Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konflik Myanmar, Negara dengan Perang Saudara Terlama di Dunia

Kompas.com - 31/03/2021, 15:17 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

NAYPYIDAW, KOMPAS.com – Myanmar merupakan negara yang terus dilanda konflik internal. Sejak merdeka dari Inggris pada 1948, negara yang dulunya bernama Burma ini langsung didera serangkaian pemberontakan di beberapa wilayah.

Mayoritas konflik tersebut sebenarnya berbasis etnik. Beberapa etnik membentuk kelompok bersenjata dan memerangi militer Myanmar, alias Tatmadaw.

The Transnational Institute melaporkan, Myanmar adalah salah satu negara dengan jumlah kelompok etnik paling beragam di dunia.

Kelompok etnik minoritas telah lama terpinggirkan dan ditolak hak-hak dasarnya. Perang saudara yang terus berlangsung selama puluhan tahun justru semakin membuat kelompok etnik ini menderita.

Motif yang melatarbelakangi kelompok-kelompok etnik bersenjata memerangi pemerintah Myanmar beragam. Ada yang menuntut kemerdekaan, perluasan otonomi, atau menuntut dibentuknya negara federasi.

Majalah Time bahkan menyebut konflik Myanmar merupakan perang saudara terlama di dunia.

Tercatat, ada belasan kelompok bersenjata di Myanmar yang mengobarkan perang terhadap pemerintah Myanmar.

Baca juga: Risiko Perang Saudara Memuncak, AS Tarik Diplomat dari Myanmar

KNU

Setelah Myanmar merdeka dari Inggris pada 4 Januari 1948, ada dua kelompok oposisi di negara yakni kelompok komunis yang dipimpin Partai Komunis Burma (CPB) dan kelompok nasionalis bangsa Karen yang dipimpin Persatuan Nasional Karen (KNU).

CPB telah melawan kolonial Inggris sebelum Myanmar merdeka. Namun, selama hari-hari terakhir pendudukan Jepang di Myanmar dalam Perang Dunia II, kedua kelompok ini membantu Inggris berperang melawan Jepang.

Selama periode pasca-kemerdekaan, KNU lebih menyukai negara merdeka yang diperintah oleh orang-orang Karen.

Negara yang diusulkan akan mencakup wilayah Negara Bagian Karen dan Negara Bagian Karenni (sekarang Negara Bagian Kayin dan Negara Bagian Kayah) yang terletak di Myanmar wilayah selatan, berdekatan dengan Thailand.

Pada 31 Januari 1949, KNU membentuk sayap militernya dan diberi nama Tentara Pembebasan Nasional Karen (KNLA) untuk memerangi pemerintah Myanmar.

Awalnya, KNU ingin berpisah dengan Myanmar. Namun kini, KNU menginginkan pembentukan negara federal di Myanmar.

Meski demikian, KNU masih melancarkan perlawanan terhadap pemerintah Myanmar.

Baca juga: Kelompok Etnik Bersenjata di Myanmar Siap Bersatu Lawan Junta Militer

KIO

Organisasi Kemerdekaan Kachin (KIO) merupakan kelompok etnik bersenjata yang berada di Negara Bagian Kachin, wilayah utara Myanmar.

Setelah Myanmar merdeka, tentara reguler di Kachin sebelumnya merupakan bagian penting dari militer Myanmar.

Namun, ketika Jenderal Ne Win melakukan kudeta pada 1962, banyak tentara reguler di Kachin membelot. KIO lantas membentuk Tentara Kemerdekaan Kachin (KIA).

Mereka ingin membentuk negara sendiri untuk orang-orang Kachin. KIA dan pemerintah Myanmar telah beberapa kali menandatangani gencatan senjata dan yang terakhir pada 1994.

Pada 2011, gencatan senjata tersebut pecah karena Tatmadaw menyerang posisi KIA di sepanjang Sungai Taping, sebelah timur Bhamo, Negara Bagian Kachin.

Baca juga: Potensi Perang Saudara di Myanmar Semakin Besar, jika Kelompok Etnis Angkat Senjata

KNPP

Kelompok pemberontak terbesar di Negara Bagian Kayah (sebelumnya Negara Bagian Karenni) adalah Karenni Army yang merupakan sayap dari Karenni National Progressive Party (KNPP).

Kelompok etnik bersenjata ini selama beberapa dekade terakhir mempperjuangkan kemerdekaan bagi orang-orang Karenni.

Sejak 1957, Karenni Army telah memerangi Tatmadaw untuk menciptakan negara Karenni yang merdeka. Pada 1995, Karenni Army menyepakati gencatan senjata singkat.

KNPP juga telah melawan kelompok sayap kiri seperti Partai Tanah Baru Kayan (KNLP), dan Front Pembebasan Rakyat Nasional Karenni (KNPLF). Baik KNLP dan KNPLF bersekutu dengan Tatmadaw.

Baca juga: Pemain Sepak Bola Myanmar di Malaysia Dihukum karena Lakukan Hal Ini

Arakan Army

Arakan Army (AA) merupakan kelompok etnik bersenjata di Negara Bagian Rakhine. Meski baru didirikan pada 2009, kelompok ini merupakan kelompok bersenjata terbesar di Rakhine.

Negara Bagian Rakhine sebenarnya telah lama bergolak sejak 1948. Berbagai kelompok bersenjata terbentuk, bubar, atau merger menjadi satu kesatuan di negara bagian ini.

Kini, AA masih bertempur melawan Tatmadaw. Dan pada 2019, AA memiliki sekitar 7.000 personel milisi aktif.

Baca juga: Korban Tewas dari Kudeta Myanmar telah Lampaui 500 Orang, Para Pejabat di Dunia Marah

MNDAA

Tentara Aliansi Demokratik Nasional Myanmar (MNDAA) didirikan pada 12 Maret 1989.

MNDAA didirikan setelah pemimpin lokal Partai Komunis Burma, Pheung Kya-shin, tidak puas dengan pemerintah komunis.

Dia lantas memisahkan diri dan membentuk MNDAA di Kokang, Negara Bagian Shan, di wilayah utara Myanmar.

Bersama dengan saudaranya, Peng Jiafu, MNDAA menjadi unit baru di Kokang.

Kelompok tersebut menandatangani perjanjian gencatan senjata dengan pemerintah pada 1989, tahun yang sama ketika didirikan, yang berlangsung selama dua dekade hingga 2009.

Kekerasan meletus lagi pada 2015, ketika MNDAA berusaha untuk merebut kembali wilayah yang telah hilang pada 2009. MNDAA bentrok dengan Tatmadaw pada 2017.

Baca juga: Anak Ini Menangisi Temannya yang Ditembak Mati Aparat Myanmar

TNLA

Tentara Pembebasan Nasional Ta'ang (TNLA) awalnya bernama Organisasi Pembebasan Negara/Tentara Palaung (PSLO/A) di Negara Bagian Shan.

PSLO/A lantas menandatangani perjanjian gencatan senjata dengan pemerintah pada 1991 dan dilucuti pada 2005.

Setelah PSLO/A dibubarkan, para pemimpin Ta'ang (Palaung) Tar Aik Bong dan Tar Bone Kyaw mendirikan TNLA bersama PSLF untuk terus berjuang untuk nasib orang-orang Ta'ang.

Baca juga: Serangan Sampah Pengunjuk Rasa Myanmar Jadi Taktik Baru Lawan Junta Militer

Kekhawatiran perang saudara berskala besar

Terbaru, tiga kelompok etnik bersenjata di Myanmar menyatakan bersedia bergabung dengan seluruh kelompok etnik untuk memerangi junta militer.

Hal itu memicu kekhawatiran akan potensi meletusnya perang saudara berskala besar di Myanmar.

Sebagaimana diketahui, Tatmadaw kembali melakukan kudeta setelah menahan pemimpin de facto Aung San Suu Kyi pada 1 Februari yang memicu demonstrasi yang masih terus berlangsung.

Ketiga kelompok etnik bersenjata tersebut adalah AA, MNDAA, dan TNLA. Ketiganya membentuk aliansi yang dinamakan Brotherhood Alliance sebagaimana dilansir The Irrawaddy, Selasa (30/3/2021).

Baca juga: Pimpinan Junta Militer Myanmar Gelar Pesta Mewah pada Hari Paling Berdarah sejak Kudeta

Brotherhood Alliance menyatakan, pihaknya siap bergabung dengan seluruh kelompok etnik jika pembunuhan brutal terhadap demonstran anti-kudeta terus berlanjut.

Sebelum kudeta Myanmar, Brotherhood Alliance telah merundingkan perjanjian antara setiap anggotanya dan militer untuk menghentikan pertempuran.

Mereka mengumumkan gencatan senjata sepihak untuk mendukung negosiasi. Setelah kudeta militer, mereka memperpanjang gencatan senjata sepihak hingga 31 Maret.

Namun kini, Juru bicara TNLA Mayor Mai Aik Kyaw menyatakan bahwa Brotherhood Alliance sedang mempertimbangkan untuk mengakhiri gencatan senjata sepihak.

Baca juga: AS Jatuhkan Sanksi Ekonomi kepada Myanmar Setelah Lebih dari 100 Orang Tewas dalam Sehari

Di sisi lain, KIA terus melancarkan serangan terhadap militer dan polisi di Negara Bagian Kachin dan Negara Bagian Shan sejak 11 Maret.

KIA menyatakan, serangan tersebut dilancarkan demi mereka mendukung rakyat melawan junta militer dan kudeta.

Tindakan itu dilakukan setelah dua warga sipil ditembak mati pasukan keamanan Myanmar di ibu kota Negara Bagian Kachin, Myitkyina, pada 8 Maret.

Baru-baru ini, Brigade Kelima dari KNLA menyerbu pangkalan Tatmadaw di distrik Papun, Negara Bagian Karen.

KNLA dan beberapa kelompok etnik bersenjata lainnya juga menolak undangan rezim untuk menghadiri Hari Angkatan Bersenjata pada Sabtu (27/3/2021).

Baca juga: Thailand Paksa Mundur Pengungsi yang Kabur dari Serangan Udara Myanmar

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com