Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pengantin Pesanan China: Anak Saya Diejek Anak Pelacur

Kompas.com - 22/01/2020, 14:51 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Editor

Yuniar dua kali menikah dengan laki-laki China. Seluruh proses itu ia lakukan melalui perantara comblang. Sejak terbang ke China, hingga kini ia belum pernah pulang ke Indonesia.

Sekarang Yuniar tinggal di kota Xuancheng, Provinsi Anhui. Kawasan itu berjarak 12 jam perjalanan darat dari kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) yang berada di Beijing.

"Suami pertama sering sekali pukuli aku, tapi suami yang sekarang baru dua kali pukul."

"Aku anggap kekerasan itu buah rumah tangga, tapi aku sudah tidak tahan hidup di China tanpa uang," kata Yuniar.

Baca juga: Polda NTB Ungkap Perdagangan Orang Terkait Kasus Kematian TKI di Arab

Yuniar berkata, keluarga suaminya tak mengizinkannya pulang kampung. Alasannya, mereka khawatir Yuniar tak kembali ke China.

"Aku lagi cari foto ayah yang lagi sakit di kampung. Mungkin kalau menunjukkan itu, aku diizinkan pulang," tuturnya.

Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia di Kementerian Luar Negeri, Judha Nugroho, menyebutkan, staf KBRI tidak bisa begitu saja memulangkan pengantin pesanan ke Indonesia atas alasan mengalami KDRT, apalagi tidak betah.

Judha berkata, terdapat sejumlah alasan hukum yang membuat ruang gerak KBRI terbatas dalam merespons persoalan para pengantin pesanan di China.

"Jika terikat perkawinan resmi dan tidak ingin melanjutkannya, mereka harus bercerai dulu. Kalau tidak, pemerintah China tidak akan mengeluarkan izin keluar kepada mereka," ujarnya, Kamis (19/12/2020).

"Perwakilan kami di China bekerja berdasarkan hukum internasional dan regulasi setempat. Saat muncul kasus, staf KBRI tidak bisa serta-merta datang dan mengambil warga Indonesia."

"Yang bisa kami lakukan adalah melapor ke otoritas setempat agar mereka mengambil tindakan lebih lanjut," kata Judha.

Baca juga: Pemerintah Diminta Jalin MoU dengan Negara Tujuan Perdagangan Orang

Puluhan perempuan Indonesia jadi pengantin pesanan

Terdapat 42 perempuan Indonesia yang diadvokasi KBRI di Beijing dalam kasus pengantin pesanan selama tahun 2019. Dari perkara itu, 36 orang di antaranya sudah dipulangkan.

Judha berkata, kasus seperti ini bakal terus terjadi jika tidak ada pencegahan di daerah-daerah yang menjadi kantong pengantin pesanan.

Pemerintah daerah, menurut Judha, bisa berperan penting untuk menumbuhkan kesadaran perempuan soal kerentanan pengantin pesanan.

Kalaupun secara sadar memutuskan untuk menikah ke China, otoritas di daerah disebut Judha perlu mengampanyekan risiko-risiko yang dapat perempuan alami.

"Ini pernikahan antara dua budaya. Menikah tanpa memahami perbedaan budaya, akan muncul banyak masalah, sesederhana urusan makan atau peran istri untuk suami," ujar Judha.

"Masyarakat China sangat patriarkis, yang diutamakan laki-laki, perempuan hanya membantu suami, termasuk dalam pekerjaan. Jika suaminya petani, istri diharapkan ikut bekerja."

Baca juga: Kronologi Pemulangan Korban Perdagangan Orang yang Dilakukan Baim Wong

"Itu yang sering tidak dipahami perempuan Indonesia dan memunculkan masalah ketika mereka tinggal di sana," ucapnya.

BBC Indonesia telah berjumpa dengan Wakil Bupati Mempawah, Muhammad Pagi, untuk berbincang tentang persoalan pengantin pesanan di daerahnya. Namun, ia menolak berkomentar.

Pelaksana Tugas Kepada Dinas Dukcapil Mempawah, Selfi Kurniati, juga menolak mengomentari dugaan keterlibatan anak buahnya dalam pengurusan dokumen calon pengantin pesanan, terutama yang masih di bawah umur seperti kasus Yuli.

Sementara itu, Kepala Bagian Humas Pemda Mempawah, Rizal Multiadi, berkata, "Di mana-mana ada yang seperti ini. Tapi lebih kuatnya di Singkawang, bukan Mempawah. Di Mempawah memang ada, tapi jarang sekali."

"Kami tetap mencegah. Itu dilakukan bidang perlindungan anak dan perempuan Dinas Sosial," katanya. Program pencegahan itu dianggap tidak pernah ada oleh SBMI.

Baca juga: 39 Mayat Ditemukan Dalam Kontainer Truk Inggris, Vietnam Kecam Perdagangan Manusia

Bagaimana sikap kepolisian?

Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Mempawah, Ajun Komisaris Sutrisno, menyebutkan, pihaknya baru saja menetapkan satu tersangka dalam kasus pengantin pesanan.

Tersangka itu, kata Sutrisno, ditangkap atas dugaan mengimingi-imingi anak di bawah umur bernama Citra untuk menikah dengan laki-laki China.

Dari situ, tersangka, yang juga mantan pengantin pesanan, diduga menerima imbalan uang. Namun, apakah hanya tersangka yang menjadi perantara Citra dan pencari istri dari China itu?

Kasus Citra adalah dugaan perdagangan orang berkedok perkawinan pertama yang ditangani Polres Mempawah. Kepolisian di daerah lain di Kalimantan Barat selama 2019 menetapkan beberapa terduga comblang menjadi tersangka.

Agustus lalu, Polres Mempawah bersama pejabat Kecamatan Sungai Kunyit menggerebek prosesi pertunangan Citra dan laki-laki asal China. Uang tunai dan sejumlah perhiasan disita dari acara itu.

"Dari penyidikan hingga saat ini, kami belum menemukan pihak terkait lainnya," kata Sutrisno di kantornya, November lalu.

"Dugaan pemalsuan surat juga bisa saja terjadi, tapi sampai saat ini kami masih fokus pada tindak pidana perdagangan orang. Tapi, tetap bisa muncul tersangka baru," ujarnya.

Baca juga: Bantu Korban Perdagangan Orang, Baim Wong Dapat Apresiasi dari LPSK

Memburu "bos-bos pengantin pesanan"

Serikat Buruh Migran Indonesia menyebut comblang tidak pernah bekerja sendiri. Mereka menuding terdapat "bos-bos pengantin pesanan", baik yang berkewarganegaraan Indonesia maupun China, yang meraup untung dari transaksi perkawinan itu.

Sosok para "bos pengantin pesanan" itu pun disebut sudah diketahui secara umum oleh sebagian warga Mempawah.

Menjawab tudingan itu, Sutrisno memberi sanggahan, "Boleh kita mengetahui bahwa A adalah pencuri ayam, tapi kita juga harus memiliki bukti dan keterangan saksi yang memperkuat dugaan bahwa dia adalah pencuri ayam."

"Masyarakat sudah tahu beberapa orang adalah comblang. Kami dapat informasi itu, tapi transaksi belum terjadi, belum ada korban, dan keterangan saksi."

"Kami perlu berhati-hati menetapkan orang menjadi tersangka," ujar Sutrisno.

Baca juga: IOM Indonesia dan KPPPA Luncurkan Panduan Pencegahan Perdagangan Orang

Bagaimanapun, hukuman terhadap comblang diharapkan sejumlah pengantin pesanan. Ajun, ayah Citra, menyebut comblang harus bertanggung jawab atas dampak sosial yang dihadapi keluarganya.

"Comblang harus dihukum seberat-beratnya, tapi mereka pintar. Mereka yang bikin ulah, tapi mereka yang tidak bertanggung jawab dan justru menutupinya," kata Ajun.

Selama kasus itu belum terkuak, Ajun menyebut keluarganya harus terus menghadapi tekanan mental dan stigma dari masyarakat.

Saya bertanya kepada Ajun tentang dorongan moral yang ia berikan kepada Citra, putrinya kini kembali bersekolah ke bangku SMP.

Matanya terlihat berair saat menjawab pertanyaan itu. Kalimat yang keluar dari mulutnya putus-putus.

"Ini jangan terlalu kita pikirkan. Manusia mana pun, tak ada yang sempurna. Jangan jadi beban pikiran, kalau stres bisa gila," kata Ajun.

"Ibarat jalan, kita harus bisa menyusuri jalan, walau kanan-kiri depan-belakang punya omongan tentang kita jangan pedulikan."

Baca juga: Kenali Ciri-ciri Awal Kejahatan Perdagangan Orang

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com