Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Karim Raslan
Pengamat ASEAN

Karim Raslan adalah kolumnis dan pengamat ASEAN. Dia telah menulis berbagai topik sejak 20 tahun silam. Kolomnya  CERITALAH, sudah dibukukan dalam "Ceritalah Malaysia" dan "Ceritalah Indonesia". Kini, kolom barunya CERITALAH ASEAN, akan terbit di Kompas.com setiap Kamis. Sebuah seri perjalanannya di Asia Tenggara mengeksplorasi topik yang lebih dari tema politik, mulai film, hiburan, gayahidup melalui esai khas Ceritalah. Ikuti Twitter dan Instagramnya di @fromKMR

Maya Karin, Dari Ratu Jerit menjadi Ratu Hijau

Kompas.com - 06/10/2019, 23:01 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

“[Ilmuwan dan pencinta lingkungan] mereka sangat sibuk melakukan apa yang bisa mereka lakukan. Mereka tidak punya waktu untuk mempromosikan pekerjaan mereka," kata Maya.

"Kemudian ada anak muda yang tidak tahu harus melakukan apa. Maka saya sangat berharap bisa menjadi penghubung diantara keduanya dan membuat mereka sama-sama produktif,” lanjutnya.

Dalam beberapa minggu terakhir ini, dia telah kembali ke Belum untuk acara konservasi hewan di taman komunitas di Cheras dan berpartisipasi dalam membersihkan sungai.

Namun dia merasakan bahwa negaranya sesungguhnya bisa melakukan lebih banyak untuk lingkungan.

“Tantangannya masih pada soal implementasi. Jadi, walaupun pemerintah dan pejabat membahas tentang lingkungan, tetapi 100 persen komitmen murni masih belum ada di sana. Saya belum melihat ada politikus yang mengambil sikap dalam soal itu,” kata Maya.

Maya mengakui bahwa ketakutan terbesarnya adalah kehancuran keanekaragaman hayati atas nama profit.

Dia sangat kritis terhadap industri kelapa sawit, dengan alasan bahwa, “Ketika kita berbicara tentang industri kelapa sawit, pemenang sesungguhnya hanyalah dua atau tiga orang. Itu bukanlah sesuatu yang menguntungkan bagi seluruh desa atau komunitas.”

Tapi mengapa dia mulai peduli?

Mungkin karena didikan sejak kecil, ayahnya dan kakek buyutnya yang berasal dari Jerman (yang merupakan penjaga hutan), menanamkan kecintaan pada hutan dan lingkungan secara umum.

Ayah Maya seringkali membawanya ke bukit untuk mengumpulkan blueberry dan mengunjungi sungai.

Malaysia memiliki keanekaragaman hayati yang banyak dan begitu pula Indonesia…kita masih memiliki banyak yang harus dilindungi dan dihargai. Kita masih memiliki pilihan,” katanya. 

Namun apa yang bakal terjadi jika kita menjauh dari minyak kelapa sawit? Dan bukankah kerusakannya telah terjadi?

“Saya bukan di posisi untuk menghakimi; apakah kita telah melampaui batas atau tidak. Namun saya berada di posisi untuk berkata bahwa kita seharusnya memikirkan hal ini, dan kita harus mendalaminya. Saya ingin kita memiliki lebih banyak profesional untuk melakukan ini,” kata Maya.

Aidil (yang memiliki akun @sunfloweraidil) rekan penggiat lingkungan, menjelaskan, “Kekuatan terbesar Maya adalah pendekatannya. Dia memiliki cara untuk menerima segala konsep lingkungan dan menyampaikan dengan cara yang dapat dimengerti publik. Dia menjadikan isu lingkungan dapat dicapai.”

Maya sendiri menyatakan, “Hanya ada beberapa orang yang mampu mencerna isu lingkungan.”

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com