Angka ini tidak dapat diabaikan begitu saja, terutama dengan adanya perang dagang AS-China yang berpotensi mengurangi jumlah wisatawan Tiongkok.
Lebih dari itu, wisatawan India ini sering melihat suatu kawasan sebagai satu destinasi tujuan. Mereka cenderung untuk bepergian dari satu tempat ke tempat lainnya, dari perkotaan ke pantai, berbelanja, dan destinasi lainnya.
Asia Tenggara, bagi wisatawan India, dianggap sebagai kawasan yang terjangkau secara biaya, memiliki penduduk yang ramah, aman, serta kaya akan perbedaan budaya.
Santosh, seorang ayah muda yang ditemui oleh Tim Ceritalah di Suria KLCC, Malaysia, menjelaskan, “Kuala Lumpur adalah pemberhentian pertama dalam setiap perjalanan saya. Saya akan berada di sini selama sepekan, lalu bertolak ke Singapura dan Bali, sebelum akhirnya kembali ke India."
Konektivitas melalui penerbangan non-stop adalah hal yang sangat penting. Perkembangan di Thailand telah didukung oleh sejumlah rute baru yang menghubungkan Bangkok dengan kota-kota sekunder dan tersier di India, seperti Jaipur, Kochi, dan Varanasi.
Maskapai penerbangan berbiaya rendah milik India, IndiGo, saat ini sedang melakukan perluasan rute di kawasan, yaitu rute Kolkata – Hanoi and Kolkata – Ho Chi Minh City.
Penerbanagan ini akan efektif beroperasi pada Oktober 2019, yang sekaligus akan menjadikan Vietnam sebagai tujuan terbesar keempat bagi wisatawan India di kawasan, di bawah Thailand, Singapura, Malaysia, dan sejajar dengan Myanmar.
Namun, sejak ditutupnya rute penerbangan Denpasar – Mumbai oleh Garuda Indonesia pada awal 2019, tidak ada operator penerbangan yang melayani rute India dan Indonesia secara non-stop.
Hal ini secara langsung juga akan menghambat akses dari India ke Bali, sebagai salah satu tujuan wisata yang sangat populer, terutama bagi pasangan suami-istri baru dari kawasan Asia Selatan.
Walau wisatawan India dinilai susah untuk diatur, namun mereka menghabiskan lebih banyak uang untuk membeli produk-produk lokal daripada wisatawan asal China.
Mayoritas wisatawan dari China cenderung untuk lebih memilih satu destinasi yang memiliki semuanya. Sehingga, mereka lebih memilih menghabiskan pengeluaran mereka ke bisnis-bisnis yang dikendalikan oleh agen perjalanan dari negara asalnya.
Hal ini kemudian menyebabkan apa yang disebut dengan “zero-dollar tourism”, yang membuat negara atau destinasi tujuan tidak memperoleh pendapatan apa pun dari datangnya wisatawan.
Sebaliknya, ketika kita melihat tiga pemuda yang berwisata ke Bangkok tadi, wisatawan India cenderung lebih mandiri dalam merencanakan perjalanan mereka, yaitu dengan menggunakan aplikasi seperti TrpAdvisor dan Agoda.
Mereka juga tampak lebih menyukai untuk berhubungan langsung dengan pedagang lokal, dibandingkan mengikuti saran dari petunjuk wisata.
Tiga pemuda tersebut mengatakan bahwa mereka setidaknya menghabiskan 1000 Baht untuk makan dan minum setiap harinya. Jumlah tersebut terkadang naik mencapai 800 baht.