OXFORD, KOMPAS.com - Buzzer menjadi perbincangan semenjak masa Pilpres April 2019, hingga sejumlah isu terbaru seperti di Papua hingga penolakan RKUHP.
Pengamat media sosial Enda Nasution dikutip KompasTren menuturkan, buzzer (pendengung) adalah sekelompok orang yang tidak jelas identitasnya.
"Biasanya memiliki motif ideologis atau ekonomi di belakangnya, dan kemudian menyebarkan informasi," ujar Enda.
Baca juga: Mengenal Buzzer, Influencer, Dampak dan Fenomenanya di Indonesia
Dia menjelaskan, mereka tidak mempunyai reputasi untuk dipertaruhkan, dan tinggal melakukan langkah seperti menutup akun jika dianggap melanggar hukum.
Sementara menurut Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, selama ini buzzer dianggap melemparkan kata yang tidak enak didengar maupun ketika disimpan dalam hati.
Berdasarkan laporan The Global Disinformation Order 2019 Global Inventory of Organised Social Media Manipulation milik peneliti Universitas Oxford, terdapat beberapa metode pengerahan buzzer.
Penelitian itu menggunakan metode antara lain analisis sistematis mengenai pemberitaan media soal pasukan siber (buzzer), hingga konsultasi pakar.
Menurut Global Disinformation Oder, begini metode yang digunakan buzzer untuk memberikan informasi yang bersifat memengaruhi publik.
Baca juga: Moeldoko Ingatkan Para Buzzer, Jokowi Tak Butuh Dukungan yang Destruktif
Para buzzer, atau yang dikenal dalam laporan peneliti Universitas Oxford sebagai pasukan siber, berbentuk dalam berbagai organisasi.
Jika merunut tabel yang disajikan dalam laporan Global Disinformation Order, buzzer di Indonesia dikaitkan dengan politisi maupun partai politik, serta swasta.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.