Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berniat Balas Dendam karena Jenderal Mereka Tewas Diserang AS, Berapa Kekuatan Militer Iran?

Kompas.com - 06/01/2020, 23:36 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Editor

TEHERAN, KOMPAS.com — Iran berjanji bakal balas dendam setelah jenderal top mereka, Qasem Soleimani, tewas diserang AS pada pekan lalu.

Soleimani tewas bersama wakil pemimpin milisi Hashed al-Shaabi, Abu Mahdi al-Muhandis, di Bandara Internasional Baghdad, Irak.

Komandan Pasukan Quds itu tewas pada Jumat (3/1/2020) pekan lalu setelah konvoi mobil yang ditumpanginya dihantam rudal AS.

Baca juga: Apa yang Terjadi pada Harga Minyak jika Pecah Perang AS-Iran?

Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei menyerukan "serangan balasan terhadap penjahat" yang menewaskan Soleimani.

Sementara Presiden Donald Trump beralasan, Jenderal Qasem Soleimani dibunuh demi "menghentikan perang, bukan memulainya".

Dilansir BBC Indonesia, berikut merupakan kekuatan militer Iran setelah mereka berencana membalas kematian Soleimani.

1. Berapa jumlah personel militer mereka?

Menurut lembaga kajian Inggris, International Institute for Strategic Studies, Teheran, diperkirakan memiliki 523.000 tentara aktif.

Jumlah itu mencakup 350.000 personel reguler dan 150.000 anggota Garda Revolusi yang merupakan cabang elite militer mereka.

Kemudian, terdapat 20.000 anggota Garda Revolusi yang masuk angkatan laut dan melakukan operasi di wilayah Selat Hormuz.

Garda Revolusi juga membawahkan Unit Basij, beranggotakan para relawan dan kadang dikerahkan untuk menumpas perlawanan dalam negeri.

Didirikan 40 tahun silam, Garda Revolusi berfungsi mempertahankan sistem Islam di Iran dan berkembang menjadi kekuatan utama di bidang militer hingga politik.

Meski anggotanya lebih sedikit dari tentara reguler, Garda Revolusi Iran dianggap sebagai kekuatan militer yang sebenarnya.

Baca juga: Konflik Iran-AS Kian Panas, Harga Minyak Dunia Tembus 70 Dollar AS Per Barel

2. Bagaimana operasi militer di luar negeri?

Pasukan Quds, elite di dalam Garda Revolusi, dipimpin oleh Mayor Jenderal Qasem Soleimani, dan melakukan operasi militer di luar negeri.

Diyakini, mereka mempunyai sekitar 5.000 personel, dan melapor langsung kepada Pemimpin Tertinggi Khamenei.

Unit Quds dikerahkan antara lain ke Suriah, di mana mereka menjadi penasihat bagi milisi dan pemerintahan Presiden Bashar al-Assad.

Kemudian di Irak, Quds memberikan bantuan bagi kelompok paramiliter Syiah dalam menumpang Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

AS mengklaim, Quds menyediakan dana, pelatihan, senjata, dan peralatan bagi kelompok yang dikategorikan teroris di Timur Tengah.

Kelompok yang masuk dalam daftar hitam Washington tersebut antara lain Hezbollah di Lebanon, serta Jihad Islam di Palestina.

Akibat masalah ekonomi dan sanksi yang dijatuhkan AS, Teheran tidak bisa leluasa membeli senjata, menurut Stockholm International Peace Research Institute.

Sebagai perbandingan, impor pertahanan Iran periode 2009-2018 sama dengan 3,5 persen total belanja pertahanan Arab Saudi pada rentang waktu yang sama.

Kebanyakan pemasok militer Iran berasal dari Rusia serta China.

Baca juga: Menlu Retno Bertemu Dubes AS dan Iran, Minta Dua Negara Menahan Diri


Garda Revolusi Iran.via Sky News Garda Revolusi Iran.

3. Apakah Iran punya rudal?

Berdasarkan data Kementerian Pertahanan AS, Iran mempunyai kekuatan misil terbesar di Timur Tengah. Sebagian adalah jarak pendek dan menengah.

Dikatakan, negara tetangga Irak itu tengah menguji coba teknologi luar angkasa yang bisa memungkinkan mereka meluncurkan rudal antar-benua.

Namun, proyek tersebut dilaporkan terhenti pada 2015 silam setelah Iran menjalin kesepakatan nuklir dengan negara besar dunia.

Lembaga kajian Royal United Services Institute (RUSI) mengatakan, ada kemungkinan program ini berlanjut setelah perjanjian nuklir mengalami ketidakpastian.

Dilaporkan, ada bukti bahwa sejumlah proksi Iran menggunakan rudal dan sistem panduan yang diberikan untuk menyasar Israel, Saudi, hingga Uni Emirat Arab.

Pada Mei 2019, Washington memberangkatkan sistem pertahanan Patriot ke Timur Tengah setelah ketegangan dengan Teheran meningkat.

Keputusan ini mengisyaratkan AS mengantisipasi rudal balistik, rudal penjelajah, dan pesawat canggih dari pihak musuh.

Baca juga: Jenderal Qasem Soleimani Tewas Diserang AS, Pejabat Iran: Tanggapannya adalah Militer

4. Apa Iran Punya senjata non-konvensional?

Meski terkena sanksi dari pihak Barat selama bertahun-tahun, Iran disebut tetap mampu mengembangkan senjata nirawak (drone).

Lembaga kajian RUSI memaparkan, drone tersebut sudah dikerahkan pada 2016 untuk melawan ISIS, dan bisa masuk ke wilayah Israel dari Suriah.

Pada 2019, serangan rudal dan drone Teheran dikabarkan menghantam dua fasilitas penting milik perusahaan minyak Saudi, Aramco.

AS dan Riyadh menyebut bahwa serangan itu dilakukan Iran. Namun, Teheran berkelit dan menyatakan insiden itu diklaim oleh kelompok pemberontak Yaman, Houthi.

Baca juga: Irak Berniat Usir Pasukan AS karena Kematian Jenderal Iran, Begini Ancaman Trump

5. Apakah Iran punya kemampuan siber?

Sejak serangan siber yang menimpa fasilitas nuklir mereka pada 2010 silam, Teheran mulai serius membenahi sektor itu.

Diduga, Garda Revolusi mempunyai pusat komando siber sendiri, yang bertugas melakukan kegiatan mata-mata, baik untuk militer maupun ekonomi.

Laporan militer AS pada 2019 mengungkapkan, Iran melancarkan serangan siber yang menyasar perusahaan aeronautika, kontraktor pertahanan, hingga perusahaan telekomunikasi.

Kemudian raksasa teknologi Microsoft menjelaskan, ada kelompok peretas yang berhubungan dengan Teheran mencoba membobol akun pejabat AS.

Baca juga: Iran Kibarkan Bendera Merah, Apa Artinya?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com