Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demonstrasi Menentang Pemerintah Kembali Terjadi di Irak, 42 Orang Tewas

Kompas.com - 26/10/2019, 11:09 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

Sumber AFP

BAGHDAD, KOMPAS.com - Sebanyak 42 orang tewas setelah demonstrasi menentang pemerintah kembali terjadi di Irak, demikian laporan dari lembaga pengawas dan sumber keamanan.

Kabar itu merupakan babak terbaru dalam aksi protes yang sempat berlangsung sepekan pada awal Oktober, dengan lebih dari 150 orang tewas.

Dilansir AFP Jumat (25/10/2019), sejumlah aktor mulai dari otoritas tertinggi Syiah Irak hingga PBB meminta demonstran untuk tenang.

Baca juga: LPAI Nilai Negara Gagal Beri Perlindungan ke Anak Ketika Demonstrasi

Demonstrasi dimulai pada Kamis sore (24/10/2019) waktu setempat dengan tenang, di mana pendemo bertukar bunga dengan pasukan keamanan.

Kementerian Dalam Negeri Irak sempat menyatakan polisi bakal "melindungi" demonstran. Namun pada Jumat malam, terjadi kerusuhan.

Setengah dari 42 korban yang tewas terjadi setelah mereka merangsek ke markas faksi militer maupun lembaga pemberintahan.

Sumber keamanan menerangkan, 12 orang terbunuh di Diwaniyah, ketika mereka berusaha membakar markas organisasi Badr, bagian pasukan paramiliter Hashed al-Shaabi.

Sementara Komisi HAM Irak menyatakan, mereka mencatat terdapat 30 orang tewas, dengan angka itu tak mencakup jumlah di Diwaniyah.

Organisasi itu mengatakan, emreka tewas baik oleh tembakan peluru tajam maupun gas air mata baik di Baghdad dan empat provinsi selatan.

Ada yang terbunuh karena berusaha memasuki kantor Asaib Ahl al-Haq, faksi militer lain, yang berlokasi di dua kota selatan.

Parlemen Irak dilaporkan bakal menggelar pertemuan pada Sabtu ini (26/10/2019) untuk membahas demonstrasi yang tengah terjadi.

Baca juga: Keluar dari Suriah, Pasukan AS Bakal Tinggal Sementara di Irak

PBB Kecam Adanya "Kekerasan"

Pihak keamanan langsung menerapkan jam malam di kota kawasan selatan pada Jumat malam waktu setempat. Salah satunya adalah Basra.

Pada tahun lalu, juga terjadi gelombang protes di kota itu, dengan warga yang marah juga membakar kantor pemerintah dan partai.

Sejumlah kekecewaan juga memercik dalam demonstrasi ini. Sebabnya, satu dari lima warga Irak masih hidup dalam kemiskinan, dengan pengangguran usia muda mencapai 25 persen menurut Bank Dunia.

Menurut Transparency International, Irak berada di urutan ke-12 negara paling terkorup, meski statusnya produsen minyak terbesar di OPEC.

Para pengunjuk rasa menyatakan aksi pada tahun ini terjadi karena kekerasan yang belum pernah mereka temui sebelumnya.

Baca juga: Sulitnya Pulangkan 2 Warga Karawang Korban Perdagangan Orang di Irak

Setidaknya 157 orang tewas dalam lima hari pertama demonstrasi, dengan kebanyakan korban berasal dari ibu kota Baghdad.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres langsung merespons dengan berujar, banyaknya korban adalah hasil dari pelanggaran HAM "substansial".

"Kami begitu menyesalkan banyaknya jumlah korban yang terbunuh karena kejadian ini," terang Guterres dalam pernyataan resmi.

Aktivis pun menyerukan agar rakyat Iran turun ke jalan tepat setahun setelah Perdana Menteri Adel Abdel Mahdi berkuasa.

Jumat kemarin menjadi tenggat waktu yang dicanangkan ulama Syiah Irak, Grand Ayatollah Ali al-Sistani, bagi Mahdi untuk merespons tuntutan.

Dalam khotbah Jumat, Ayatollah al-Sistani meminta baik demonstran dan pasukan keamanan menahan diri demi mencegah jatuhnya korban lagi.

Khotbahnya nampak menggaungkan janji Mahdi yang bakal menelurkan paket kebijakan seperti penyediaan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan sosial.

Baca juga: Pembunuh Pacar yang Jadi Penyebab Demonstrasi Hong Kong Setuju Kembali ke Taiwan

"Mereka Semua Pembohong"

Namun demonstran tidak yakin. "Adel Abdel Mahdi berbohong pada kami," teriak mereka ketika sang PM berpidato di televisi.

"Mereka semua pembohong. Mereka berbohong ketika berjanji bakal memberikan pekerjaan, dan ketika kami protes, mereka menembakkan gas air mata," teriak lainnya.

Ribuan orang berada di luar Zona Hijau Baghdad, tempat kantor pemerintah dan kedutaan negara asing, dengan keamanan menembakkan gas air mata untuk membubarkan mereka.

Kawasan itu sempat dibuka selama beberapa bulan bagi publik sebagai tanggapan Mahdi atas peningkatan keamanan di seantero Irak.

Baca juga: Duduk Perkara Rustia Jadi Korban Manusia di Irak, Dijanjikan Kerja di Turki dengan Gaji Rp 7 Juta...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com