Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bagaimana jika Tak Ada Perbedaan Waktu di Dunia? 2 Ilmuwan Ini Beberkan Penjelasannya

Kompas.com - 04/03/2021, 20:32 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

Sebagai contoh China, negara terbesar ketiga di dunia, hanya memiliki satu zona waktu meski wilayahnya luas dan secara geografis terdiri atas lima zona waktu.

Dan belum lama ini, Korea Utara mengubah zona waktunya dari UTC + 9 jam menjadi UTC + 8 jam 30 menit.

Henry dan Hanke menekankan, banyak manfaat yang akan didapatkan jika mengadopsi Waktu Universal mereka.

Keduanya mengeklaim, Waktu Universal akan membuat hidup lebih mudah bagi bisnis, negara, dan maskapai penerbangan.

Pada 2016, ketika diwawancarai The Washington Post, Henry dan Hanke mengatakan bahwa menurut sudut pandang fisika, waktu itu hanya satu.

Baca juga: Sebanyak 193.187 Warga UEA Divaksin dalam Waktu 24 Jam

“Dan prinsip fisika ini sejalan dengan prinsip ekonomi,” ujar Henry dalam wawancara tersebut sebagaimana dilansir Earthsky.

Henry menambahkan, urgensi lain penerapan Waktu Universal adalah agar pesawat tidak saling bertabarakan satu sama lain.

“Setiap pilot dan navigator tahu jam berapa sekarang. Seperti yang terjadi sekarang, kami penumpang tidak memiliki apa yang dimiliki pilot,” imbuh Henry.

Namun terlepas dari pemikiran kedua ilmuwan tersebut, ada beberapa pihak yang mengkritik bahwa kedua ilmuwan itu kurang memikirkan kekurangan dari konsep Waktu Universal.

Misalnya jam kerja kantor yang baru, setidaknya di Brooklyn, AS, akan dimulai pukul 14.00 dan berakhir pada 22.00 karena harus sama dengan GMT.

Baca juga: Pfizer Mengurangi Pengiriman Vaksin ke Eropa untuk Sementara Waktu

Penghapusan kalender

Henry dan Hanke juga ingin menghapus standar kalender Gregorian, yang telah digunakan banyak negara sejak akhir 1500-an.

Kedua ilmuwan dari Johns Hopkins University tersebut membuat kalender di mana setiap tanggal pada setiap bulan akan jatuh pada hari yang sama untuk setiap tahun.

Sebagai contoh, jika tanggal 15 Maret jatuh pada Senin, maka di tahun-tahun berikutnya, tanggal 15 Maret akan selalu jatuh pada Senin.

Dalam rilisnya, Henry dan Hanke menggunakan program komputer dan rumus matematika dalam merevolusi penanggalan tersebut.

Kedua berpendapat bahwa kalender tersebut lebih logis akan menguntungkan sektor bisnis.

Baca juga: Pemakzulan Trump Jilid 2: Sidang Minim Waktu, tapi Ada Skenario Lain

Di kalender baru, setiap kuartal dalam satu tahun juga memiliki jumlah hari yang sama persis, sehingga membuat penghitungan keuangan lebih sederhana.

Menurut standar kalender Gregorian, setiap satu tahun di Bumi mengalami tepatnya 365,2422 hari. Kalender Gregorian membuat jam tambahan dengan menambahkan hari kabisat di akhir Februari kira-kira setiap empat tahun.

Sedangkan kalender Henry dan Hanke menambahkan satu pekan ekstra pada akhir Desember setiap lima atau enam tahun.

Pekan ekstra ini akan menjadi “bulan mini” tersendiri.

Baca juga: Uni Eropa Ingatkan Tenggat Waktu Brexit, Inggris: Terserah

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com