Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Media AS New York Times Soroti Pabrik Tahu di Indonesia yang Gunakan Plastik sebagai Bahan Bakar

Kompas.com - 16/11/2019, 21:24 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

Serta International Pollutants Network atau IPEN< organisasi internasional yang fokus kepada mengenyahkan polutan beracun.

Dilaporkan New York Times, racun itu bermula ketika negara-negara Barat melakukan upaya penyortiran sampah untuk didaur ulang.

Kebanyakan sampah itu kemudian dikirim ke luar negeri, termasuk ke Indonesia, di mana dikombinasikan dengan sampah lokal untuk diolah.

Namun, ada sampah yang tidak bisa didaur ulang, dan berakhir menjadi bahan bakar di pabrik tahu di Tropodo, desa di timur Pulau Jawa.

"Benda ini dikumpulkan dari AS dan negara lain, dan kemudian dijadikan sumber pengapian pabrik," kata Yuyun Ismawati dari Nexus3 Foundation.

Yuyun mengatakan, pengolah limbah tak bertanggung jawab memilih membuangnya di negara berkembang dengan memalsukan dokumennya.

Dalam dokumen, oknum itu menuliskan hanya ada 50 persen limbah plastik di dalamnya. Adapun perusahaan lokal mengeruk untung dengan menerimanya.

Kebanyakan dari plastik yang dikirim itu adalah berkualitas rendah, tidak diinginkan, dan Indonesia tidak bisa mendaur ulangnya.

Baca juga: 2 Penjual Tahu Sumedang Tewas Ditabrak Truk Semen, Sopir Kabur

Setelah memilah beberapa bahan untuk didaur ulang, barulah sisanya kemudian dibawa ke Bangun, desa di mana pemulungnya bakal mencari apa yang masih berharga.

Di Bangun, tumpukan sampah, dengan ada yang setinggi empat meter, memenuhi area itu. Sekitar 2.400 orang tinggal di sana, dengan setiap keluarga terlibat dalam bisnis pengolahan tersebut.

Tujuan akhir dari sampah itu adalah Tropodo. Setiap hari, sebuah truk mengangkut kertas dan plastik, dan menurunkan muatannya di pabrik tahu.

Menurut sopir truk yang bernama Fadil, dia sudah mengantarkan muatan plastik dan kertas ke industri tahu selama 20 tahun terakhir.

"Orang-orang butuh mengisi bahan bakar bagi industri tahu mereka," tutur pria berusia 38 tahun tersebut kepada New York Times.

Baca juga: Tips Menggoreng Tahu Renyah di Luar Tapi Lembut di Dalam

Aktivis lingkungan menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak memerhatikan masalah kesehatan dalam rangka mengembangkan ekonomi.

Kalangan pemerhati pun meminta Presiden Jokowi menangani kontaminasi racun, termasuk polusi udara serta kontaminasi merkuri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com