Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perempuan Berdaya: Sejarah Revolusioner Wanita Pertama China, Qiu Jin, yang Mati Dipenggal

Kompas.com - 24/03/2021, 17:13 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

KOMPAS.com - Sejumlah penduduk desa menyaksikan dengan ngeri saat Qiu Jin dieksekusi secara brutal.

Di desa asalnya, Shanyin, perempuan berdaya berusia 31 tahun itu kepalanya dipenggal, setelah dituduh melakukan kejahatan melalui 2 karya puisi yang menghasut. Kematiannya mengejutkan bangsa.

Berdasarkan sejarah China, Jin dikenal sebagai revolusioner, martir, dan penyair wanita asal China.

Ia dianggap oleh banyak orang sebagai feminis pertama di negara itu, seperti yang dilansir dari The Culture Trip.

Sebelum kematiannya, ia bekerja mendirikan serta mengelola sekolah dan majalah feminis.

Dia mendorong para perempuan untuk berdaya dengan mendapatkan pendidikan, mencari pekerjaan, dan menjadi pribadi dengan kemandirian finansial.

Sekarang ini, Qiu Jin dikenang sebagai "Joan of Arc China" dan simbol kemerdekaan bagi perempuan berdaya.

Baca juga: Perempuan Berdaya: 7 Legenda Wanita Bersejarah dalam Islam

Tekanan tradisi

Qiu Jin, lahir pada 8 November 1875 di keluarga yang cukup berada yang secara turun-temurun di Shanyin, Provinsi Zheijang.

Qiu tumbuh dengan minat membaca, menunggang kuda, menggunakan pedang, dan melakukan apa yang diperintahkan kepadanya.

Seperti kebanyakan wanita muda di China dahulu, Jin dipaksa membungkus kakinya dengan kain ketat untuk membuat bentuknya tetap ramping. Suatu praktik yang menyakitkan dan melelahkan peninggalan nenek moyang.

"Melepaskan kakiku, aku bersihkan seribu tahun racun, dengan hati yang menggebu membangkitkan semangat wanita," tulis Qiu Jin dalam catatannya seperti yang dilansir dari Medium (19/9/2020).

Pada usianya ke 21 tahun, ia dipaksa untuk menikah dengan Wang Tingjun, putra bungsu dari seorang pedagang kaya di provinsi Hunan.

Jin tidak mencintainya. Ia membenci suaminya. Disebutkan bahwa Jin sering menuliskan catatan tentang suaminya yang memperlakukannya dengan rendah.

Kepercayaan dirinya pun menjadi terguncang dan keinginannya untuk menjadi penyair yang diakui, memudar karena tekanan mertuanya yang konservatif dan berorientasi pada keuntungan, serta suaminya yang tidak berbakat.

Dia menghabiskan waktu sebanyak yang dia bisa untuk cinta pertamanya dalam membaca dan menulis.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com