.com - Zaman keemasan Islam sekitar abad ke-8 hingga abad ke-13 banyak melahirkan filsuf Muslim terpenting dalam sejarah manusia.
Mereka telah melengkapi pemikiran filsuf tersohor dari Barat, seperti Aristoteles dan Plato. Peran mereka sama-sama penting, tetapi filsuf Muslim sering kali jarang dikenal umum.
Berikut 5 filsuf Muslim ternama dari zaman keemasan Islam, yang bersumber dari Huffpost yang ditulis oleh Muqtedar Khan, profesor Islam dan Urusan Global dari Universitas Delaware, berdasarkan periode kehidupan mereka:
Baca juga: [KISAH INSPIRASI ISLAM] Nabi Muhammad Penyayang Hewan Termasuk Anjing
Abu Nasr Muhammad Al-Farabi, juga dikenal dalam bahasa Arab sebagai Al-Muallim Al-Thani. Ia adalah salah satu filsuf Muslim terbesar di dunia.
Al-Farabi sangat berkontribusi besar hingga tidak dapat diukur, dalam pemikiran Aristotelianisme dan Platonik, sehingga disebut bahwa zaman modern berhutang banyak kepada polymath dari Asia Tengah ini.
Ia tidak hanya melestarikan, tetapi juga mengembangkan filsafat Yunani.
Dia berkontribusi dalam filsafat, matematika, musik, metafisika, serta politik.
Salah satu buku terpentingnya tentang filsafat politik adalah "?r? ahl al-mad?na al-f??ila" atau "Pandangan Orang-orang di Kota yang Mulia".
Dalam Virtuous City karyanya, Al-Farabi berusaha membangun kota berdasarkan keadilan, seperti Republik Plato, yang mencari kebahagiaan tertinggi bagi warganya dan dipandu oleh pandangan tercerahkan dari para filsufnya.
Al-Farabi disebut Muqtedar Khan sebagai Muslim pertama yang secara eksplisit mempertimbangkan manfaat demokrasi.
Bagi seseorang yang berpendapat bahwa Islam dan Demokrasi itu cocok, sangat menyenangkan membaca pandangannya tentang demokrasi, yang sangat positif.
Pandangan Al-Farabi mengemukakan bahwa masyarakat demokrasi berpotensi menjadi masyarakat yang berbudi luhur, karena orang-orang baik memiliki kebebasan untuk mengejar kebajikan.
Pemikiran Al-Farabi mencerahkan tentang pemerintahan yang adil dalam demokrasi dan mendorong manusia untuk berpikir independen.
Baca juga: [Sejarah Islam] Al Quran, dari Wahyu sampai Kitab Suci
Abu Hamid al-Ghazzali adalah salah satu ulama terpenting dalam pemikiran Islam.
Dia adalah seorang filsuf, seorang sarjana hukum, dan seorang teolog, lalu menjelang akhir hidupnya, ia menjadi seorang pemikir mistik.
Bagi banyak Muslim, al-Ghazzali adalah teladan, seorang pembaru Islam. Dia telah mencoba menengahi perpecahan saat ada banyak perselisihan pada zamannya, yaitu antara filsuf dan teolog, antara rasionalis dan tradisionalis, serta Mistik dan ortodoks.
Al-Ghazzali menjembatani dengan gagasan yang tertuang dalam Ihya Ulum al-Din atau Kebangkitan Ilmu Agama, yang berisi catatan upaya besar-besaran untuk menemukan cara emas di antara semua tren yang berbeda ini.
Kedewasaan pemikiran Al-Ghazzali sangat menarik.
Setelah krisis intelektual dan kebangkitan spiritualnya, ia menjadi lebih seperti Syekh Rabbani dari India, yang menyeimbangkan Syariah dan Tarekat (hukum dan mistisisme).
Baca juga: [Para Pemimpin Islam] Mehmed II Panglima Teladan Penakluk Konstantinopel
Ibnu Rusyd, yang dikenal di Barat sebagai Averroes, yang mungkin memiliki pengaruh lebih besar pada agama dan filsafat Barat dari pada terhadap pemikiran Islam.
Beberapa sejarawan Muslim menggambarkan Barat modern yang tercerahkan sebagai imajinasi Averroes.
Ibnu Rusyd adalah seorang pemikir yang luar biasa. Dia adalah seorang hakim, ahli hukum Islam (Maliki), seorang dokter, dan seorang filsuf.
Dalam bukunya "Fasl al-Maqal" atau "The Decisive Treatise", dia mengemukakan alasan untuk filsafat serta untuk kompatibilitas sains dan agama, iman dan akal.
Karyanya, "Tahafat al-Tahafat" atau "Incoherence of Incoherence", adalah bantahan sistematis untuk pemikiran Al-Ghazali dari bukunya "Tahat al-Falasifah" (Incoherence of Philosophy) dan pertahanan yang kuat dari filsafat Aristoteles.
Bersama-sama, dua karya klasik Ibnu Rusyd dan Al-Ghazzali menjadi sorotan dalam warisan filosofis Islam.
Baca juga: [KISAH INSPIRASI ISLAM] Raja Abyssinia, Seorang Kristiani yang Lindungi Kaum Muslim dari Aniaya
Ibnu Arabi barangkali adalah pemikir filosofis Muslim yang paling unik, paling membingungkan, dan sekaligus paling mendalam.
Dia bukanlah seorang filsuf Muslim rasional, seperti al-Farabi atau Ibnu Rusyd. Ibnu Arabi mungkin adalah pemikir postmodern dan feminis pertama dalam warisan intelektual manusia.
Karya-karyanya "Fusus al-Hikam" (Bezels of Wisdom) dan "Futuhat al-Makiyyah" (The Meccan Openings) bisa jadi merupakan puncak pemikiran mistik dan filosofis Islam.
Ibnu Arabi memberikan penjelasan yang paling meyakinkan tentang tujuan dan makna penciptaan sebagai penyingkapan diri (Tajalli) Tuhan yang berkelanjutan.
Ibnu Khaldun adalah Syekh dari semua ilmuwan sosial. Dia adalah seorang filsuf Muslim dalam bidang sejarah dan ilmuwan sosial pertama.
Ibnu Khaldun dikreditkan sebagai pelopor filsafat sejarah, menurut Muslim.co, yang memberikanpendekatan sejarah secara empiris dan memperlakukan sumber secara kritis.
Dia adalah pemikir Islam besar pertama yang menekankan pemikiran empiris dari pada teori normatif. Ia mengembangkan metode historiografi yang menyangkal mitos dan kepalsuan.
Ibnu Khaldun memberikan 3 kontribusi yang sangat penting untuk ilmu sosial, yaitu menekankan pentingnya fakta empiris, mengembangkan teori perubahan, dan mengidentifikasi solidaritas kesukuan sebagai pendorong perubahan.
Baca juga: [Sejarah Islam] Perjalanan Unta dari Andalan Transportasi hingga Jadi Ikon Bangsa
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.