JALALABAD, KOMPAS.com - Jumlah korban tewas akibat ledakan di sebuah masjid di Afghanistan, pada Jumat (18/10/2019) meningkat menjadi sedikitnya 62 orang.
Selain itu, sekitar 33 orang lainnya mengalami luka-luka.
Insiden ledakan terjadi saat masjid di distrik Haska Mina, sekitar 50 kilometer dari Jalalabad, ibu kota provinsi Nangarhar, penuh dengan jamaah yang sedang menjalankan shalat Jumat.
Juru bicara gubernur provinsi, Attaullah Khogyani, mengatakan, serangan itu menjadi yang paling mematikan kedua tahun ini, sementara belum ada pihak yang mengaku bertanggung jawab atas serangan itu.
"Ledakan terjadi akibat bahan peledak yang ditempatkan di dalam masjid," kata Khogyani, meski sumber lain membantah hal itu.
Baca juga: Ledakan Bom di Masjid Afghanistan saat Shalat Jumat, 28 Jemaah Tewas
Taliban, yang membantah terlibat dalam serangan itu, mengatakan bahwa kemungkinan ledakan disebagai oleh serangan mortir.
Melalui juru bicaranya, kelompok gerilyawan garis keras itu turut dengan tegas mengecam aksi serangan itu dan menyebutnya sebagai tindak "kejahatan besar".
Sementara kelompok teroris ISIS yang juga aktif di wilayah Nangarhar belum memberikan pernyataan.
Seorang saksi mata, mengatakan bahwa atap masjid runtuh setelah terjadinya ledakan.
"Saat itu ada sekitar 350 jamaah di dalam masjid," kata Omar Ghorzang, salah seorang penduduk setempat.
"Lusinan orang tewas dan mereka yang terluka dibawa menggunakan ambulans," tambah warga lainnya, Amanat Khan, kepada AFP.
Baca juga: Taliban: Ada 2 Cara Mengakhiri Pendudukan di Afghanistan, Jihad atau Negosiasi
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, melalui juru bicaranya mengatakan bahwa anak-anak termasuk di antara yang korban luka akibat serangan.
"Mereka yang terlibat dalam serangan itu harus mempertanggungjawabkan perbuatan mereka," kata juru bicara tersebut.
Ledakan itu terjadi setelah PBB merilis laporan terbaru yang mengatakan bahwa jumlah warga sipil yang menjadi korban tewas maupun luka akibat konflik di Afghanistan dari Juli hingga September tahun ini mencapai angka yang "belum pernah terjadi sebelumnya".
"Korban dari pihak sipil sama sekali tidak bisa diterima," kata perwakilan khusus PBB di Afghanistan, Tadamichi Yamamoto.
Yamamoto menambahkan pentingnya dilakukan perundingan yang mengarah pada terjadinya gencatan senjata dan penyelesaian politik secara permanen.
Baca juga: Pasukan Afghanistan Salah Menyerang Pesta Pernikahan, 40 Warga Sipil Tewas
Laporan PBB menunjukkan angka 1.174 korban tewas dan 3.139 luka-luka selama periode 1 Juli hingga 30 September tahun ini.
Angka itu mengalami peningkatan hingga 42 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
PBB menuding lonjakan jumlah korban tersebut sebagian besar merupakan tanggung jawab "elemen anti-pemerintah" seperti Taliban, yang telah melakukan pemberontakan di Afghanistan selama lebih dari 18 tahun.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.