Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menang Telak di Pemilu Inggris, Apa Resep Kemenangan Boris Johnson?

Kompas.com - 13/12/2019, 16:23 WIB
Ericssen,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

Sumber BBC

Sementara Johnson, arsitek utama Brexit, sudah menjanjikan bakal bercerai dari Uni Eropa paling lambat 31 Januari 2020 mendatang.

Pendukung Buruh yang menginginkan Brexit segera dieksekusi, meluapkan kemarahan mereka dengan memilih Konservatif dalam skenario politik yang tak dibayangkan sebelumnya.

Hasil itu tercermin ketika Tory memenangkan Blyth Valley dan Bishop Auckland, dua daerah yang tidak pernah bisa mereka kuasai sebelumnya karena selalu diwakili politisi Buruh.

Kemenangan Johnson pun semakin manis setelah partainya menggenggam kesuksesan di daerah pemilihan Sedgefield.

Untuk diketahui, Sedgefield merupakan distrik mantan Perdana Menteri Tony Blair dari Partai Buruh yang pernah memimpin pada 1997 sampai 2007.

Baca juga: Boris Johnson: Saya Lebih Baik Mati daripada Menunda Brexit

Sosok Sang Pemimpin Buruh yang Tidak Populer

Selain kesuksesan merebut basis Buruh, kunci lain kemenangan telak Boris Johnson adalah rivalnya, Jeremy Corbyn, adalah sosok tak populer, bahkan di partainya sendiri.

Ideologi politiknya yang terlalu kiri memicu ketakutan para pemilih. Sebab, dia menjanjikan nasionalisasi besar-besaran layanan vital seperti listrik, air, energi, dan internet.

Tak sedikit calon anggota parlemen dari Partai Buruh yang mengungkapkan, banyak pemilih yang memilih hengkang saat mendengar Corbyn terucap dari mulut mereka.

Begitu juga dengan pelaku bisnis yang menyuarakan kekhawatiran meeka. Sebab, manifestor Corbyn yang terlalu radikal dikhawatirkan bisa merusak atmosfer ekonomi Inggris.

Corbyn juga mendapat kritik tajam karena tidak mengambil kebijakan serius guna menyelesaikan polemik anti-Semitisme yang mengguncang partainya.

Politisi berusia 70 tahun tersebut dinilai menutup sebelah matanya terhadap persoalan rasisme yang secara kronis menjangkiti Partai Buruh.

Baca juga: Boris Johnson Ultimatum Pemilu Dini Jika Parlemen Halangi No Deal Brexit

Johnson sendiri bukanlah sosok yang sangat populer di mata pemilih Inggris. PM berusia 55 tahun ini juga kerap dikritik karena sejumlah skandal pribadi dan pernyataan kontroversialnya.

Namun, nampaknya publik lebih "memaaafkan" Johnson dibanding Corbyn, dengan memberikan status mayoritas bagi partainya.

Patokan paling krusialnya adalah di Westminster maupun Cities of London, di mana mayoritas adalah Remainers (menolak Brexit).

Mereka memberikan suaranya kepada Tory karena mereka tidak ingin Corbyn menjadi orang nomor satu di Downing Street 10 tersebut.

Corbyn telah menyatakan akan mengundurkan diri setelah empat tahun memimpin partai. Namun dia menolak mundur dalam waktu dekat dengan alasan perlu berefleksi mengenai hasil pemilu.

Baca juga: Demi Muluskan Brexit, PM Inggris Boris Johnson Bekukan Parlemen

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Sumber BBC
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com