Banyak dari kegiatan aktivis yang ia ikuti memiliki rekam jejak yang serupa. #MayaKarinChallenge, sebuah tantangan di mana orang-orang merendamkan diri di dalam air untuk menjajal kebersihan dan kemurnian sungai Malaysia, yang viral di media sosial, adalah sebuah hasil spontan yang terjadi saat ia berswafoto sambil berbaring di sungai dalam perjalanan pulang dari hutan hujan Belum di Perak.
“Itu tidak direncanakan! Saya mengambil swafoto. Dan ternyata seorang penggemar saya memutuskan untuk meniru itu. Saya pikir cukup lucu sehingga saya me-retweet-nya. Semuanya kemudian seakan-akan meledak!” katanya.
Mengingat kehadirannya di media sosial (Twitter: 1,4 juta pengikut, Instagram: 950.000 pengikut dan masih meningkat) itu adalah hal yang tidak mengejutkan. Maya juga bisa bersikap tegas ketika keadaan mengharuskannya begitu.
“[Ilmuwan dan pencinta lingkungan] mereka sangat sibuk melakukan apa yang bisa mereka lakukan. Mereka tidak punya waktu untuk mempromosikan pekerjaan mereka," kata Maya.
"Kemudian ada anak muda yang tidak tahu harus melakukan apa. Maka saya sangat berharap bisa menjadi penghubung diantara keduanya dan membuat mereka sama-sama produktif,” lanjutnya.
Dalam beberapa minggu terakhir ini, dia telah kembali ke Belum untuk acara konservasi hewan di taman komunitas di Cheras dan berpartisipasi dalam membersihkan sungai.
Namun dia merasakan bahwa negaranya sesungguhnya bisa melakukan lebih banyak untuk lingkungan.
“Tantangannya masih pada soal implementasi. Jadi, walaupun pemerintah dan pejabat membahas tentang lingkungan, tetapi 100 persen komitmen murni masih belum ada di sana. Saya belum melihat ada politikus yang mengambil sikap dalam soal itu,” kata Maya.
Maya mengakui bahwa ketakutan terbesarnya adalah kehancuran keanekaragaman hayati atas nama profit.
Dia sangat kritis terhadap industri kelapa sawit, dengan alasan bahwa, “Ketika kita berbicara tentang industri kelapa sawit, pemenang sesungguhnya hanyalah dua atau tiga orang. Itu bukanlah sesuatu yang menguntungkan bagi seluruh desa atau komunitas.”
Tapi mengapa dia mulai peduli?
Mungkin karena didikan sejak kecil, ayahnya dan kakek buyutnya yang berasal dari Jerman (yang merupakan penjaga hutan), menanamkan kecintaan pada hutan dan lingkungan secara umum.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.