"Melihat sejarah mereka, saya kurang berharap... Saya percaya situasinya akan semakin sulit bagi wanita yang bekerja, seperti saya," tuturnya.
Menjelang kesepakatan dengan AS, para militan sempat membuat komitmen yang tidak jelas tentang hak perempuan dalam nilai-nilai Islam.
Ini seakan menjadi peringatan bagi perempuan Afghanistan bahwa janji itu hanya basa-basi, dengan interpretasi yang sangat luas.
Baca juga: Kesepakatan AS-Taliban, Trump: Kesempatan Rakyat Afghanistan Berdamai
Taliban mengendalikan sebagian besar wilayah Afghanistan, dan saat ini mengizinkan anak perempuan bersekolah di beberapa daerah.
Meski begitu, laporan adanya pencambukan atau hukuman rajam oleh masyarakat terhadap perempuan masih ada.
Jika para pemberontak kembali berkuasa, dikhawatirkan mereka akan mengembalikan aturan seperti semula.
Banyak rakyat Afghanistan sulit menjaga asa perdamaian, ketika ketakutan terhadap para pemberontak masih menghantui mereka.
"Setiap keluarga di sini berduka karena kehilangan anak, putra, suami, saudara laki-laki, dalam perang," kata pejabat pemerintah, Torpekay Shinwari kepada AFP di Provinsi Nangarhar Timur.
Di sana, rakyat bisa menyaksikan pertempuran sengit antara Taliban dan afliliasi kelompok Islam di Afghanistan.
Perempuan berusia 46 tahun itu juga mengatakan dirinya selalu berharap ada perdamaian, tetapi juga masih khawatir perempuan disepelekan dan ditekan jika para militan berkuasa lagi.
Baca juga: Kesepakatan Damai AS-Taliban, Trump: Saya Akan Menandatanganinya
Beda halnya dengan anak perempuan yang masih bersekolah, bernama Parwana Hussaini. Ia menyuarakan nada optimis yang jarang didengungkan.
"Saya tidak takut. Siapa Taliban? Mereka adalah saudara kita," kata gadis berusia 17 tahun itu pada AFP.
"Kita semua orang Afghanistan dan menginginkan perdamaian," tuturnya dengan tegas.
Lebih jauh Parwana menambahkan, "Generasi muda telah berubah, dan tidak akan membiarkan Taliban menegakkan ideologi lama mereka pada kita."
Baca juga: Jika Mulus, AS Bakal Tanda Tangani Kesepakatan dengan Taliban pada 29 Februari
Bagi mereka yang menanggung beban berat dari keberingasan pemberontak, ada keraguan bahwa Taliban akan berubah dan justru akan kembali membawa mimpi buruk.