Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 23/01/2020, 14:42 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

Sumber AFP

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) bakal bangkit dan lebih kuat jika AS meninggalkan Irak.

Pernyataan itu disampaikan wakil komandan koalisi internasional anti-jihadis di Irak dan Suriah, Mayor Jenderal Alexus Grynkewich.

Dia menjelaskan, ISIS masih menjadi ancaman jika koalisi internasional tidak menekan mereka dengan cukup keras.

Baca juga: Berjuluk Profesor, Pemimpin Baru ISIS Ini Dihargai Rp 68 Miliar

Dilansir AFP Kamis (23/1/2020), Jenderal Angkatan Udara AS itu menyebut bahwa kelompok ekstremis itu tidak menampakkan ancaman saat ini.

"Namun jika kami tidak memberikan tekanan dengan cukup kuat, maka ancaman yang mereka berikan bakal semakin besar," paparnya.

Dalam konferensi pers di Pentagon, Grynkewich mengungkapkan kelemahan ISIS terlihat saat mereka mengambil keuntungan dalam demo Irak Oktober lalu.

Lebih dari 460 orang tewas dalam unjuk rasa tersebut, dengan massa marah karena hanya sedikit pihak keamanan yang didakwa melakukan kekerasan.

Dalam beberapa bulan terakhir, koalisi internasional yang dipimpin AS tengah memantau pergerakan kelompok yang dulu menguasai sebagian Irak dan Suriah itu.

Pada Maret 2019, ISIS dinyatakan kalah setelah benteng pertahanan mereka yang terakhir di Baghouz, Suriah, direbut.

Sejak saat itu, anggota kelompok yang pernah mengumumkan "kekhalifahan" di 2014 menggunakan taktik gerilya untuk memberi kerusakan.

Grynkewich mengatakan, mereka tengah mengevaluasi apakah ISIS melaksanakan apa yang disebut sebagai "kesabaran strategis".

Baca juga: Ulama ISIS Berbobot 136 Kg Ditangkap Polisi Irak

Koalisi juga menganalisa apakah kelompok itu menunggu kesempatan untuk muncul, ataukah mereka sudah kekurangan kemampuan.

"Dari demo Irak, koalisi bisa memetakan bahwa sebenarnya, ISIS tengah mengalami kekurangan kemampuan dan kapasitas," katanya.

Januari ini, Baghdad begitu gusar dengan ketegangan yang terjadi antara AS dengan Iran, dimulai dengan pembunuhan jenderal top Iran, Qasem Soleimani di 3 Januari.

Teheran membalas kematian komandan Pasukan Quds itu dengan membombardir dua pangkalan AS dan sekutunya pada 8 Januari.

Buntut dari tensi tersebut, Parlemen Irak sempat melontarkan resolusi berisi seruan agar 5.200 pasukan AS diusir.

Sejak saat itu, sumber internal AS mengungkapkan militer mulai mengurangi misinya. Bahkan kerja sama dilakukan secara rahasia.

Presiden AS Donald Trump bertemu Presiden Iran Barham Saleh di Davos, Swiss, di mana keduanya sepakat soal kontinyuitas militer AS.

Baca juga: Pemimpin ISIS Pengganti Abu Bakr al-Baghadadi Dikenali

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Sumber AFP
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com