Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Misteri: Dua Wanita Hilang di Hutan Panama, Ditemukan Tinggal Sisa-sisa Tulang

Kompas.com - 25/03/2021, 22:13 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

KOMPAS.com - Niat memenuhi hasrat bertualang berubah jadi tragedi untuk dua pelancong asal Belanda, Kris Kremers (21) dan Lisanne Froon (22).

Pada 2014, keduanya melakukan perjalanan ke Panama, berlibur sambil belajar bahasa Spanyol dan menjadi sukarelawan bagi anak-anak di wilayah setempat.

Namun, rencana mereka berubah sejak melakukan pendakian di dekat Continental Divide of Panama, dekat Boquete, pada 1 April 2014.

Jenazah mereka ditemukan beberapa bulan kemudian dalam keadaan misterius.

Apa yang sebenarnya terjadi dengan kedua wanita itu terus menjadi subyek spekulasi, bahkan sampai saat ini.

Masalahnya, kepergian mendadak dan misterius mereka meninggalkan bukti fotografi yang “mengganggu” dari jam-jam terakhir mereka. Sementara itu, banyaknya pertanyaan yang masih tidak terjawab menimbulkan semakin banyak teori tentang bagaimana keduanya tewas.

Baca juga: [KISAH MISTERI] Menguak Teka-teki Terowongan Kematian Perang Dunia I

Kedatangan di Panama

Perjalanan ke Amerika Latin dilakukan dua sahabat ini sebagai salah satu perayaan atas gelar wisuda yang akhirnya mereka raih.

Lisanne baru saja lulus dengan gelar di bidang Ilmu Terapan dan Kris dengan gelar di bidang pendidikan sosial budaya.

Mereka berangkat dari bandar udara Amsterdam menuju Kosta Rika pada 15 Maret 2014. Dari sana mereka pergi ke Bocas del Toro di Panama.

Selain menghabiskan beberapa waktu di pantai, mereka juga belajar sedikit bahasa Spanyol, dan menikmati makanan minuman lokal. Mereka juga bertemu dua pria Belanda yang sedang mengunjungi daerah tersebut.

Pada 29 Maret atau dua minggu setelah tiba di Panama, mereka pindah ke Boquete, sebuah kota di sisi barat negara itu.

Kris dan Lisanne awalnya berencana mengajar anak-anak lokal di sekolah. Tetapi, agen perjalanan mereka kemudian mengatakan tidak bisa melakukan kegiatan itu sesuai rencana.

Kecewa akan hal itu, mereka memutuskan untuk tinggal dengan keluarga lokal di daerah Alto Boquete selama satu bulan atau lebih.

Baca juga: Kisah Misteri: 5 Misteri Keluarga Kerajaan yang Masih Belum Terpecahkan


Jalur La Pianista

Pada 1 April 2014, mereka meninggalkan Boquete saat cuaca cerah pada tengah pagi untuk mendaki jalur La Pianista. Sesuai dengan namanya, kontur jalur itu naik-turun.

Mereka berencana mendaki ke puncak sekitar 8 km dari kota. Taksi menurunkan mereka di awal jalan setapak pada tengah hari menurut keterangan pengemudi. Tapi bukti dari kamera wanita itu menunjukkan sekitar jam 11 pagi.

Diperlukan orang yang cukup fit untuk mencapai puncak dalam waktu 2,5-3 jam. Jadi total perjalanan pulang pergi diperkirakan 5-6 jam.

Mereka berangkat berjalan-jalan dengan pakaian ringan (tanktop dan celana pendek). Bawaan di ranselnya cukup ringan, hanya paspor, botol air, kamera digital Canon Powershot SX270, sejumlah uang (sekitar 80 dollar AS atau Rp 1,2 juta saat ini) dan ponsel.

Daerah di luar jalan setapak sangat terjal, curam dan berbahaya. Kondisinya akan semakin berbahaya selama musim hujan April hingga Oktober. Bahkan suku asli Ngobe dalam kondisi itu, harus melangkah dengan hati-hati melalui rute tersebut.

Jalur ini membentang dari negara bagian Chiriquí ke provinsi Bocas del Toro, melintasi ngarai sungai yang curam hingga kedalaman 70 kaki (21,3 meter), yang perlu diseberangi menggunakan jembatan kabel.

Dari dokumentasi di kameranya, dua wanita muda itu mencapai puncak sekitar jam 1 siang.

Dari puncak, biasanya wisatawan berbalik turun melalui rute yang sama untuk mendaki (jalur La Pianista) kembali ke Boquete.

Sejumlah tanda bahkan kini ditempatkan di tempat ini, yang memperingatkan orang untuk tidak terus berjalan tanpa pemandu karena medan selanjutnya sangat berbahaya.

Tapi tampaknya, kedua pelancong itu memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Meski keduanya tidak membawa makanan atau perlengkapan bertahan hidup, yang memungkinkan tinggal lama dalam hutan.

Baca juga: Kisah Misteri: Empat Bangkai Kapal Legendaris Terbesar yang Belum Ditemukan


Kris dan Lisanne gagal kembali

Baru pada 3 April keduanya dilaporkan hilang. Tepatnya setelah keluarga tempat mereka menginap dan seorang pemandu lokal mulai merasa khawatir.

Pihak berwenang lalu menyisir wilayah pendakian dengan sekelompok anjing pelacak di darat dan helikopter. Tetapi pencarian awal tidak membuahkan hasil, meski dengan bantuan penduduk setempat.

Pada 6 April, orang tua mereka bersama dengan polisi Belanda terbang ke Panama, dan memulai pencarian yang lebih besar yang berlangsung selama 10 hari.

Tapi hasilnya tetap nihil. Tidak ada tanda-tanda dari dua sahabat itu ataupun harta benda mereka.

Penemuan tas punggung

Jejak keduanya baru kembali ditemukan sepuluh minggu kemudian. Pada Juni 2014, seorang wanita lokal menemukan ransel mereka pada sawah di tepi sungai Culebra atau Serpent, dekat desa Alta Romero.

Desa itu berada di daerah yang sangat terpencil dan sulit dicapai dengan berjalan kaki. Lokasinya sekitar 17 km dari Boquete dan 8 km dan kira-kira 8 jam berjalan kaki dari puncak jalan setapak La Pianista.

Dalam waktu yang sama, celana pendek jeans Kris Kremers ditemukan di sebidang tanah sempit, di antara dua anak sungai yang mengalir deras dan kuat.

Orang-orang Ngobe yang menemukannya mengatakan benda itu terlipat dengan resleting tertutup di atas batu yang tinggi, jauh di atas air.

Polisi dari Departemen Kehakiman Panama awalnya berasumsi benda-benda itu hanyut. Nyatanya, isi tas ransel itu kering dan tidak rusak.

Kondisi tas dalam kondisi baik meski diasumsikan berminggu-minggu di alam liar. Padahal wilayah itu diguyur hujan deras beberapa minggu sebelumnya.

Alhasil, temuan ini memunculkan dugaan benda-benda itu ditempatkan di sana tak lama sebelum ditemukan.

Banyak sidik jari dan set DNA yang berbeda terdeteksi pada isi ransel. Tetapi tidak ada yang mengarah ke petunjuk yang dapat di dalami secara serius oleh polisi.

Baca juga: Kisah Misteri: Legenda Kota Orang Mati Dargavs, Rusia

Gambar di kamera Lisanne

Saat digeledah tas itu berisi paspor, ponsel, kacamata hitam, uang tunai, dan bra mereka ada di dalam ransel saat digeledah.

Kamera Canon Powershot SX270 milik Lisanne, yang berisi lebih dari seratus gambar di kartu memori digital, menjadi salah satu bukti kunci dalam kasus ini.

Ada 133 foto yang ditemukan. Foto pertama pada 1 April adalah bidikan turis standar. Kedua wanita tersebut terlihat sumeringah di tengah hari yang cerah, diabadikan dalam beberapa selfie.

Kode gambar IMG 508 adalah foto terakhir yang diambil oleh Lisanne dan Kris di siang hari. Tetapi ada dua versi foto #508 menurut metadata.

Versi pertama diambil 8 detik setelah foto 507. Versi lain dari foto yang sama, memperlihatkan foto terakhir Kris melihat ke belakang, diambil 50 detik setelah dia melewati sungai.

Tidak ada lagi foto siang hari yang dibuat pada 1 April setelah gambar terakhir di sungai #508. Ada foto yang hilang.

Spesialis Belanda telah mencoba mengembalikan foto yang kemungkinan hilang, diyakini dihapus setelah melihatnya lewat komputer.

Sebab jika foto dihapus oleh korban lewat kamera itu, secara otomatis foto berikutnya (alias; foto malam pertama) akan menerima kode foto nomor 509. Jadi, tidak mungkin ada yang pernah tahu bahwa ada data yang dihapus.

Namun, para ahli gagal memulihkan kembali foto yang hilang tersebut.

Foto dalam kegelapan

Gambar teraneh di kamera dan mungkin yang paling menarik adalah 90 foto yang diambil pada 8 April antara pukul 01.00 dan 04.00 dini hari.

Gambar banyak diambil dalam kegelapan total saat hujan turun. Beberapa diambil dengan jeda beberapa detik, dan lainnya hingga 15 menit kemudian.

Bidikan tampak diambil dengan sengaja karena tidak ada yang buram. Jadi diduga gambar tidak diambil di bawah tekanan.

Pada titik ini, gadis-gadis itu telah berada di hutan hujan selama seminggu.

Beberapa berspekulasi korban mencoba menggunakan kamera sebagai sumber cahaya dalam keadaan gelap gulita, atau mungkin untuk memberi sinyal kepada penyelamat, atau bahkan untuk menakut-nakuti hewan liar.

Tetapi analisis foto menunjukkan, gambar banyak diambil di bawah dedaunan. Jadi bukan tempat terbuka yang bisa menarik perhatian.

Sebuah close-up tunggal tampak menunjukkan luka di sisi kanan kepala Kris di area pelipis, dan darah di rambutnya. Lisanne diduga menggunakan kamera sebagai petunjuk kepada penyelamat, jika dia harus meninggalkan Kris karena cedera.

Beberapa bidikan tampak diarahkan ke atas sementara yang lain menunjukkan jurang dan ngarai. Ada juga bangunan buatan manusia yang kemungkinan besar adalah Jembatan Kabel.

Baca juga: Kisah Misteri: Dipindah Pakai Truk, Begini Jenis Pengusiran Hantu di Myanmar

Data telepon genggam

Analisis catatan panggilan iPhone milik Kris menunjukkan dia mencoba menghubungi nomor layanan darurat 112 di Belanda pada 16:39 pada hari mereka hilang (1 April). Kemudian diikuti dengan panggilan ke nomor darurat Panama 911.

Karena penerimaan yang buruk, panggilan mereka tidak tersambung. Mereka kemudian mematikan ponsel mereka dan mencoba menelepon 14 jam kemudian beberapa kali pada 2 April.

Pada 6 April, 5 hari setelah pendakian mereka dilakukan, ponsel Samsung Lisanne berhenti berfungsi, mungkin karena baterainya habis.

IPhone Kris dimatikan hingga 11 April. Tapi diaktifkan kembali pada pukul 10:51 dan bertahan selama 1 jam 5 menit. Ini terakhir kali iPhone digunakan.

Pada hari ke-6, ketika baterai Samsung Lisanne rusak, seseorang mencoba mengakses iPhone Kris tetapi salah memasukkan PIN (kodenya adalah 0556). Dikatakan bahwa 77 upaya telah dilakukan untuk mengakses telepon pada 7 dan 10 April.

Baca juga: [Kisah Misteri] Kasus Pembantaian Massal di Kapal Ikan Investor 1982 di Alaska, Siapa Pembunuhnya dan Mengapa?

Sisa-sisa tulang

Menyusul penemuan tas punggung tersebut, seorang pemandu lokal dengan bantuan enam orang asli Ngobe menemukan sisa-sisa tulang, celana pendek jeans dan dua sepatu berbeda di sepanjang sungai Rio Culebra, tidak lama sebelum 19 Juni 2014.

Celana pendek jeans ditemukan 14 jam berjalan kaki dari lokasi penemuan ransel di atas batu di seberang sungai yang harus ditempuh 8 jam berjalan kaki dari Boquete.

Baru pada 19 Juni, ditemukan sisa-sisa tulang di belakang pohon di sekitar Alto Romero dan jauh dari sungai. Tes DNA mengonfirmasi kecocokan tulang dengan kaki kiri Lisanne Froon.

Kondisinya utuh di dalam sepatu bot Wildebeast-nya, hanya tulang telapak kakinya patah. Potongan itu bersih tanpa ada darah yang melekat. Tidak ada tanda-tanda luka, robekan, tembakan, gigi atau tanda cakar.

Sedikitnya 33 tulang ditemukan terpencar, di sepanjang tepi sungai yang sama, beberapa kilometer dari jembatan kabel dan sungai kering bebatuan, tempat yang diduga penyelidik merupakan lokasi foto malam hari diambil.

Sangat sedikit sisa-sisa tulang ditemukan. Beberapa yang ditemukan berserakan, kadang-kadang terpisah satu kilometer satu sama lain. Tetapi semuanya mengikuti arah sungai.

Berbeda dengan tulang Kris yang sepenuhnya diputihkan dan bersih, ahli patologi juga menemukan bahwa sumsum tulang di tulang paha dan tibia dari Lisanne terbukti kering dan tidak membusuk.

Sumsum tulang masih utuh dan tidak berubah. Ahli patologi forensik berpikir bahwa potongan tersebut mungkin telah “dimanipulasi” oleh seseorang.

Baca juga: Kisah Misteri: Benarkah Nazi Menjalin Asmara dengan Sihir, Pseudosains dan Ilmu Gaib?

Awalnya, baik tim forensik Belanda maupun Panama tidak dapat memberikan penyebab kematian. Teori resmi dari pihak berwenang Panama adalah bahwa kedua wanita tersebut jatuh dari jembatan monyet dan hanyut.

Belanda juga merasa kemungkinan itu kecelakaan. Tetapi beberapa polisi Panama percaya kematian itu bisa jadi “perbuatan jahil.”

Kasus ini pertama kali secara resmi dinyatakan sebagai "pembunuhan" dan "kejahatan terhadap integritas pribadi," oleh jaksa agung Panama.

Tetapi kemudian pada Oktober 2014, dua formulir dari pejabat Negara Bagian Panama menggambarkan kematian tersebut sebagai kasus penculikan.

Ketika tim forensik gagal mencapai kesimpulan yang pasti dan resmi, kasus tersebut ditutup dan dianggap sebagai kecelakaan karena Lisanne dan Kris memutuskan untuk melanjutkan ke medan liar di wilayah Continental Divide.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com