Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

AS Mulai Proses Keluar dari Perjanjian Perubahan Ikllim Paris

Kompas.com - 05/11/2019, 17:38 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

Sumber BBC

NEW YORK, KOMPAS.com - AS dilaporkan sudah memulai proses untuk keluar dari perjanjian perubahan iklim Paris. Langkah yang disesalkan dan menuai kekecewaan.

Pemerintahan Presiden Donald Trump sudah memberi tahu PBB terkait dengan niat mereka mengundurkan diri dari Perjanjian Paris Senin (4/11/2019).

Dalam pemberitahuan itu, AS bakal memulai proses untuk keluar dari kesepakatan perubahan iklim, yang puncaknya adalah sehari setelah Pilpres AS 2020.

Baca juga: RI Butuh Rp 1.065 Triliun untuk Pengendalian Perubahan Iklim

Perjanjian itu menekankan Washington dan 187 negara di dunia untuk menjaga temperatur di bawah 2 derajat Celsius hingga 2100.

Meski pun seperti diberitakan BBC Selasa (5/11/2019), tertulis target utamanya adalah menekan pemanasan global hingga 1,5 derajat Celsius.

Keputusan yang dibuat oleh Trump itu bakal membuat Uni Eropa harus berjuang lebih keras supaya perjanjian itu tetap berada di jalurnya.

Trump sudah mencanangkan penarikan itu sebagai bagian dari janji kampanye Pilpres AS 2016. Tetapi, PBB menyebut AS tak bisa memulai proses sebelum 4 November 2019.

Isu penarikan dari perjanjian 2015 itu masih menjadi bahan di Pilpres 2020, di mana presiden terpilih berikutnya bisa mengubah keputusan.

Tetapi ilmuwan dan pakar lingkungan mengkawatirkan kebijakan Trump bakal berdampak kepada perlindungan akan perubahan iklim di masa depan.

Dalam laporan yang dirilis Institute of International and European Affairs pada Desember 2018, keputusan Trump memberi "keberanian moral dan politik bagi yang lain untuk melakukannya".

Laporan itu mencontohkan dua negara, Rusia dan Turki, yang sama-sama menolak untuk meratifikasi meski membubuhkan tanda tangan.

Baca juga: Apa Bedanya Pemanasan Global dengan Perubahan Iklim?

Seperti Apa Reaksinya?

Pejabat dari kantor kepresidenan Perancis menyatakan, mereka sangat menyesalkan dan membuat kemitraan dengan China di bidang iklim dan biodiversitas semakin dibutuhkan.

Presiden Emmanuel Macron dan Presiden Xi Jinping dijadwalkan bertemu di Beijing pada Rabu (6/11/2019), di mana mereka bakal menekan pakta kesepakatan Paris "tak dapat dibalikkan".

Sementara jepang melalui juru bicaranya Yoshihide Suga menekankan bahwa mereka kecewa dengan kebijakan yang dilakukan oleh Washington.

"Kami sangat ingin secara aktif bisa menekan isu perubahan iklim, sementara di sisi lain tetap bekerja sama dengan AS," ujarnya.

Ketua DPR AS dari Partai Demokrat, Nancy Pelosi, menyebut pemerintahan Trump membuat keputusan "mengerikan" yang menjual masa depan anak-anak.

Sementara mantan Wakil Presiden AS periode 1993-2001, Al Gore, mengecam mereka yang "hendak menjual Bumi demi ketamakan".

"Ini menjadi sejarah terkelam dalam diplomasi AS, dan menghancurkan upaya global," terang ketua kampanye perubahan iklim 350.org, Bill McKibben.

Baca juga: Perubahan Iklim, Indonesia Harus Percepat Realisasi Energi Baru Terbarukan

Mengapa AS Ingin Keluar dari Perjanjian Paris?

Menteri Luar Negeri Mike Pompeo sempat menekankan bahwa kesepakatan tersebut hanyalah memberikan "beban ekonomi" kepada AS.

Karena itu dalam keterangan resminya, Pompeo menyatakan bahwa Washington akan menggunakan model realistis dan pragmatis, menggunakan sumber daya energi yang bersih dan efisien.

Trump sempat menjanjikan bakal menjadikan AS negara adidaya di energi, dan berusaha menghapus UU soal polusi demi menekan biaya produksi bahan bakar, minyak, hingga batu bara.

Ketika mengumumkan keputusannya untuk mundur tahun lalu, Trump berkata dia akan berusaha menegosiasikan perjanjian demi kepentingan AS.

Namun dalam laporan yang berkembang, Gedung Putih tidak berniat bernegosiasi, dan menunggu hingga diizinkan untuk memulai proses keluar.

Adapun AS dilaporkan menyumbang hingga 15 persen emisi karbon dunia.

Baca juga: Perubahan Iklim Kurangi Kemampuan Tanah untuk Serap Air

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber BBC
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com