KOMPAS.com - Jumat Agung sebelum Minggu Paskah, seorang pria di Filipina selalu bersiap untuk memainkan peran sebagai Yesus Kristus yang disalib selama Pekan Suci.
Penyaliban dilakukan secara realistis sebagai ekspresi dari iman seseorang. Membuat itu sebagai tradisi Jumat Agung kontroversial di dunia, seperti yang dilansir dari CNN.
Seorang pria Filipina bernama Ruben Enaje, yang diwawancarai CNN pada 2019, menggambarkan tradisi yang telah ia jalani sekitar 1980-an.
Baca juga: 5 Tradisi Perayaan Jumat Agung di Seluruh Dunia
Penyaliban dan peragaan kematian Yesus Kristus pada Jumat Agung di Filipina dilakukan di depan kerumunan penduduk setempat dan turis di sebuah desa di utara Manila.
Selama penyaliban yang realistis ini, para aktor menancapkan paku berukuran 4 inci ke kedua tangan dan kakinya, lalu mengangkatnya di atas kayu salib selama sekitar 5 menit.
Enaje yang seorang Katolik berusia 58 tahun saat itu, mengatakan dia melanjutkan tradisi Jumat Agung untuk mengingatkan dunia tentang penderitaan Yesus Kristus.
Namun, dia menambahkan bahwa telah memutuskan untuk berhenti berpartisipasi dalam tradisi penyaliban pada 2020.
Baca juga: Kenapa Jumat Agung disebut Good Friday, Ini Penjelasannya
"Saya hanya ingin melakukan ini sampai tahun depan (2020)," kata Enaje kepada Reuters.
Kemudian, ia mencari penerusnya. "Apa yang saya cari dari penerus saya adalah dia menjadi panutan yang baik di komunitasnya dan orang dengan sopan santun serta nilai-nilai yang baik, bukan seseorang yang akan membanggakan peran atau terlalu bangga," terangnya.
Pada 2019 lalu, menandai partisipasi Enaje secara signifikan dalam tradisi itu, di mana ia telah disalib sebanyak 33 kali.
Menurut Alkitab, Yesus berusia 33 tahun pada saat penyalibannya.
Baca juga: Di Tengah Lockdown Virus Corona, Paus Fransiskus Pimpin Misa Jumat Agung
Tradisi Jumat Agung yang kontroversial ini berawal dari sebuah drama tentang Yesus yang ditulis oleh seorang penulis drama lokal pada 1950-an, yang mendorong penyaliban realistis pertama pada 1962.
Sejak itu, penyaliban berkembang menjadi salah satu festival keagamaan yang paling mencolok secara visual di negara itu dan menarik ribuan orang, baik lokal maupun turis untuk menyaksikan pertunjukan berdarah di negara Katolik yang taat itu.
Penyaliban sebagian besar terjadi di provinsi Pampanga.
Namun, para pemimpin Katolik di Filipina telah mengutuk praktik tersebut, dan penyaliban juga dilarang oleh pejabat kesehatan masyarakat.
Untuk menjaga keselamatan partisipan yang disalib, petugas pertolongan pertama disiagakan dalam acara tersebut.
Baca juga: Penemuan Paku Berinisial IR di Ceko Diyakini Bekas Penyaliban Yesus Kristus
Mereka bertugas membantu orang yang pingsan karena panas dan dehidrasi, atau yang membutuhkan perawatan luka karena disalib.
Para pemuja mengatakan luka mereka bisa memakan waktu hingga 2 pekan untuk sembuh, tetapi hal tersebut diungkapkan sebagai harga yang harus dibayar untuk dapat mengekspresikan iman mereka melalui tindakan ekstrem.
Selain penyaliban, dalam tradisi Jumat Agung, juga ada orang menyeret salib yang berat atau merangkak dengan tangan dan lutut berlumuran darah di kota-kota di seluruh negeri.
Sementara yang lainnya, berpakaian seperti perwira Romawi, membantu penyaliban secara sukarela.
Setelah Enaje memeragakan penyaliban di depan umum, 2 pria dan seorang wanita kemudian menyusul disalibkan di kayu salib.
Sebanyak sembilan orang di tiga lokasi terpisah mengambil bagian dalam tradisi penyaliban JUmat Agung, saat itu.
Baca juga: Arkeolog Yakin Temukan Rumah Masa Kecil Yesus di Nazareth
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.