Al-Jildah mempertanyakan kebijakan Israel yang dinilai politis dan merugikan warga biasa seperti dirinya.
Kadang, hanya anak-anak yang mendapat izin sementara orangtuanya tidak. Ini menyebabkan satu keluarga akhirnya tidak bisa berpergian.
Baca juga: Jelang Idul Adha di Gaza, Konflik Bikin Warga Tak Mampu Beli Hewan Kurban Tahun Ini
Seperti al-Jildah, ratusan umat Kristiani di Gaza akhirnya hanya bisa merayakan Natal seadanya.
"Kamu sudah biasa menggelar perayaan alternatif di Gaza saat Natal. Ini bukan pertama kalinya Israel melarang kami ke Tepi Barat. Okupasi mereka tidak akan menghalangi kami bersuka cita di masa kelam seperti ini," ujar al-Jildah.
Sekitar 1.050 umat Kristiani tinggal di Gaza. Di sana, 1,9 juta orang tinggal di bawah blokade Mesir dan Israel sejak 2007.
Kendati dipisah oleh Israel, Gaza dan Tepi Barat dianggap satu wilayah berdasarkan Perjanjian Oslo yang ditandatangani Israel dan Palestina pada 1993 dan 1995.
Baca juga: Israel Janji Buka Blokade Barang ke Gaza Jika Situasi Tetap Tenang
Namun sejak 2007, setelah kelompok Hamas mengambil alih wilayah itu, Israel dan Mesir memblokade wilayah pantai. Ini membuat gerak warga di antara kedua wilayah itu terbatas.
"Selama 12 tahun terakhir, Israel telah melarang warga Gaza berpergian. Mereka mengurung dua juta warga Palestina pergi kecuali untuk 'kasus kemanusiaan luar biasa'," kata Omar Shakir, Direktur Israel-Palestina Human Rights Watch.
Menurutnya, Israel bersama dengan Mesir telah menjadikan Gaza seperti penjara tak beratap.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.