Dia dengan tegas menolak untuk mengaku melakukan kesalahan, dan para penuduhnya tidak dapat membuktikan bid'ah atau sihir.
Dengan frustrasi, mereka mengalihkan perhatian ke cara dia mengenakan pakaian pria di medan pertempuran.
Mengklaim bahwa berpakaiannya melanggar perintah alkitab, sehingga mereka menghukumnya. Pada 30 Mei 1431, dia dibawa dengan kereta ke tempat eksekusi di Rouen.
Dua dekade setelah kematiannya, Paus baru, memeriksa kembali persidangan Joan of Arc. Pengadilan baru menyanggah semua dakwaan terhadapnya, membebaskannya secara anumerta dan menjadikannya sebagai pejuang.
Paus baru, untuk memeriksa kembali persidangan Joan of Arc. Pengadilan baru menyanggah semua dakwaan terhadapnya, membebaskannya secara anumerta
Pada 1803, Napoleon Bonaparte menjadikannya simbol nasional Perancis.
Baca juga: Perempuan Berdaya: 10 Wanita Dunia dengan IQ Tertinggi, Lampaui Albert Einstein
Lakhsmi Bai hidup sekitar 1830-1858, yang dikenal juga sebagai Rani of Jhansi.
Dia paling dikenal sebagai pemimpin pemberontakan India melawan pemerintahan Inggris pada 1857-1858, di mana dia secara pribadi memimpin pasukan dan bertempur di garis depan.
Dedikasihnya membuat ia dinobatkan menjadi pahlawan nasional India, simbol perlawanan terhadap pemerintahan Inggris dan pejuang kemerdekaan.
Lahir dan dibesarkan di keluarga kasta atas Brahmana, Lakshmi memiliki pengasuhan yang tidak biasa untuk seorang gadis sekelasnya.
Dia dibesarkan di antara anak laki-laki dalam keluarga pangeran, dia dilatih dan menjadi ahli dalam seni bela diri, seperti ilmu pedang, menembak, dan menunggang kuda.
Setelah dewasa, dia menikah dengan maharaja atau penguasa pangeran Jhansi.
Pasangan itu tidak memiliki anak, tetapi suaminya mengadopsi seorang anak sebagai ahli warisnya.
Setelah suaminya meninggal, Inggris melakukan penipuan hukum, menolak untuk mengakui anak angkat sebagai pewaris Jhansi, dan mencaplok negara bagian itu ke dalam wilayah East India Company.
Ketika diberitahu tentang hal tersebut, Lakshmi bersumpah, “Saya tidak akan menyerahkan Jhansi saya!" Yang menjadi seruan perangnya dalam pemberontakan berikutnya.
Pada 1857, pasukan India dalam dinas Inggris memberontak, dan pemberontakan mereka dengan cepat menyebar ke seluruh India bagian utara.
Lakshmi mengumpulkan pasukan dan bergabung dengan pemberontak. Penduduk asli yang tidak puas dari seluruh India berbondong-bondong untuk menawarkan dukungan mereka dan bertempur di bawah komandonya.
Dia memimpin pasukannya dalam serangkaian pertempuran sukses yang menegaskan komandonya dan mengkonsolidasikan kekuasaannya.
Akhirnya, Inggris mengirim pasukan untuk merebut kembali Jhansi.
Ketika mereka menuntut penyerahannya, dia menjawab dengan proklamasi yang menyatakan, “Kami berjuang untuk kemerdekaan. Dalam perkataan Sri Krishna, kita dapat meraihnya, jika kita menang, menikmati buah kemenangan. Jika kalah dan terbunuh di medan pertempuran, kita pasti akan mendapatkan kemuliaan dan keselamatan abadi.”
Inggris mengepung Jhansi, dan pertempuran sengit terjadi, di mana Lakshmi Bai memimpin pasukannya dalam memberikan perlawanan keras.
Artileri berat Inggris akhirnya mengurangi bentengnya dan menembus tembok kota.
Ketika Jhansi akan jatuh, Lakshmi memimpin pasukan kecil dalam serangan ganas yang memotong jalan ke tempat aman.
Perempuan berdaya itu bertempur melewati garis pengepungan Inggris dengan anaknya diikat di punggungnya.
Dia melarikan diri, mencapai pasukan pemberontak lainnya, dan melanjutkan pertarungan.
Petarung wanita yang tangguh ini akhirnya terbunuh dalam pertempuran pada 17 Juni 1858, dalam pertempuran melawan kavaleri Inggris.
Baca juga: Perempuan Berdaya: 10 Wanita Berpengaruh Korea Selatan dari Tokoh Sejarah hingga Idol Kpop
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.