Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[KISAH MISTERI] Menguak Teka-teki Terowongan Kematian Perang Dunia I

Kompas.com - 18/03/2021, 20:18 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber BBC

Pencarian ulang

Hutan tumbuh kembali dan lubang akibat peluru artileri menjadi tempat populer untuk mereka yang mengajak anjing peliharaannya jalan-jalan.

Tetapi seorang warga lokal bernama Alain Malinowski tidak bisa tidak memikirkan terowongan itu.

Pria yang sempat bekerja di metro Paris pada 1990-an ini, melakukan perjalanan setiap hari ke ibu kota. Dia menggunakan waktu luangnya untuk mengunjungi arsip militer di Château de Vincennes.

Selama 15 tahun dia mengumpulkan deskripsi, peta, dan dokumen interogasi tahanan. Tapi usahanya tidak membuahkan hasil.

Tempat itu telah rusak parah akibat pemboman. Jadi sulit membandingkan dengan keterangan maupun informasi yang ada sebelumnya.

Baru pada 2009, dia menemukan peta kontemporer yang tidak hanya menunjukkan terowongan, tetapi juga dua jalur yang bertahan hingga hari ini.

Dengan hati-hati, dia mengukur sudut dan jarak dan tiba di tempat, yang sekarang hanya berupa hutan kecil yang tidak diketahui namanya.

"Saya merasakannya. Saya tahu sudah dekat. Saya tahu terowongan itu ada di suatu tempat di bawah kaki saya," kata Alain Malinowski kepada koran Le Monde.

Baca juga: Viral di TikTok Nenek Buyut 110 Tahun Bawakan Lagu Populer Era Perang Dunia I

Penggalian ilegal

Selama 10 tahun tidak ada yang terjadi. Alain sudah memberitahu pihak berwenang. Tapi tidak ada tindak lanjut. Mereka tidak berminat dengan kuburan massal peninggalan perang.

Hingga akhirnya penemuan ini dilanjutkan anak laki-lakinya, Pierre Malinowski. Pria 34 tahun ini adalah seorang mantan tentara yang pernah bekerja untuk Jean-Marie Le Pen.

Sekarang dia menjalankan sebuah yayasan di Moskwa. Lembaga itu didedikasikan untuk melacak korban perang dari era Napoleon dan era lainnya.

Marah dengan birokrasi berbelit-belit, Pierre berinisiatif membuka terowongan itu. Ini ilegal, tapi dia pikir itu sepadan dengan hukumannya.

Suatu malam di Januari tahun lalu, dia memimpin tim yang membawa alat penggali ke tempat yang diidentifikasi ayahnya.

Mereka menggali sejauh empat meter. Apa yang mereka temukan membuktikan bahwa ratusan tentara memang berada di pintu masuk terowongan.

Ada bel yang digunakan untuk membunyikan alarm; ratusan tabung masker gas; rel untuk mengangkut amunisi, dua pistol otomatis, senapan, bayonet dan dua jasad.

"Itu seperti Pompeii. Tidak ada yang bergerak," kata salah satu anggota tim kepada BBC.

Pierre Malinowski kemudian menutupi lubang tersebut, meninggalkan tempat itu tanpa nama seperti yang dia temukan, dan dia menghubungi pihak berwenang.

Sepuluh bulan kemudian, lagi-lagi karena frustrasi dengan lambatnya tanggapan resmi, dia mengumumkan temuan itu kepada Le Monde.

Baca juga: Biden Sebut Korban Meninggal Covid-19 di AS Sama Seperti Korban Tewas Perang Dunia II

Melanggar hukum

Dapat dikatakan sebenarnya Pierre Malinowski bukanlah sosok yang populer di dunia arkeologi dan sejarah.

Ilmuwan bidang itu justru menilai apa yang dilakukan Malinowski tidak sekadar pelanggaran hukum.

Masalahnya dia sudah bertindak tanpa otoritas. Dia juga mengesampingkan argumen bahwa orang mati lebih baik beristirahat di tempat mereka berada.

Sementara pemerintah dipaksa membuka terowongan atau setidaknya melindungi terowongan itu.

Tindakannya justru memicu munculnya penggalian mandiri lain. Sebagian besar dilakukan hanya untuk motif mendapatkan benda berharga.

Otoritas resmi sudah jelas enggan melanjutkan penyelidikan. Hal ini diungkapkan juru bicara Komisi Makam Perang Jerman (VDK), Diane Tempel-Barnett.

"Sejujurnya kami tidak terlalu bersemangat dengan penemuan itu. Bahkan kami merasa ini sangat disayangkan," kata dia kepada radio Jerman.

Halaman:
Sumber BBC
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com