Dr Sabin mengatakan kepercayaan masyarakat pada saran dari pihak berwenang dan ilmuwan telah menjadi faktor penting dalam mengekang virus corona.
"Kepercayaan sangatlah penting, dan Anda tidak dapat membangun kepercayaan di tengah pandemi Covid-19."
Namun, Rwanda pernah menjadi negara yang kepercayaan benar-benar hancur.
Pada 1994, genosida Rwanda menyebabkan ketegangan yang meningkat antara suku mayoritas Hutu dan populasi minoritas Tutsi. Hutu menghadapi Tutsi dengan parang.
Menurut PBB, ada 1 juta orang dibantai hanya dalam 100 hari.
Banyak korban selamat yang masih memiliki bekas luka parang di leher mereka.
Mantan pemimpin Front Patriotik Rwanda, Paul Kagame, telah menjadi Presiden Rwanda sejak 2000. Ia menjabat sebagai wakil presiden setelah genosida.
Paul juga dipuji karena membawa stabilitas ke negara itu dan untuk sejumlah catatan pembangunan.
Namun, beberapa pihak menggambarkan Paul sebagai "diktator yang baik hati" dan prihatin pada penindasan serius terhadap perbedaan pandangan dan pendapat.
Pendekatan Rwanda terhadap strategi pandemi Covid-19 juga menuai kritik yang signifikan dari kelompok-kelompok, seperti Human Rights Watch, yang mengutuk "taktik otoriter pemerintah untuk menegakkan langkah-langkah kesehatan masyarakat".
Baca juga: Pangeran Harry Jalani Karantina Covid-19 dan Diperkirakan Segera Pulang ke California
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.